Bab 4| Di Ladang

79 13 0
                                    

Setibanya di ladang dengan  perjalanan cukup lumayan jauh, ditambah rutenya pun cukup licin —bertahan lumpuh sisa hujan kemarin.

Bagi Yul yang sudah berpuluh-puluh tahun melewati jalanan ini dengan berbagai kondisi jalan yang tak selalu musul, tidak kesusahan sama sekali. Dia sudah terbiasa. Berbeda dengan Bujang Kota yang bernama Shin tersebut, ia beberapa kali terpeleset dan hampir terjatuh. Dan beberapa dari timnya Shin pun, mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Sedangkan untuk Jaka sendiri, sebagai warga lokal, masih bisa berjalan dengan baik meski mengalami sedikit kesulitan.

"Hati-hati, jalannya licin," Ibu Yul mengingatkan, sambil memastikan bahwa mereka semua baik-baik saja.

Yul yang melihat Shin, berada di depannya, lidahnya hampir saja mengucapkan seperti yang Ibunya katakan. Akan tetapi, pikirannya akan kejadian memalukan membuat ucapan tersebut tertahan sampai tenggorokan.

Sudahlah.. Yul hanya bisa pasrah, dan berharap dia bisa mengatasinya dengan baik.

Al hasil, semua tim baik-baik saja sampai ladang. Yul lega melihatnya.

Setelah sampai di ladang tempat Yul dan Ibunya bekerja, Ibu Yul lepas tangan karena mereka harus bekerja.

"Punten ini mah. Saya lanjut kerja, yah? Tapi kalo ada apa-apa, saya ada di sana. Panggil aja," ujar Ibu Yul pada Jaka dan tim lainnya. Namun, di dalam hatinya Ibu Yul tidak tega harus meninggalkan mereka. Ibu Yul khawatir. Apalagi mereka ini dari kota yang tidak paham akan kondisi desa. Untung saja, tempat ladangnya tidak jauh dari lokasi yang telah disepakati sebagai lokasi pemotrertan sehingga, Ibu Yul bisa memantau dari kejauhan, dan menyerahkannya pada Jaka.

"Jaka, Ibu titip. Awas.. jangan sampe kenapa-napa"

"Iya, Bu"

Lalu, Shin yang melihat Ibu Yul akan segera pergi, tidak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasihnya.

"Terima kasih, Bu. Udah mau nganter kami," Ucapnya tersenyum, melihat Ibu Yul seperti melihat Ibunya sendiri.

"Emh.. apa cenah. Cuman nganter gini aja. Ibu bisa nganter kamu sampe ujung bukit sana," Balas Ibu Yul dengan candaan. Dia juga senang bisa membantu orang-orang kota tersebut.

"Iya Bu"

Lalu, Shin melihat ke arah belakang Ibu Yul, ada Yul yang tengah menundukkan kepala. Ia ingin mengucapkan sesuatu untuknya hanya saja, ucapannya kembali tertelan.

Jika saja, dia tidak sebodoh itu mungkin kecanggungan seperti ini tidak akan terjadi. Meski sudah meminta maaf beruang kali, tetap saja tidak merubah apapun. Shin benar-benar menyesali kebodohannya tersebut.

'Maaf' Shin meminta maaf dalam hati.

Setelah itu, rombongan membelah menjadi dua kubu. Satu pergi ke ladang jagung untuk membersihkan gulma, dan satunya lagi, melakukan pemotrertan.

Saat bekerja Yul tidak banyak berpikir, ia selalu serius saat mengerjakan sesuatu, sehingga pekerjaannya selalu selesai dengan cepat. Terkecuali untuk hari ini, di sela-sela pekerjaannya Yul sempat melirik ke arah tempat Shin melakukan pemotrertan, hingga membuat pekerjaannya sedikit melambat.

Bagi Yul pemotrertan adalah suatu barang langka yang hanya bisa dilihat sekali seumur hidup. Tak heran, Yul sedikit ingin tahu, seperti apa itu pemotrertan. Selama ini Yul hanya melihat dari iklan-iklan baliho atau dari lembaran majalah yang dijadikan pembungkus gorengan. Yul tidak akan pernah menyangka akan melihatnya secara langsung. Meskipun Yul benar-benar ingin tahu, tapi ia tidak seantusias itu, sampai melihat dengan serius dari jarak yang dekat. Dari jarak yang seperti ini pun sudah cukup.

Selian itu, pemotrertan juga menjadi barang langka di Desa, sehingga kegiatan tersebut menarik perhatian orang yang berada di ladang, dan tak segan untuk melihat langsung ke lokasi. Sekarang ladang yang hanya dihuni beberapa orang saja, kini begitu ramai untuk menonton.

Lokasi yang mulai didatangi warga setempat tidak membuat Shin terganggu. Dia sudah terbiasa dengan berbagai kondisi dan situasi. Bahkan tim pun sama sekali tidak terganggu. Selain itu, warga yang datang menonton juga tidak menghalangi jalannya pemotrertan. Mereka menonton dengan tertib.

Yul yang melihat prosesnya dari awal sampai proses pemotrertan. Baginya tidak ada yang spesial dari hal itu. Karena hal itu tidak ada hubungannya dengannya. Sehingga membuat Yul merasa biasa-biasa saja. Singkatnya, duniamu bukan duniaku, kenapa aku harus peduli. Seperti itu lah kira-kira. Ia hanya ingin tahu saja.

Terlepas dengan rasa ingin tahunya yang sudah diketahui, bagaimanapun juga Yul adalah seorang gadis seperti gadis lainnya, hanya nasib yang membedakan nya. Mata seorang gadis tidak akan pernah salah mengenali jenis laki-laki yang disebut tampan. Yul juga mengakui Shin adalah laki-laki tampan. Apalagi saat riasan wajah dengan mendominasikan area mata membuat mata elang Shin kian kuat, ditambah dengan gaya busana yang dibuat seapik mungkin sesuai tema, membuat Shin yang tampan semakin tampan. Yul juga tidak munafik, ia mengagumi ketampanan Bujang Kota tersebut, dan itu adalah kekaguman yang wajar layaknya Shin seorang idola sedangkan, Yul adalah fansnya.

"Ganteng ya, Mak," ujar Yul di sela-sela mencabuti gulma di area pohon jagung.

Sang Ibu yang tak jauh dari Yul, dan mendengar Yul berkata seperti itu, tersenyum, ia setuju dengan ucapannya Yul

"Iya ganteng. Semoga aja Emak punya mantu seganteng dia" Balas Ibu Yul yang selalu tak jauh untuk selalu mendoakan anaknya yang terbaik. Orangtua manapun akan selalu menginginkan yang terbaik anaknya. Meski takdir berkata lain, Orangtua akan selalu bisa membuat takdir yang ada menjadi takdir yang terbaik.

Ibu Yul berharap Yul bisa mendapatkan seseorang yang tulus mencintai anaknya, terlepas siapapun orangnya.

Yul pun sebenarnya ingin memiliki seseorang dari jenis golongan yang terbaik. Tetapi, ia selalu sadar diri, dan membuatnya tidak berani banyak berharap.

"Iya," jawab Yul tiba-tiba saja ingin memiliki seseorang di hatinya.

Sampai di usianya yang sekarang Yul sama sekali belum pernah menyentuh kata cinta. Bukan tak ada yang menarik perhatiannya, akan tetapi, ia tidak berani. Dan membuatnya sulit untuk membuka hati.

Wajar jika sekarang tiba-tiba saja Yul mengingatkan jatuh cinta.

Dan siapa sangka, pada saat Yul tengah melirik ke arah Shin, untuk melihat proses pemotrertan, Shin melihat ke arahnya dan membuat mata mereka saling bertemu.

Saat melihat Shin melihat ke arahnya, Yul segera membalikan pandangannya, melihat ke arah gulma. Tiba-tiba saja ia merasa malu. Dan, tak berani melihatnya kembali.

Padahal saat ini Shin tengah tersenyum melihat tingkah lakunya tersebut. Shin merasa lucu melihat tingkah Yul seperti gadis desa yang selama ini ia bayangkan, pemalu dan lucu.

••••••••

Bujang KotaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon