20Q: Itu Tidak Masalah Bagiku

1K 98 8
                                    

20Q

Itu Tidak Masalah Bagiku

*****

Bibirku terangkat. Kertas-kertas di tangan membuat mataku berbinar. Aku sangat senang ternyata banyak yang mendaftar di klub basket puteri! Setidaknya ada dua puluh lembar kertas. Namun senyumanku hilang begitu Kuroko dan Digo memasuki kelas. Melihat mereka membuatku sedih. Sedih karena aku tidak bisa menjadi manager mereka lagi.

"Wah... ternyata banyak juga yang mendaftar, ya?" ujar Digo menghampiriku.

Aku tersenyum tipis sembari menyusun kertas-kertas ini, "Begitulah."

Digo menghela napas, "Tapi, kau tidak menjadi manager kami lagi."

Aku tidak menatapnya, "Ya, begitulah..."

"Ano, Reika-san. Ada yang mencarimu," ujar Kuroko menunjuk ke pintu kelas.

Aku memutarkan kepalak. Di sana ada tiga orang senior yang kemarin sempat beradu mulut denganku.

Kemarin, lebih tepatnya selesai siswa dikumpulkan waktu itu, beberapa gadis menyeretku di belakang sekolah. Mereka mendesakku untuk menjauhi para anggota basket.

Dan aku memang melakukannya. Aku tidak lagi mendekati mereka, kan? Tapi kenapa para gadis itu masih menatapku dengan tajam hingga saat ini? Padahal aku sudah bilang bahwa aku bukan manager lagi di klub basket putera.

Aku memalingkan wajah dari tatapan salah seorang di antara mereka, "Aku tidak mau menemui mereka."

"Kenapa? Padahal akhir-akhir ini kau jadi populer," ujar Digo, "pasti mereka mau jadi temanmu."

"Aku tidak mau," kataku menekankan kalimat.

Kuroko menghampiri mereka. Entah apa yang ia bicarakan sehingga para senior itu menjauh dari pintu sembari mendengus. Aku tidak mau peduli. Jika aku menanggapi mereka, aku pasti ditindas. Aku tahu itu.

***

"Senin, Selasa, Kamis, Sabtu, dan Minggu," gumamku mengetuk-ngetuk pensil di dagu, "jadi untuk klub puteri hari Rabu dan Jumat? Seiji, kurasa dua minggu sekali---"

"Tiga minggu sekali," potong Seiji, "kalian akan latihan gabungan bersama kami hari Sabtu."

"Wow. Mungkin para gadis itu akan mati bila bersama kalian," komentar Aika-senpai menggigit kentang gorengnya, "kalian itu brutal dan bermulut pedas juga sombong. Maaf bila aku keterlaluan, tapi memang faktanya begitu."

Sementara aku mempertimbangkan ide Seiji, Digo datang bersama dengan Kuroko yang kemudian duduk di bangku yang tersisa. Keributan di kantin membuatku tidak bisa fokus sepenuhnya ditambah lagi aroma chess burger Digo menggunggah selera.

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Digo lalu memakan makanannya.

"Menentukan jadwal untuk klub puteri, maksudku untuk klubku," jawabku menyeruput jus jeruk milikku.

"Hm... kenapa tidak sama saja jadwalnya?"

"Entahlah. Aku masih mempertimbangkan ini. Kurasa mereka keberatan bila kita latihan gabungan di hari Sabtu nanti."

"Latihan gabungan?" suara Ryo terdengar, "klubmu mau bergabung bersama kami, Reikacchi?"

Mataku menangkap sosok Aoki yang duduk tak jauh dari kami, "Sepertinya tidak jadi. Aku tidak mau anggota klubku dicemooh oleh kalian," aku bersunggut-sunggut.

"Oh, ayolah. Kami mungkin memberikan komentar yang pedas," celetuk Digo.

"Selain itu, kita bisa tahu siapa yang punya mental lemah," Seiji menimpali, "siapa yang tidak tahan dengan kritikkan, singkirkan, Shokora."

Me And The Baby Blue BoyWhere stories live. Discover now