Bab 11| Pasar Pagi

38 8 0
                                    

Melihat Shin yang membeli rokok adalah suatu hal yang biasa di Desa. Jadi Yul tidak merasa heran sedikitpun. Belum lagi banyak wanita juga yang merokok, khususnya wanita tua, dan wanita pekerja kasar yang sering mengadukan nasib di ladang.

Sebenarnya, Shin juga bukan seorang pecandu rokok yang setiap saat harus merokok. Ia merokok hanya di saat ingin saja, dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Terlebih lagi, ia juga sering gym, jadi tahu betul bahayanya merokok.

Lalu, membeli rokok kali ini bukan karena ia kehabisan rokok akan tetapi, sebagai alasan untuk dirinya bisa bersama Yul. Shin merasa nyaman saat bersama Yul, seolah-olah Yul bukan orang asing yang ia kenal beberapa hari yang lalu. Padahal, hal itu bukan lah kebiasaannya yang dapat dengan mudah akrab dengan seseorang.

Di kehidupan kesehariannya, Shin tidak lah semudah itu dalam bergaul. Ia hanya memiliki beberapa orang teman dari kalangan yang berbeda dengan dirinya. Selain itu, ia hanya menganggap teman lainnya sebagai rekan kerja, atau pun rekan biasa. Berbeda dengan Yul, Shin merasakan suatu kenyamanan yang sulit dijelaskan.

Di hari sabtu pagi. Pagi-pagi sekali Yul sudah berdandan. Bukan dandanan yang memakai riasan ataupun pakaian bagus. Yul hanya memakai pakaian yang sedikit lebih rapi dari pakaian ke Ladang nya. Yul juga hanya menambahkan bedak tabus tipis dan perona bibir sedikit, hanya untuk tidak terlihat pucat.

Pagi ini Yul berencana untuk pergi ke pasar pagi yang hanya ada setiap sabtu pagi. Yul berencana akan membeli kebutuhan di sana. Karena di pasar tersebut terdapat berbagai jenis dagangan dimulai dari kuliner, hingga perabotan rumah pun ada.

Pasar tersebut ada karena salah satu perencanaan dari Desa untuk warganya agar bisa berdagang ataupun berbelanja dengan mudah tanpa harus jauh-jauh ke pasar pusat.

Akan tetapi, Yul hanya bisa pergi sendirian. Sang Ibu yang sudah rentan tak sanggup lagi jika harus berada dalam keramaian. Terlebih lagi Ibu Yul juga sudah tidak jelas saat melihat. Sehingga akan merepotkan Yul nantinya dan memutuskan untuk tidak ikut.

Meskipun Yul berangkat seorang diri, namun saat di tengah perjalanan ia akan bergabung bersama rombongan yang akan pergi ke pasar juga. Kali ini, Yul bergabung bersama temannya, teman desanya.

Meskipun harinya Yul habiskan di ladang, terkadang Yul juga menyempatkan diri untuk berkumpul bersama teman-teman.

"Kemana aja sih, Yul?" Tanya salah seorang teman, rambutnya sengaja ia urai untuk memperlihatkan, betapa cantiknya dirinya.

"Biasa," jawab Yul, tak perlu menjelaskan pun mereka sudah mengerti. Bahwa dirinya selalu sibuk bekerja di ladang.

"Ke ladang mulu. Mau jadi kuncen, ha!," ejek salah seorang teman lainnya yang di akhiri dengan gelegar tawa.

Yul pun ikut tertawa. Karena yang mereka katakan benar. Saking seringnya ke ladang, ia sampai hafal pemilik ladang setiap meternya.

"Yul. Itu kan ada orang kota, ya.." goda wanita berambut pendek kepada Yul.

"Lah terus?," Yul tak mengerti dengan maksud ucapannya tersebut.

"Bisa kan minta dicomblangin, gitu... Siapa tau kan, dapet jodoh orang kota. Kan enak bisa ke kota," perjelas gadis setiap katanya ia permainan —menyarankan Yul untuk segera mendapatkan pacar. Karena hanya tinggal Yul saja yang belum mendapatkan pacar, sisanya ada yang sudah menikah dan punya anak.

Yul sudah sering mendapatkan pertanyaan seperti itu hingga kalu pun, tidak terlalu ia tanggapi. Ia hanya menanggapi dengan senyuman.

"Ah, payah kamu!" Sesalnya akan sikap cuek Yul terhadap kesempatan yang ada.

Namun, beberapa detik kemudian, wajah Shin tiba-tiba terlintas di kepalanya, membuat Yul mendadak gelisah. Ia pun tak mengerti, mengapa ia harus teringat wajah Shin. Yul yang tidak pernah berpikir panjang, tidak memikirkan lebih serius akan perilakunya tersebut. Dan buru-buru berpikir, hal itu wajar karena Shin bukan berasal dari golongan yang sama. Sehingga Shin akan terlihat dominan dari yang lain. Begitu juga dipikirannya.

"Tau nih. Padahal ada peluang tuh"

Lalu, teman lainnya ikut membicarakan perihal laki-laki yang menyukai Yul

"Si Jaka tuh. Masih nunggu, kan?"

Yul yang mendengar temannya menyebutkan nama Jaka. Tersenyum kembali, kali ini sambil menggelengkan kepala.

Ia tidak pernah memikirkan jika ia bersama Jaka. Yul tidak memiliki ketertarikan hati pada tetangganya tersebut.

"Ah, kamu mah. Padahal cakep. Diambil sama si Mirna tau rasa!," celetuk temannya yang tidak habis pikir akan dengan cara berpikir Yul.

Setelah itu mereka tidak lagi membahas akan Yul. Berganti dengan membahas hal acak lainnya.

Yul yang memang jarang berkumpul, dan tidak begitu pandai berbicara apalagi membuat sebuah lelucon, hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan, dan sesekali tersenyum. Tanpa ada keinginan untuk membuat lelucon.

Setibanya di pasar yang sudah ramai pengunjung. Yul memilih untuk berpisah dengan teman-temannya, karena dia dan teman-temannya memiliki tujuan yang berbeda.

Setelah berpisah, Yul berjalan ke area bumbu dapur. Yul berencana untuk membeli cabai, bawang, serta tomat.

Yul membeli dagangan tanpa menawar. Yul tidak memiliki kemampuan dalam menawar.

"Harga pas aja"

Yul selalu meminta harga pas, dan Yul selalu setuju dengan harga yang diberikan. Jika harganya terlalu kebesaran, Yul tidak akan protes. Ia akan berpikir, menolong seseorang tidak harus kaya. Membeli dagangan orang lain tanpa menawar pun, sudah menjadi bantuan terbesar. Yul bangga dengan pemikirannya yang satu itu. Itu juga yang membuat Yul banyak disegani orang.

Pada saat Yul sedang membayar, seseorang memanggilnya dari kerumunan.

"Teh..!"

Yul berpikir, itu adalah suara temannya. Akan tetapi, saat ia melihatnya...

"Shin?"

Itu adalah Bujang kota dengan paket ganteng nya.

Shin bergerak menghampiri Yul yang terlihat kebingungan melihat dirinya. Bukan bingung lagi, Yul benar-benar terkejut. Bagaimana bisa Shin berada di sini, suatu hal yang tidak bisa Yul pikirkan dengan pemikiran sederhananya.

"Kok ada di sini?," tanya Yul ketika Shin sudah berada di hadapannya, penuh keringat serta Shin juga terlihat sedang mengatur nafas. Terlihat seperti seseorang yang sudah berlari jauh.

"Iya," jawab Shin dengan nafas tersengggalnya. Shin tidak bisa menjelaskan alasan ia bisa ada di sini. Tapi Shin senang, akhirnya bisa menemukan Yul.

"Sama siapa?" Tanya Yul, karena tidak mungkin bagi Shin sebagai pendatang tau lokasi pasar tersebut. Pasti seseorang telah membawanya.

Namun, jawaban Shin benar-benar tidak sesuai dengan harapan Yul..

"Sendiri "

Jelas. Bagaimana Yul untuk mengartikan hal tersebut. Yul tidak tahu.

"Kok bisa?," Yul kembali bertanya, meski jantungnya tiba-tiba bedetak kencang, dan membuat sebagai pikirannya berantakan.

"Bisa," dan Shin pun hanya bisa menjawab dengan jawaban seadanya. Karena semuanya tidak mudah untuk Shin jelaskan ketika di dalam hatinya sedang merasakan kekacauan.

"Ya udah, mau ikut?," tanya Yul, karena ia pun tidak punya pilihan lain selain mengurusi urusannya sendiri, dan bisa saja Shin memiliki urusannya sendiri.

"Iya. Saya mau ikut Teteh"

Siapa sangka, Shin ternyata setuju untuk ikut dengannya. Membuat detakan jantungnya tak juga membaik.

Yul menganggukkan kepala. Sebisa mungkin untuk tetap tenang di tengah-tengah hatinya yang menjadi berantakan. Mengajak Shin untuk menemaninya berbelanja. Tapi sebelum itu, Yul mendengar seseorang bersorak dari arah belakang.

"Cie.... Yul...!"

"Ekhem.. ehem....."

Yul dan Shin dengan serempak melihat ke arah sumber suara. Mereka adalah teman-temannya Yul yang tak sengaja melihat Yul bersama dengan seseorang. Terlebih lagi, melihat Yul dengan seseorang adalah pemandangan yang langka. Mereka juga belum pernah melihat pemandangan ini sebelumnya. Tak heran, begitu melihat mereka berdua, mereka langsung bersorak senang, terharu dan juga terkejut.

•••••••

Bujang KotaWhere stories live. Discover now