Tou Mina (8)

105K 8.5K 189
                                    

"Love is like a war, fueled easy but it is very difficult to extinguish."

_HL. Mencken

__________________________________________________________

Chara's POV

Saat aku hendak membuka pintu, aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang. Dia juga tampak terkejut. Tangannya yang sepertinya akan mengetuk pintu masih menggantung di udara.

"Lucian? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyaku.

"Memangnya aku tidak boleh mengunjungi kekasihku sendiri?" Lucian malah balas bertanya.

Sejak kapan aku menjadi kekasihnya? Beginikah sifat asli Lucian? Sombong dan seenaknya?  Jade terkekeh mendengar pertanyaanku barusan.

'Kau bahkan lebih dari kekasihnya Chara. Ingat, hubungan mate itu lebih kuat dari apa pun.' Jelas Jade.

'Aku tahu. Hanya saja, tidakkah kau berpikir kadang Lucian itu terlalu suka seenaknya?'  Balasku.

Aku merasakan Jade sepertinya sedang mempertimbangkan apa yang kupikirkan. 'Sepertinya tidak juga.'

'Bagus, kau bahkan sudah berkhianat padaku.'  Kataku yang dijawab Jade dengan tawa keras di kepalaku.

"Kau mau kemana? Kenapa sudah rapi pagi-pagi seperti ini?" Tanya Lucian.

"Aku ingin mencari kerja, dan juga berbelanja beberapa kebutuhan." Jawabku jujur.

Aku dapat melihat rahang Lucian mengeras. Apa aku salah bicara? Matanya menyiratkan ketidaksukaan dengan kata-kataku tadi.

"Apa maksudmu? Kerja apa?!"

"Tentu saja kerja untuk memenuhi kebutuhanku Lucian. Aku kan tinggal sendiri di sini."

Kali ini aku benar-benar mendengar geraman marah dari mulutnya. Matanya berkilat tajam menatapku. "Tidak. Kau tidak boleh kerja!" Katanya melarangku seenaknya.

"Tapi aku harus. Bagaimana aku membiayai hidupku jika aku tidak bekerja?" Tanyaku.

Lagi-lagi kami berdebat, dan saat ini kami bahkan masih berdiri di depan pintu rumahku. Untung saja tidak terlalu ramai di daerah sini.

"Aku yang akan membiayai hidupmu." Katanya santai.

Oke, aku tersinggung. "Apa maksudmu? Kau tidak-"

"Aku mate-mu. Dan aku berhak untuk itu." Katanya dengan nada final. "Ayo." Lucian tiba-tiba menarik tanganku.

"Kemana?"

Lucian berbalik menatapku. "Kau bilang kau ingin belanja. Aku akan menemanimu, tapi tidak untuk kerja. Aku masih mampu untuk membiayai mate-ku."

Aku sedikit linglung saat Lucian kembali menarikku dan mendudukkanku di kursi penumpangnya. Lucian memutari mobil dan duduk di kursi pengemudi. Aku terdiam masih mencerna kata-kata Lucian tadi.

Bagaimana mungkin dia mengatakan dia akan membiayai hidupku?

Tidak berapa lama kemudian kami berhenti di sebuah pusat perbelanjaan yang sangat besar. Kenapa dia malah membawaku kemari?

"Ayo turun." Kata Lucian yang entah sejak kapan sudah membukakan pintu di sampingku.

Aku turun dan Lucian langsung menggandeng tanganku. Aku risih. Bukan karena dia yang menggandengku, tapi karena tatapan orang-orang kepada kami. Hampir semua perempuan yang menatap kami melirik aneh ke arahku.

Tentu saja aneh. Bagaimana tidak jika seseorang yang berjalan di samping laki-laki nyaris sempurna seperti ini adalah gadis seperti aku. Ini sangat sederhana, mari kita perjelas. Seperti ada papan kasat mata di atas kepala kami yang mengatakan, bahwa Lucian pangerannya dan aku pelayannya.

My Mina ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang