Bab 19| Bertamu

29 8 0
                                    

Setelah itu keduanya sama-sama diam. Tidak ada yang bicara lagi.. perpisahan selama satu bulan lebih membuat keduanya kembali merasa canggung.

Wajar saja, karena di waktu tersebut Yul pun sudah mulai melupakan Shin. Apalagi dia juga berpikir, dia tidak akan pernah bertemu kembali.

Sehingga ia pun tak tahu harus berkata apa lagi skarang. Pertanyaan dasar udah mereka melontarkan satu sama lain. Terlebih lagi, Yul tidak pandai berbicara, apalagi untuk menentukan topik pembicaraan.

Tapi, di sini ada Shin bujang kota, dia tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja tanpa melakukan sesuatu. Shin dengan mudah menemukan topik pembicaraan.

"Topi nya kenapa enggak dipake?" Shin melihat Yul tidak menggunakan topi yang ia berikan.

Yul yang teringat akan pesan terakhir Shin pada saat memberikannya topi, dan sekarang ia ketahuan tidak melakukannya, merasa malu pada saat menyebutkan alasannya

"Gak ah. Sayang. Nanti kotor" Yul tersenyum malu saat mengatakannya.

Shin pun tak pernah menduga, jika Yul akan memperlakukan pemberiannya dengan baik. Ia juga tidak punya alasan lain untuk memaksa Yul. Shin juga berpikir, bisa jadi Yul memang tidak terbiasa menggunakan topi. Berbeda dengan dirinya, yang harus menggunakan topi. Selain untuk melindungi wajahnya dari sinar matahari, topi nya juga bisa melindungi nya saat bepergian ke luar rumah untuk menghindari paparazi.

"Oh gitu. Padahal pake aja. Nanti kalo kotor, kalo saya punya kesempatan, saya kasih lagi" ujar Shin yang sebenarnya, ia bisa mengirimkan Yul topi lainnya hanya saja, ia belum memiliki alasan untuk melakukan nya. Melihat dari situasi sekarang, sepertinya Shin sudah punya alasan nya.

Mendengar hal itu dari Shin, jelas Yul akan menolaknya. Karena setiap manusia memiliki rasa segan, dan Yul segan untuk menerima barang secara percuma dari orang lain. Ia tidak bisa melakukan hal itu, dan ia juga tidak Shin melakukan hal itu juga.

"Ah gak usah. Kan ini dari kamu. Kenang-kenangan," ujar Yul yang pada akhirnya harus lebih jujur lagi. Walaupun Yul sering berbicara sedikit terbata-bata. Dengan siapapun, Yul sering terbata-bata.

Shin tersenyum lebih bahagia lagi. Meskipun menyimpan barang yang ia berikan lalu dijadikan kenang-kenangan adalah hal yang biasa bagi Shin. Tapi saat Yul melakukannya, hatinya seperti tersentuh sesuatu.

"Iya deh. Terserah teteh aja"

Sebenarnya, Shin ingin mengobrol lebih lama lagi. Hanya saja, ia takut mengganggu Yul lebih lama lagi. Dan, ia juga memiliki pekerjaan lain. Sehingga dengan berat hati, Shin harus berpamitan pada Yul.

"Kalo gitu. Saya pulang dulu ya," ujar Shin berat untuk mengatakannya.

Mendengar Shin ingin pulang. Yul lega. Karena, ia tidak akan lagi melihat Shin diam menunggunya di tempat yang tidak layak. Di rumah jauh lebih baik.

"Yaudah. Hati-hati di jalan nya"

"Hm. Nanti malem. Kalo saya main ke rumah teteh. Boleh kan?" Ujar Shin saat dirinya akan beranjak dari duduknya.

Yul sedikit terkejut saat mendengarnya, dan ia pun ingin berbalik bertanya, hanya saja pertanyaan yang akan ia ucapkan akan terasa tidak sopan. Sehingga, menganggukan kepala adalah keputusan terbaik yang bisa Yul ambil saat ini. Terlepas apapun itu alasan Shin mau datang ke rumahnya, Yul tidak begitu memikirkan. Hanya saja, hatinya sedikit tak tenang saat mendengarnya.

Banyak pemuda yang datang ke rumahnya hanya untuk memberinya lamaran, tapi tidak ada satupun yang membuatnya tak tenang seperti ini.

"Kalo. Gitu sampai ketemu nanti malem," ujar Shin, beranjak dari duduknya, diikuti oleh Yul.

"Iya"

Setelah itu, mereka berdua berpisah. Shin pergi meninggalkan ladang, sedangkan Yul kembali ke tengah-tengah ladang, ia belum makan siang.

Lalu, Yul mengajak Ibunya untuk makan siang dengan bekal seadanya. Menu kali ini nasi timbel dengan tahu-tempe, ikan asin serta sambal goreng jadi lauk nya.

Selesai makan siang, Yul kembali melanjutkan pekerjaannya sampai selesai, sekitar pukul 4 sore. Dan, ia akan kembali di esok hari untuk melakukan pekerjaan yang sama, hingga masa panen usai.

Saat sampai di depan rumah Pak Budi, berbeda dari sebelumnya, kini rumah tersebut tidak ada bedanya sebelum Shin datang, terlihat sepi.

Wajar saja, kali ini yang datang hanya Shin.

Tak banyak berpikir, Yul segera melakukan aktivitas nya setelah pulang dari ladang. Sesekali pikirannya teringat akan percakapannya dengan Shin, dan kembali membuatnya bertanya-tanya; untuk apa Shin datang ke rumahnya. Tapi pekerjaan yang sedang ia kerjakan selalu memutus pikirannya tersebut, dan kembali fokus beraktivitas.

Pada pukul 7 malam, saat Yul sedang mengobrol bersama Ibunya di tengah rumah. Membicarakan hal acak, dan mentertawkan hal lucu. Namun, tidak ada dari keduanya yang membicarakan tentang Shin.

Bagi Yul, Shin hanya lah orang kota yang sedang bermain di desanya. Dan dia diberi kesempatan untuk menemani orang tersebut, meski hatinya sering berkata sesuatu yang mustahil.

Sedangkan sang Ibu. Ia bukannya tidak ingin membicarakan tentang Shin pada Yul, hanya saya Ibu Yul tahu, diantara keduanya tidak ada hubungan yang serius. Meski, apa yang terjadi bukan lagi sesuatu yang biasa. Sehingga Ibu Yul hanya bisa menunggu Yul yang akan mengatakan nya langsung.

Pada saat itu, seseorang datang. Yul sudah tau siapa orang itu, tapi Yul tidak memberitahukan Ibunya karena dianggap bukan orang penting, tapi untuk Yul sendiri berarti.

Yul segera membukakan pintu, dan benar sepeti dugaannya, itu salah Shin, dia membawa sesuatu di tangannya.

"Mak..." Shin lebih dulu menyapa Ibu Yul, lalu menyapa Yul "Teh" dengan tersenyum.

Lalu, Yul menyuruhnya masuk "Masuk"

Shin masuk ke dalam, duduk di antara kursi kosong. Yul tidak ikut duduk, melainkan pergi ke dapur untuk membawakan air dan makanan.

"Kabar baik?" Tanya Ibu Yul, menerima Shin dengan baik.

"Baik, Mak" jawab Shin, lalu menaruh paper bag di atas meja.

"Ada sedikit oleh-oleh buat Ibu" Shin menjelaskan maksudnya tersebut.

"Eh, naon eta?"/eh, apa itu?, Ujar Ibu Yul malu-malu saat diberi bingkisan oleh Shin, dan ia pun merasa senang. Karena sejauh ini, belum ada orang dari kita sesungkan seperti Shin.

"Ah ini. Bukan apa-apa. Maaf cuman bisa ngasih itu" ujar Shin merasa malu pada akhirnya.

Ia tidak pernah sesegugup ini sebelumnya. Shin adalah orang yang tegas, lantang, serta bukan orang yang mudah malu apalagi gugup. Malam ini secara ajaibnya ia kehilangan jati dirinya tersebut, dan terlihat seperti pemuda yang malu-malu saat berkumpul ke rumah calon istrinya.

"Yaudah, Emak terima ya. Makasih ya" ucap Ibu Yul meraih tas tersebut, lalu berniat untuk masuk ke dalam kamar, untuk memberikan waktu pada Shin dan Yul berbicara berdua.

Walaupun tidak akan ada harapan yang bagus, tapi Ibu Yul cukup mengerti dalam hal ini.

"Maaf nih. Masuk ke dalem, ya?"

"Oh iya, Mak. Silakan. Maaf saya udah ganggu Ibu, datang malem-malem" Shin tak henti-hentinya untuk merasa tidak enak. Tapi, ia benar-benar ingin bertemu dengan Yul. Karena hanya malam lah, ia bisa bertemu dengan Yul dengan santai. Karena waktu siang Yul akan ia habiskan di ladang.

"Apa cenah. Enggak kok. Santai weh sama Ibu mah.. sok nya. Santai weh ngobrol, Ibu ke dalem nya" ucap Ibu Yul, lalu berjalan masuk ke dalam kamar sambil membawa bingkisan tersebut. Meninggalkan Shin yang masih merasa sungkan. Tapi, jauh di dalam hatinya, ia merasa senang bisa sedikit lebih dekat dengan keluarga Yul. Dia jadi lebih tau akan kehidupan Yul yang sebenarnya. Padahal, ia belum pernah sampai seperti ini saat mendekati seseorang.

••••••••

Bujang KotaWhere stories live. Discover now