Bab 18| Berlibur

32 9 0
                                    

Tiba saatnya masa panen jagung. Di saat panen seperti ini ladang menjadi ramai. Dimulai dari pemilik ladang, Bandar yang melakukan transaksi jual beli hingga mendapatkan kesepakatan harga. Serta penambahan tenaga kerja juga membuat Yul tak lagi bekerja berdua. Ia akan kewalahan jika hanya berdua, selain itu Yul ataupun Ibunya tidak mungkin mengangkat karung besar dengan isian berpuluh-puluh kilo jagung. Pekerjaan seperti itu dilakukan oleh para pekerja laki-laki.

Kali ini tugas Yul bukan lagi membersihkan gulma melainkan, memetik jagung. Sedangkan sang Ibu bertugas memisahkan jagung berdasarkan kualitas.

Ketika Yul sedang memetik jagung, seseorang mengajaknya mengobrol. Yul mengetahui orang itu, dia adalah salah satu bandar yang akan membeli jagung dari yang Yul petik sekarang. Melihat dia adalah seorang bandar, jelas orang itu bukan lah seorang pemuda melainkan pria berumur 40 tahun dengan kumis tipis, memakai topi laken.

"Yul. Kamu teh belum juga nikah?," ujar lelaki tua itu, sedikit genit, berdiri di dekat Yul.

Yul hanya meliriknya sekilas karena ia tahu bandar tersebut adalah laki-laki yang sudah beristri dua, dan terkenal dengan mata keranjang.

"Kalo kamu mau. Kamu bisa jadi yang ketiga, Yul," ujar lelaki itu yang sudah lama ia mengincar Yul. Paras Yul yang manis benar-benar membangkitkan gairahnya.

"Tenang aja. Saya bakalan adil kok" lelaki itu menambahkan.

Yul tidak peduli dengan keadilan yang dimiliki oleh lelaki itu. Dia tidak memiliki rencana dalam hidupnya untuk menjadi istri yang ketiga.

Yul kembali tidak menanggapi. Ia tetap fokus memetik jagung.

"Tinggal sebutin aja. Kamu mau dikasih uang bulanan berapa?" Sialnya, lelaki itu pun tidak menyerah, dan membuat menjadi geram.

"Maaf, Juragan. Kebetulan saya udah punya calon," ujar Yul yang terpaksa berbohong agar bisa lepas dari lelaki tersebut.

"Ah yang bener. Awas kalo bohong.. kasih tau, orang mana dia?" Ujar lelaki itu yang membuat Yul akhirnya kehilangan kesabaran, tapi ia masih bisa menahan.

"Nanti saya perkenalkan," ujar Yul, mengeraskan rahang karena menahan kesal.

"Baik. Saya tunggu," ujar lelaki yang akhirnya pergi.

Yul bernafas lega ketika melihat lelaki itu yang akhirnya pergi juga.

Setelah lelaki itu pergi, seseorang kembali memanggilnya.

"Teh.."

Yul seperti sedang bermimpi. Karena di ladang tidak ada yang memanggilnya teteh, kebanyakan memanggilnya dengan Yul.

Karena pensaran, Yul melihat ke arah sumber suara tanpa menjawab.

"Apa kabar?" Orang itu kembali bertanya setelah Yul berbalik untuk melihatnya.

"Shin?" Yul tak percaya dengan yang ia lihat. Karena baginya, tidak mungkin ada Shin di sini. Dia sedang di kota sekarang.

Namun kenyataannya seperti itu. Dia benar-benar Shin si bujang kota. Dia baru saja tiba dan langsung berlari ke ladang hanya karena ini bertemu dengan Yul. Shin mengambil perjalanan malam, sehingga bisa sampai saat siang. Shin juga masih menggunakan pakaian rapi dan belum mengganti apapun.

Kehadiran Shin membuat penghuni ladang menjadi penasaran dengan sosok yang begitu mencolok, dan tak segan untuk datang menghampiri Shin, untuk bertanya. Sehingga hal itu membuat Shin tidak memiliki kesempatan untuk berbicara banyak bersama Yul.

"Teh. Saya tunggu di sana, ya," ujar Shin yang tidak ingin menganggu pekerjaan Yul, dan lebih memilih untuk menunggu Yul istirahat di tempat yang teduh tak jauh dari tempat Yul saat ini memetik jagung. Yul juga masih bisa melihat Shin dari tempatnya berada.

Bujang KotaWhere stories live. Discover now