13Q: Tidak Ada Hubungan Apa-Apa

1.4K 136 3
                                    

13Q

Tidak Ada Hubungan Apa-Apa

*****

Hari Senin pukul 06.20 pagi. Aku memandang gerbang sejenak sebelum keluar dari mobil. Dad membantu mengeluarkan koper ukuran sedang berwarna cokelat milikku dari dalam bagasi. Karena ini masih pagi, aku mengenakan jaket biru tua, menutupi kaos putih polos dengan celana jeans hitam serta sepatu kets ungu. Rambut aku biarkan terurai karena basah akibat aku mandi pagi. Sebelah tanganku menggengam posel yang tadi kugunakan untuk mengirim pesan pada Aika-senpai bahwa aku sudah tiba di FHS. Tak hanya membawa koper berisi pakaian, aku juga menggendong tas yang berisi perbekalanku. Kuharap cukup untuk perjalanan tiga jam ke depan.

"Terima kasih, Dad," aku tersenyum.

Dia membalasnya, "Selamat bersenang-senang."

"Reina," aku memanggil gadis itu yang sedang duduk di jok depan, "Selamat bersenang-senang."

"Kau mengejekku?!" tanyanya ketus. Aku terkekeh. Reina juga mulai perkemahannya hari ini. Dia sama sekali tidak senang. Wajahnya terus ditekuk.

Dad masuk ke dalam mobil. Perlahan-lahan mobil menjauh yang kulambai dengan senyuman. Begitu mobil tak terlihat lagi, aku segera menarik koper dan duduk di bangku taman. Sembari menunggu anggota datang, aku memainkan ponsel sambil mendengarkan musik lewat earphone.

"Reika-chan! Kau sudah lama menunggu?" seseorang menghampiriku yang ternyata Aika-senpai.

"Sekitar tujuh menit?"

Dia membuang napas lalu duduk di sampingku, "Syukurlah kalau tidak membuatmu lama menunggu."

Kami berbincang-bincang dan terhenti begitu suara seseorang memanggil, "Senpai! Shoko-chan!"

Yang memanggilku Shoko-chan seingatku hanya satu orang. Tsuki.

Gadis berambut merah muda itu menghampiri kami dengan senyuman lebar, "Baru kalian yang datang?"

"Em... ya," jawabku, "Tsuki, kau juga ikut bersama kami?"

"Ya. Aku juga sudah menambahkan iuran untuk liburan ini."

"Lagipula," celetuk Aika-senpai, "Tsuki dulu pernah menjadi Manager, setidaknya dia bisa membantu kita untuk melatih mereka."

"Eh? Kau pernah menjadi Manager?" tanyaku mengangkat alis.

Tsuki mengangguk, "Di SMP dua tahun enam bulan dan di SMA hanya dua minggu."

"Kau mengundurkan diri?"

"Ya," Tsuki tersenyum.

"Kenapa? Karena anggotanya yang mengerikan?"

"Bukan. Tapi karena aku masuk Klub Cheers. Sebenarnya anggota Klub Basket tidak mengerikan menurutku," Tsuki duduk di sampingku.

"Tapi kenapa beberapa Manager sebelumnya mengundurkan diri?"

Tsuki terkekeh, "Kau belum tahu? Itu karena anggota klub sengaja melakukannya. Bila mereka tidak menyukai Manager yang hanya mau kepoluleran saja, mereka akan menindasnya habis-habisan. Dipaksa mencuci semua handuk dalam satu malam, menghitung anggaran sendirian, membuat laporan sendirian, harus memijit para anggota, dan masih banyak hal yang melelahkan. Namun bila mereka merasa nyaman dengan Manager-nya, mereka akan menurut dan ikut serta memajukan klub."

Aku terdiam. Benar juga. Selama ini pekerjaanku tidak begitu sulit. Para anggota mau melaksanakan jadwal piket yang kuberikan, bahkan ketika aku disuruh mencuci handuk, mereka tidak pernah menyuruhku untuk selesai dalam satu malam --- walaupun aku sering melakukannya dalam satu malam. Mereka juga tidak pernah menyuruhku untuk memijit mereka, terkecuali Ryo. Itupun sebagai candaan.

Me And The Baby Blue BoyWhere stories live. Discover now