Bab 1|Bujang kota

510 41 4
                                    

Hujan di suatu sore memberikan gambaran alam yang segar, ketika setiap tetesannya jatuh mengenai dedauan lalu menghilang di atas tanah. Dan gemercik dari hujan juga dapat dijadikan musik pemenang. Yul, salah satu orang yang merasakan manfaatnya.

Ia tengah memeluk lutut, cara alternatifnya untuk menghangat tubuh saat berteduh di sebuah saung sederhana di tengah ladang jagung yang masih berusia 14 hari.

"Yul, kamu teh udah dapet calon?," ucap sang Ibu yang ikut berteduh bersamanya.

Yul menoleh melihat sang Ibu yang sudah tak lagi muda. Hatinya selalu terasa sakit saat melihat Ibunya. Di usianya yang sekarang, Yul belum memberikan satu pun yang membanggakan untuk Ibunya tersebut. Terutama jodoh.

Jangankan membicarakan jodoh. Gambaran akan laki-laki yang akan menikahinya pun belum terlihat. Ia masih belum menemukan satu pun laki-laki yang menyukainya. Apalagi Ia hanyalah gadis desa tamatan SD. Tidak ada yang spesial di dalam dirinya.

"Belum, Mak," jawab Yul gadis berusia 25 tahun yang masih jomblo tersebut. Padahal teman sebayanya sudah menikah dan sudah ada yang memiliki anak.

Sang Ibu yang mendengar jawaban dari anaknya tersebut, hanya bisa tersenyum. Ia pun tidak bisa memaksakan anaknya untuk mengikuti keinginannya tersebut. Ia hanya mengkhawatirkan jika dirinya mati sebelum Yul mendapatkan seseorang. Apalagi, di dalam keluarga hanya ada dirinya dan Yul. Ayahnya Yul sudah lebih dulu berpulang karena suatu penyakit beberapa tahun yang lalu.

"Kalo kamu mau, Emak bisa ngomong ke Bapaknya Jaka buat nikahin kamu," ujar sang Ibu teringat jika ada satu laki-laki yang bisa diandalkan dalam masalah ini. Ia alah Jaka, teman dekatnya Yul yang juga masih melajang.

Namun, saat Ibunya berkata seperti itu Yul sedikit berdecak tak senang "Apa sih, Mak! Jaka udah punya calon. Lagian juga, Jaka mana mau sama aku"

Yul teman dekatnya Jaka, ia pasti sedikit tau akan Jaka yang dikabarkan tengah mendekati seorang gadis cantik.

"Ah kamu mah," keluh sang Ibu yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

Setelah itu hanya suara hujan yang terdengar.

Yul kembali melihat ke arah hujan yang menetes di atas daun.

Di mata orang lain saat melihat Yul yang seperti itu akan berpikir bahwa, Yul tengah memiliki banyak beban pikiran. Nyatanya, Yul tidak memiliki satu pun pemikiran. Ia juga tidak merasa terbebani dengan dirinya yang masih melajang diusia 25 tahun.

Yul hanya berpikir; menikah itu apakah suatu keharusan? Yul tidak pernah mengelak untuk menikah hanya saja, jika hidup sendiri sudah cukup untuk apa menikah. Jika menikah itu sendiri adalah awal dari cobaan hidup yang sebenarnya. Ia melihat dari kehidupan orangtuanya yang tak selalu berjalan mulus dan membuatnya menjadi berpikir dua kali untuk menikah.

Yul adalah seorang gadis desa berusia 25 tahun. Anak tunggal dari keluarga sederhana, dan juga hanya memiliki orangtua tunggal, sang Ibu. Setelah lulus SD, Yul tidak melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Serta, kurangnya pengetahuan akan pentingnya pendidikan membuat Yul sama sekali tidak berminat untuk melanjutkan sekolah. Sehingga, setelah lulus SD Yul sudah terjun mencari urang sendiri dengan cara kuli di ladang dengan upah tak seberapa.

Yul memiliki rambut yang panjang hitam serta lebat. Namun, tak sekalipun Yul mengurai nya. Rambutnya selalu terikat cepol, dan rapi karena Yul selalu menggunakan minyak kepala. Sang Ibu juga sering kali membantu Yul merawat rambutnya untuk tetap sehat meski sering di bawah terik matahari. Akan tetapi Yul memiliki tubuh yang kurang terawat karena kurangnya minat untuk merawat tubuh.

Buat apa cape-cape luluran kalo ujung-ujungnya ke ladang lagi... ke ladang lagi. Bakalan percuma kan, tetep item. Yaudah lah apa ada nya aja.

Setelah hujan reda, Yul dan sang Ibu bergegas pulang karena hari semakin sore, serta takut hujan turun kembali dan membuat mereka berdua harus terjebak hujan untuk waktu yang lebih lama.

"Hati-hati, Mak, jalan nya licin," ucap Yul jalan di belakang Ibunya menapaki jalanan setapak yang penuh dengan lumpur licin akibat hujan. Sehingga membuatnya harus lebih berhati-hati dalam menapaki jalanan.

Selain itu, sisa dari hujan membuat Yul berkali-kali bersin karena dingin. Yul tak tahan dingin. Hadungnya akan langsung mengeluarkan air saat kedinginan.

"Aaccoohhh..."

"Nanti kalo udah langsung minum air anget. Biar enggak keterusan," ucap sang Ibu mengingatkan.

"Iya.."

Tak selang beberapa lama, akhirnya Yul tiba di area pemukiman, dan Yul langsung bisa merasakan perbedaan suhu secara cepat. Suhu di arena pemukiman jauh lebih hangat daripada saat di ladang tadi. Hingga membuat hidung Yul tak begitu mengeluarkan air.

"Ahh enak..," decak Yul saat merasakan hangatnya saat memasuki kawasan pemukiman.

Selain itu, suasana pun sudah jauh berbeda dengan saat di ladang. Kini sudah mulai terdengar suara-suara hewan ternak, suara orang mengobrol, berjalan, serta aktivitas lain yang sering dilakukan di pedesaan.

Samar-samar Yul juga mendengar seseorang tengah membicarakan sesuatu.

"Euh, sayang pisan euy gak punya anak gadis.."

"Hooh, saya juga mikir kayak gitu. Saya punya nya bujang..."

Yul sama sekali tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Tapi Yul bisa menangkap inti dari perbincangan orang-orang itu, itu tetang jodoh.

Yul yang sudah capek ditanya; kapan nikah -kapan nikah. Hanya bisa mengejek dalam hati "seganteng apa sih tuh cowok? Sampe bikin Ibu-Ibu pengen jadiin mantu.

Namun, saat Yul akan sampai rumah, ia dibuat kebingungan ketika melihat rumah tetangganya penuh dengan orang-orang.

"Ada apa?," jelas, Yul bertanya-tanya, dan membuat Yul dan Sang Ibu saling melontarkan kebingungan. -Takut sesuatu terjadi di rumah tersebut. Entah itu berita baik atau buruk.

Melihat rumah tetangganya yang penuh dengan kerumunan membuat sang Ibu tidak tinggal diam. Ia segera mencari tahu dengan datang menghampiri kerumunan, langsung pada sumber. Karena bisa jadi ada sesuatu yang begitu besar di sana. Ini Desa, sedikit masalah bisa membuat satu Desa tahu.

Sedangkan Yul yang sudah melihat sang Ibu pergi mencari tahu, rasa kebingungannya tak lagi ia rasakan. Membuatnya semakin bergegas untuk pulang ke rumah. Namun, secara tak terduga, kepalanya tiba-tiba saja menoleh ke arah kerumunan sebelum melanjutkan berjalan.

Pada saat ia menolehkan kepalanya, ia akan bertemu dengan sepasang mata elang dari seorang bujang yang baru lihat pertama kalinya.

Saat melihat tatapan dari orang itu, hati Yul seperti terpukul sesuatu. Dan, membuat jatungnya bedetak tak nyaman. Akan tetapi, hal itu malah otak pesimisnya muncul, dan membuatnya tak banyak berpikir banyak. Pergi melanjutkan perjalanan meski sebenarnya ia cukup tertarik dengan bujang yang begitu mencolok dari kerumunan.

"Apaan sih! Palingan juga enggak sengaja. Lagian juga, mana ada cowok yang suka sama aku", pikirnya begitu meninggalkan rumah tentangganya tersebut. Meninggalkan pikiran bahwa; sesuatu yang mustahil akan tetap menjadi mustahil, tidak akan menjadi nyata, apalagi untuk dirinya.

••••••••

Bujang KotaWhere stories live. Discover now