Jangan Sepertiku!

21K 1.1K 122
                                    

Aku adalah anak yang pandai, kutu buku, introvert dan aneh.

Aku sangat di benci di sekolah.

Aku selalu di bully, di tindas dan di kucilkan oleh semua orang. Meski begitu aku tidak pernah membalas mereka, karena aku tahu, aku tidak akan bisa melawan mereka, aku menyadari kekuranganku.

Suatu hari akujatuh pingsan setelah seharian di hajar habis-habisan oleh kakak kelasku, aku bahkan harus memuntahkan banyak darah. Lalu dokter memeriksaku.

Dokter mendiagnosa aku memiliki tumor ganas di kepala, akuhanya memiliki waktu 6 hari untuk hidup.

Aku frustasi, dan merasa diriku tak berguna. Aku mulai melukai diri, mengiris nadi, menghajar pelipis, mencongkel kuku jari, sampai aku menyadari kelebihanku.

Aku tahu hidup adalah kejutan.

Senin pagi, aku pergi ke sekolah. Menyusup menjadi koki dadakan.

Aku memasak dan menyajikan makanan untuk semua orang. Semua orang tidak tahu itu aku. Dengan wajah ceria aku melayani mereka.

Semua orang melahap habis masakanku, wajah mereka ceria dan tampak menikmatinya. Sampai satu—per satu jatuh tumbang, terjatuh lalu tak sadarkan diri. Aku memasak Sup daging sapi swiss dengan ekstra obat bius h45m.

Aku mulai mengikat mereka, satu persatu secara berurutan, aku tersenyum. Perlahan semua orang mulai sadar, aku mendekati pembully sambil melihat wajah-wajah itu, lalu aku membakar mereka dengan bensin di tubuh mereka. Aroma daging terbakar tercium harum, aku sangat senang menciumnya.

Akumendekati para guru pengajar , ku pandangi mereka satu persatu sambil melihat wajah yang tak pernah perduli kepadaku, lalu aku menyiram wajah mereka dengan air keras, suara teriakan mereka bagai musik untukku. Aku sangat senang mendengarnya.

Aku mendekati para gadis, ku lihat wajah-wajah penghina dan pengucil itu satu persatu, lalu aku memperkosanya, isakan tangis mereka bagai senandung lembut di telingaku, sekarang aku mencekik leher mereka satu persatu hingga wajah mereka menjadi seungu buah pulm.

Aku mendekati para penghina, ku tatapnya wajah—wajah memuakkan itu, lalu aku menghujani kepala mereka dengan balok kayu, suara keropyak dari tengkorak yang retak terdengar manis di telingaku.

Aku semakin senang.

Suara sirine kepolisian terdengar mengepung. Aku tahu dirinya tidak akan lolos, meski begitu aku tidak takut, karena kematian sudah menungguku.

Aku berjalan keluar dengan tangan di angkat di atas kepala, tersenyum, begitu puas dengan pekerjaanya.

Suara handphoneku berdering. Aku mengangkatnya. Itu adalah dokterku.

Dokter meminta maaf atas kesalahan diagnosanya, aku tidak menderita tumor ganas, aku hanya kelelahan, jadi sekarang aku bisa hidup lebih lama.

Akumematikan handphoneku. Tersenyum pasrah sebelum rentetan tembakan menembus jantungku. Aku jatuh tersungkur menatap langit, sekarang aku tahu bahwa hidup memang penuh dengan kejutan.

Aku tewas tersenyum dengan damai.

Jangan pernah menjadi seperti aku.

Creepypasta IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang