Bab 10| Ke Warung

42 7 0
                                    

Keesokan paginya, akhirnya Yul bisa menyapu halaman dengan tenang, meski ia harus melakukannya lebih awal, untuk menghindari kejadian yang serupa seperti terakhir kali, yang akan membuatnya harus menunda kembali. Yul tidak menyukai menunda pekerjaan.

Selain itu, Yul akan merasa gelisah jika kebiasaan hariannnya ada yang terlewatkan. Lebih parahnya adalah, hal itu akan mengganggu moodnya.

Maka dari itu, keesokan paginya ia lebih mendahulukan pekerjaan menyapu dari pada aktivitas hariannya terganggu.

Alasan lainnya adalah, Yul sudah memperkirakan rumah Jaka akan selalu ramai entah itu pagi siang bahkan sampai malam sekalipun. Kedatangan tamu dari kota meski tidak ada hubungannya dengannya tapi, secara tidak langsung dirinya juga ikut merasakan kedatangannya.

Saat dirinya dengan serius menyapu halaman tanpa sengaja matanya melirik sekilas ke arah rumah Jaka yang masih terlihat sepi. Hal itu membuat Yul yang sudah memiliki anggapan bahwa, orang kota suka sekali bangun siang, benar adanya.

Kini Yul tahu bahwa, kebiasaan orang kota yang selama ini sering dibicarakan warga desanya kebenaran. Walaupun, tidak semuanya seperti itu.

Setelah melihat rumah tersebut masih sepi, Yul tidak lagi melihatnya. Walaupun, hari-harinya selalu sepi karena pak Jaka juga seorang pekerja. Hingga rumah tersebut sering sepi.

Setelah menyapu bersih halaman,
dilanjutkan dengan membakar sampai di area belakang rumah, tiba saatnya untuk Yul dan Sang Ibu pergi ke Ladang. Masih ada pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Saat diperjalanan menuju ke Ladang, Yul tiba-tiba saja teringat akan Shin. Yul tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Shin hari ini. Yul hanya bisa menebak Shin akan melakukan pemotrertan di suatu
tempat. Sayang sekali, tempat tersebut bukan lagi di tempat yang sama.

Tak banyak memikirkan tentang Shin. Yul melakukan pekerjaannya dengan baik hari ini.

Hingga saat sore hari, ketika ia akan
sampai ke rumah, seseorang menyapanya tepat di depan rumah Jaka.

"Teh.."

Siapa lagi kalo bukan Shin, si bujang kota pemilik paket ganteng.

Dari jauh Yul sudah melihat rumah tersebut terlihat ramai seperti kemarin, ada berbagai macam kamera serta barang-barang lainnya yang terlihat asing di mata Yul. Tapi, Yul tidak akan pernah menduga Shin akan menyapa nya.

Ada senyuman manis saat Shin menyapa.

Yul menganggukkan kepala, sebagai jawaban atas sapaan Shin, dan ia juga memberikan seyumannya. Karena Shin, orang-orang di sana terfokus pada dirinya, dan membuat Yul menjadi malu.

Tak lupa Shin juga menyapa Ibu Yul

"Mak, pulang..."

Shin sudah terlihat seperti warga Desa lainnya saat melihat seseorang lewat depan mata, ia akan memberikan sapaan nya.

"Muhun" /iya

Setelah Shin menyapa tanpa interaksi lanjutan, mereka berdua akhirnya tiba di rumah. Beristirahat sebentar sebelum melajukan dengan melakukan pekerjaan rumah, memasak, menyapu, memberi makan hewan ternak dan rutinitas lainnya.

Tak heran, setelah rutinitas hariannya ditutup dengan mandi, Yul akan duduk menyenderkan punggung ke bantalan kursi di ruang tamu. Tak jarang, Yul kelelahan.

Sebenarnya Yul lelah dengan aktivitas hariannya tersebut. Hanya saja, lebih melelahkan lagi jika tidak memiliki aktivitas apapun. Apalagi tidak sampai pergi ke ladang, Yul akan sangat lelah karena tidak memiliki uang.

Meskipun uang yang didapat sedikit, tapi uang tersebut cukup untuk kebutuhan hariannya dan bisa menyisihkan sedikit uang untuk keperluan lainnya saat mendesak.

Bujang KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang