[vi]

1.3K 125 12
                                    

Song for this chapter :

1. Maroon 5 - How

2. Ellie Goulding - Burn

*****

Natalie tertunduk, mencoba mengingat paras sosok pria itu, sosok yang sudah melakukan pelecehan terhadap dirinya, sosok yang meraung-raung meminta Natalie mendekati dirinya, sosok yang mengancam kedudukan perusahannya, sosok yang tidak tahu menahu tentang misi yang sedang dijalankan oleh Natalie, sosok yang tidak tahu berapa usianya sekarang, sosok yang memerlukan kaca batin, sosok yang terlalu tua untuk masuk ke dalam hidup Natalie.

Ia melemparkan kertas yang berisi nomor ponsel itu jauh-jauh, di dalam hatinya, Ia sedang menangis dan berteriak untuk mencarikan pertolongan. Di satu sisi Ia harus menjalankan misinya mendekati Daniel, di sisi lain Daniel meyuruhnya untuk mendekati orang lain yang sama sekali tidak pantas untuk didekati olehnya.

"Kamu mau apa dariku? Aku hanya perempuan lajang yang polos," gumam Natalie lirih.

Natalie beranjak dari lantai marmer dan melangkah menuju luar ruangan, Ia menghampiri Louis yang sedang bergurau dengan ibu serta kakaknya. "Louis, aku harus berbicara denganmu sekarang juga."

Natalie langsung melangkah pergi menuju halaman rumah, Ia tidak peduli jika Louis mengikutin atau tidak. Ia duduk beralaskan rerumputan hijau yang girang menyapa matahari pagi yang begitu cerah. Ia menunggu Louis menghampirinya, Ia memandangi beberapa orang yang sedang berlalu lalang dan menyapanya.

"Kenapa, Nat?" tanya Louis sembari menghampiri Natalie yang sedang menekuk wajahnya.

Natalie mengangkat sebelah alisnya dan mengarahkan bola matanya pada rerumputan yang berada di depannya-mengintruksikannya untuk duduk tepat di hadapannya. Natalie menarik nafas dalam-dalam sebelum membicarakannya pada Louis. "Kau tahu ceritaku tentang guess meeting yang sedikit gila–mungkin maksudku sedikit waras–kan?"

Louis mengangguk. "Ya, memangnya kenapa? Apa yang kau ingin bicarakan lagi tentangnya?"

"Iya, Ia ingin". Natalie menatap pepohonan rindang di seberang rumahnya dan mencoba untuk tidak menatap Louis. "Ia ingin menginginkanku, Ia ingin aku mendekatinya."

Louis menatap kedua mata Natalie yang bulat dan hitam itu. "Kau serius?"

"Ya, aku serius. Pak Daniel yang mengatakannya sendiri kepadaku, Louis," jawab Natalie sembari menundukan kepalanya, berharap Louis tidak menatap matanya lagi.

Louis membulatkan kedua matanya, mencari-cari dimana oksigen berada. "Maksudmu? Bos kita sendiri yang menyuruhnya? Ia sungguh sedang tidak waras, bagaimana Ia menyuruh seorang karyawannya untuk mendekati seorang guess meeting yang tidak dikenal baik olehnya sama sekali?"

Natalie menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan dia yang tidak waras, melainkan aku."

Louis terkekeh mendengar perkataan Natalie. "Mengapa? Kau waras, Nat. Ialah yang tidak waras. Mengapa Ia menyuruhmu seperti itu? Apakah Ia mengancam sesuatu kepadamu–maksudku kita?"

"Ya, Ia mengancam kita semua."

"Oh". Louis menyerengitkan dahinya, Ia sungguh tidak mengerti apa maksud dari 'kita semua'. "Kita semua? Hanya kau, aku dan dirinya kan? Mengapa harus memakai kata 'semua'?"

"Sebab Ia mengancam satu perusahaan, para karyawan juga ikut terlibat, Louis," ucap Natalie sembari menatap Louis.

Louis membeku di tempat, Ia membalas tatapan Natalie. "Ng? Apa maksudmu?". Natalie hanya terdiam dan memberikan tatapan seolah Ia bertanya Apakah aku harus menceritakannya kepadamu? Louis mengangguk, "Ya, ceritakanlah hal itu kepadaku."

Black // tomlinsonWhere stories live. Discover now