Patungku

1.6K 153 4
                                    

Ibu menceritakan hal ini ketika aku masih berumur 6 tahun.

Dia berkata bahwa aku bukanlah anak semata wayang, aku adalah satu dari dua bersaudari kecil. Ibu memberitahuku kalau pada saat aku lahir, aku memiliki saudari kembar namun sayangnya ia meninggal pada sore itu juga. Ibu tidak pernah menjelaskan bagaimana ia meninggal atau kapan dan dimana mereka memakamkan jenazahnya. 

Ibu bercerita tentang ayah yang begitu tenggelam oleh duka dan supaya kami dapat selalu mengenang sosok saudari kecilku, ia memahat sebuah patung untuknya.

Patungnya di cat dengan sangat detail. Mulai dari warna biru kedua bola mata bahkan sampai lesung pada pipi mungilnya. Ayahku membandingkan aku sebagai model cadangan, mengingat kami adalah saudara kembar. 

Seiring aku beranjak dewasa, aku selalu mengira patung tersebut adalah patung tiruanku, tapi setelah ibu menceritakan semuanya, aku malah merasa menjadi lebih dekat dengan patung itu lebih daripada sebelumnya. 

Namun rasa itu tidak berlangsung lama setelah aku menyadari bahwa setiap tahun pada hari kelahiranku, ayah selalu mengganti patungnya, dan sekarang patung itu pun tampak seumuran denganku, seolah patung itu terus bertambah usia, seperti halnya diriku.

Ayah terus melanjutkan kebiasaannya ini, hingga aku menginjak masa remaja. Memahatnya hingga tampak lebih tua dan dewasa, beserta pula lekuk perubahan pada raut wajahnya.

Pada ulang tahunku yang ke-18 aku mendapati diriku tak bisa tidur. 

Aku terus berangan-angan tentang bagaimana cara ayah bisa memahat patung itu dengan begitu detil menyerupaiku sampai larut malam. 

Mungkin dia menggunakan fotoku sebagai acuan saat hendak mengecatnya hingga bisa terlihat sangat mirip? Aku benar-benar penasaran. Aku pun memutuskan untuk mengendap-endap kelantai bawah supaya aku bisa melihat sendiri bagaimana ayah mengerjakan patungnya, dan ketika aku melongokan kepalaku mengintip dari balik pintu dapur, seluruh tubuhku memucat seketika.

Disana, di atas meja dapur terbaring patung itu, sementara ayah tengah menyuntiknya dengan semacam cairan sembari ia berbisik,

"Kamu akan selalu jadi patung kecil ayah," dan dapat kulihat jari-jari tangan patung itu menjentik-jentik kaku.

Creepypasta IndonesiaWhere stories live. Discover now