Jangan Lupa Matikan Lampu

6.9K 433 11
                                    

"Yakin nih berani ditinggal?"

"Ya Bu, tenang aja. Beni kan udah gede," kataku.

"Ya udah." Ibu mencium keningku dan berjalan ke mobil. Malam ini Ibu ada reuni dengan teman-teman SMA-nya. Awalnya dia ingin mengajakku, tapi aku menolak. Aku sudah 10 tahun dan tak perlu diperlakukan seperti anak kecil lagi. Lagipula jika ikut, aku tak tahu harus ngapain selain mendengarkan obrolan om-om dan tante-tante yang tak kukenal.

"Ingat ya, jangan tidur terlalu larut. Gosok gigi dulu sebelum tidur. Matikan lampu ketika tidur. Dan jangan buka pintu buat siapapun kecuali ibu," kata Ibu memperingati.

"Ya, ya. Tenang aja Bu."

Ibu tersenyum. Dia masuk ke mobil. "Ibu tidak akan lama kok. Kalau ada apa-apa telepon ya."

"Ya. Hati-hati di jalan Bu."

Ibu melambai sekali lagi sebelum pergi dengan mobilnya.

Yes! Akhirnya aku sendirian di rumah. Ibu tidak pernah berani meninggalkanku sendirian sebelumnya. Aku masuk ke rumah dan mengunci pintu. Lihat, sekarang rumah sangat aman. Aku tak tahu apa yang ditakutkan ibu.

Perutku keroncongan. Aku baru ingat kalau aku beum makan malam. Untunglah ibu sudah menyiapkan makan malam di dapur.

Dapur sangat gelap ketika aku sampai di sana. Aku mencoba mencapai saklar yang ada di dekat kulkas. Sialnya, badanku masih terlalu pendek. Kapan ya aku mulai tambah tinggi?

Kuambil kursi dari meja makan, lalu aku menaikinya. Saat aku berada di atas kursi, aku melihat sesuatu di meja makan. Bukan, itu seseorang. Dia duduk di ujung meja, tapi aku tak bisa melihat mukanya. Buru-buru kunyalakan lampu.

Tidak ada siapa-siapa. Apa aku tadi mengkhayal? Kumatikan lagi lampunya. Orang itu terlihat lagi, duduk diam. Ketika lampu kuhidupkan, dia menghilang.

Aku memutuskan menghidupkan lampu terus, lalu dengan gerakan secepat yang aku bisa, kuambil makanan dan kubawa ke ruang tidur. Sebelum ibu pulang, aku tak akan ke dapur lagi.

Apa kutelpon saja ibu? Tidak! Baru saja ibu pergi, masa aku langsung menelpon. Aku yakin tadi hanya salah lihat. Untuk mencairkan suasana, kuhidupkan TV keras-keras.

Menonton kartun keras-keras membuatku sedikit rileks. Walaupun begitu, aku berusaha untuk tidak memikirkan apapun yang kulihat tadi di dapur. Tak sadar, aku sudah menghabiskan semua makananku. Dan saat itulah aku ingat kalau aku tidak membawa minum. Ini berarti aku harus kembali ke dapur.

Aku sedikit ragu, tapi akhirnya kuberanikan diriku untuk ke sana. Kata ibu, kita harus berani melawan ketakutan kita. Selagi ke sana, aku mencoba mengingat-ingat sesuatu yang menyenangkan. Sejauh ini aku tak melihat apapun yang aneh. Kuambil gelas dan mengisinya dengan air putih. Aku bernafas lega ketika keluar dari dapur. Tuh kan? Kalau aku berani, tak akan ada sesuatu yang terjadi.

Hanya saja, ketika aku ingin kembali ke ruang TV, aku merasa ada yang berbeda. Aku cukup yakin tadi lampu ruang TV hidup. Kenapa sekarang mati?

Aku menelan ludah. Tidak, aku yakin aku hanya lupa. Kuberanikan diri tetap ke sana.....sebelum aku melihat dia.

Kali ini aku melihatnya cukup jelas. Dia duduk di depan TV sambil berlutut. Dari fisiknya, dia adalah wanita yang mungkin seumuran dengan ibuku. Aku tak bisa melihat wajahnya. TV di depannya tidak menayangkan apa-apa, hanya statis.

"Hei...ka, kau siapa?" kataku. Awalnya kukira dia tak mendengar karena suaraku yang terlalu kecil, tapi dia menengok ke arahku dan tersenyum. Senyuman yang sangat lebar sampai kurasa dia merobek mulutnya sendiri.

Aku tak peduli lagi. Kujatuhkan gelasku ke lantai dan aku berlari ke telepon. Dengan panik, aku mencoba menelpon ibuku. Sesekali kulihat ke belakang, memastikan dia tak mengikutiku.

"Halo?" tanya suara di seberang.

"I..ibu? Bisa pulang sekarang? Ada...ada orang di sini..." kataku tergagap.

"Apa? Tamu atau siapa? Kenapa Beni biarin masuk?" Ibuku terdengar sedikit cemas.

"A...aku tak..." Kata-kataku terhenti ketika mendengar langkah kaki. Dia datang.

"Pokoknya cepat pulang!!" Kututup telepon dan langsung berlari ke kamar. Aku sempat melihatnya sekali lagi sebelum kubanting pintu. Aku sangat yakin melihat matanya mengeluarkan darah.

Aku melakukan kesalahan besar. Kamarku saat itu masih gelap gulita. Dan dia duduk di tempat tidurku.

Aku tak bisa mengalihkan pandangan dari dia. Dengan meraba-raba, aku mencoba mencapai saklar lampu. Wanita itu berdiri, lalu dengan perlahan dia menuju ke arahku.

Saat itulah aku berhasil menekan saklar lampu, dan dalam sekejap seluruh kamar menjadi terang. Wanita itu menghilang begitu saja, meninggalkanku yang bergetar hebat. Badanku berkeringat dimana-mana. Aku sampai terduduk saking lemasnya.

"Hantu itu tak ada. Hantu itu tak ada," kataku keras-keras untuk mengurangi ketegangan. "Hantu itu tak ada!!"

"Jangan lupa matikan lampu..." kata seseorang tiba-tiba di telingaku. Dan lampu kamar mati mendadak.

Aku melihat ke samping. Walaupun tadi aku mendengar suara itu sangat jelas, wanita itu kini merangkak ke arahku dengan sangat lamban. Kupaksakan badanku bergerak dan keluar dari kamar.

Karena panik, aku tak melihat jalan dan menabrak seseorang.

"Hei, kenapa Beni?" tanyanya. Itu ibuku.

Aku tak pernah selega itu melihat ibu. Kupeluk dia dengan erat. Sambil gemetaran, aku menunjuk ke kamar. "Beni...ada seseorang di kamar Beni!"

"Masa?" Ibu membuka pintu kamar selagi aku membuntuti di belakangnya. Tidak ada siapa-siapa walaupun kamar itu gelap.

"Tadi ada Bu! Wanita menyeramkan!" kataku membela diri.

Ibu hanya tersenyum, "Sepertinya ada yang udah ngantuk nih. Ayo tidur, biar ibu matikan lampunya."

"Jangan!!" teriakku membuat ibu kaget.

"Kenapa?"

"Jangan, pokoknya jangan. Ibu, temani aku ya hari ini."

Ibu terlihat bingung, tapi mungkin dia benar-benar melihatku ketakutan hingga menurutinya. "Oke oke. Tidur gih. Ibu temani sampai Beni tidur."

Aku naik ke tempat tidurku. Agak sulit bagiku untuk memejamkan mata karena aku masih teringat akan penampakan itu.

"Tutup matanya dong, kalau gak gimana bisa tidur. Tenang aja, ada ibu kok." Ibu memegang tanganku, membuatku merasa jauh lebih nyaman. Aku kali ini benar-benar memejamkan mata sambil mencoba memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Perlahan hujan turun di luar. Untunglah, suara hujan membuatku lebih mudah menenangkan diri. Samar-samar terdengar suara mobil di depan rumah.

Eh. Suara mobil? Apa itu mobil ibu?

"Beni?" panggil seseorang dari luar rumah. Itu ibu. Tangan yang memegang lenganku menjadi dingin.

"Beni? Udah tidur ya?"

Aku membuka mata untuk melihat wanita itu duduk di sampingku. Senyumnya lebar, menampakkan giginya yang kuning bertaring.

"Jangan lupa matikan lampu," katanya. Dan kamarku sekali lagi menjadi gelap.

Creepypasta IndonesiaWhere stories live. Discover now