Hujan

8.8K 562 12
                                    

Diluar sedang hujan.

Aku benci kota ini saat hujan dan itulah yang sedang terjadi sekarang.
Ada suasana mencekam yang selalu menyelimuti saat hujan datang. Aku tak tahu, tapi itu sangat mengganggu.

Tik tik tik.

Aku melirik ke sisi kiri tempat tidurku. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Hujan turun sangat deras begitu pun dengan air yang merembes dari plafonku ini.
Atap kamarku bocor. Walaupun sepertinya hanya sedikit celah, tapi tetap saja suaranya sangat mengganggu.

Clak Clak Clak.
Setiap tetesannya membuat ritme yang sama.

Aku mulai terbangun dan perlahan menurunkan kaki ini hingga menyentuh karpet.

Saat aku berdiri, ternyata ada yang sadar bahwa aku terbangun.

Kandang di pojok kamarku mulai bergerak dan mengeluarkan suara mencicit.
Itu adalah Nollie, musang lucu peliharaanku.
Aku menghampirinya sambil tersenyum. Ia tampak sangat aktif bergerak dalam kandangnya itu.

"Tidak Nollie, sekarang bukan waktunya bermain."

"Hissss". Jawabnya sambil terus bergerak lincah. Mungkin dalam bahasa manusia, itu berarti : "Apa sih, terserah mauku saja lah."

Dasar ollie nakal.

Aku kembali mendekat ke tempat tidurku. Tak lupa menyalakan lampu, meraih laci meja rias dan mengeluarkan lakban besar.

Aku mengamati darimana air merembes dan mulai menempelkannya sambil meloncat dari atas tempat tidur.

Setelah beberapa kali melakukan itu, akhirnya rembesan kecil itu dapat tersumbat juga.

"Huh, melelahkan."

Aku melemparkan lakban tadi ke lantai.

Aku menoleh "Kenapa tirai jendelaku terbuka sendiri? Seingatku, aku sudah menutupnya sebelum tidur tadi."

Kuhampiri jendela dan kututup tirai itu, sesaat bisa kulihat hujan diluar sana yang turun sangat jelas di jalanan depan rumahku.

Aku merinding seketika melihat pemandangan diluar sana. Hujan itu memang menyeramkan.

Aku mulai merasakan lapar dan perutku berbunyi menandakan minta diisi.

Kubuka pintu kamar ini dan langsung menuju dapur. Suara hujan masih jelas terdengar. Aku melihat sekeliling sungguh sepi, terlebih aku memang tinggal sendiri.

Sesampainya didapur, aku membuka kulkas dan yang kudapati hanya ada bahan makanan saja disana. Tak ada apapun yang bisa dimakan langsung. Sial.

Aku menggerutu sambil melihat ke atas. Aku hampir lupa bahwa aku memiliki plafon kaca diatas dapurku ini.

Derasnya hujan semakin jelas terlihat melalui plafon kaca itu.

Aku berjalan menyusuri lorong dan kembali menuju kamarku. Sepertinya, hujan semakin deras.

Kilat dan guntur saling bersahutan saat aku hendak mematikan lampu.

Aku kembali ke tempat tidur dan menutupi seluruh bagian tubuhku hingga leher dengan selimut hello-kitty.

Perutku kembali berbunyi dan aku hanya bisa menghela nafas.

Aku memejamkan mata dan berguling ke sisi kanan.

Untuk beberapa saat, ruangan ini sungguh tenang walaupun suara hujan dan petir masih terdengar.

Tak lama kemudian, aku dapat mendengat Nollie mendesis dan sepertinya melakukan pergerakan yang lebih aktif daripada sebelumnya. Sepertinya ia gelisah.

Aku mulai merasa tidak enak.

Entah kenapa, aku begitu takut untuk membuka mata karena saat ini aku memang sedang berada di sisi yang bisa melihat langsung ke jendela.

Perlahan aku membuka mata dan membeku seketika.

Jantungku mulai berdegup kencang.

Bukankah tadi aku sudah menutup tirainya? Lalu mengapa sekarang terbuka lagi?

Tapi bukan itu yang kupermasalahkan.

Ada sesosok mahluk yang berdiri tepat di luar jendelaku.

Aku tak bisa menjelaskan itu mahluk apa, tubuhnya dipenuhi luka jahitan dan kulitnya seakan membusuk.

Rambutnya seperti tertutup salju sedikit. Matanya hampir diselimuti warna hitam.

Mulutnya terbuka, aku tak mengerti apa itu senyum atau apa. Yang jelas, ia berada sangat dekat dengan jendela karena aku bisa melihat nafasnya yang membuat jendela itu berembun.

Oh tuhan, mahluk apa itu. Tubuhnya basah kuyup karena hujan diluar sana.

Aku masih berbaring dan pandanganku seakan terkunci kedepan. Aku seolah tak bisa mendengar suara hujan lagi, karena aku memang terfokus akan apa yang ada di hadapanku, sesuatu yang tepat berada lurus di pandanganku saat ini.

Mahluk itu masih bernafas dengan ritme stabil sehingga mengeluarkan uap yang meninggalkan jejak di kaca.

Aku masih terpaku sebelum Nollie kembali ribut, kali ini ia seperti mengamuk dan berdesis sangat keras. Aku menatapnya dan ia sedang mencakar kandangnya.

Aku kembali menoleh ke jendela dan mahluk itu pergi. Tak ada bekas nafas di jendela. Semua normal.

Nollie belum berhenti mendesis dan aku segera menutup tirai.

Aku bersender di tirai itu. Memejamkan mata atas kejadian gila tadi. Mungkin aku hanya lelah dan kurang tidur.

Mungkin ini hanya khayalan gilaku karena aku begitu benci atau mungkin takut dengan hujan.

Sampai-sampai, aku bisa melihat "mahluk hujan" tadi.

Aku kembali ke tempat tidur dan mencoba menutup mataku namun wajah itu tak pernah hilang dari ingatanku.

Butuh beberapa waktu sampai aku benar-benar merasa tenang.

Aku kembali berguling ke sisi kanan.

Aku merasakan ada hal yang aneh.

Saat kubuka mata, aku dapat melihat disana.

Bukan hanya tiraiku yang terbuka. Tapi jendela kamarku juga sudah terbuka dengan lebar!


Aku mempertajam pandanganku untuk melihat apa yang di depan sana. Tidak ada apa-apa. Hanya rumah tetanggaku yang ada disebrang sana yang terlihat.

Aku mencoba bangkit dan segera menutup jendela ini.

Diseberang sana, aku dapat melihat tetanggaku terdiam didepan jendela miliknya.

Menatap lurus ke arahku dengan ekspresi wajah yang ketakutan.

Perlahan, aku mulai merasakannya.

Nafas yang terdengar berat dan terasa dingin seperti es itu mengarah tepat di leherku.

Mahluk itu ada di kamarku.

Creepypasta IndonesiaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora