[xvi]

1K 110 20
                                    

Song for this chapter :

1. Good Charlotte - I Just Wanna Live

2. Jay-Z ft. Justin Timberlake - Holy Grail

=====

Fajar terbit memasuki celah-celah mata Louis yang tertutup rapat. Dibukanya mata itu secara perlahan-lahan. Semalaman Louis tidur di tempat duduk besi yang sudah disiapkan untuk para keluarga pasien di depan ruang UGD. Ia menunggu Natalie hingga tersadar. Tetapi apa daya, Ia tidur terlalu lelap dan hanyut di dalam mimpi ketika komanya.

Louis beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju jendela yang memperlihatkan suasana di dalam UGD. Dilihatnya seorang gadis sedang tertidur lelap di kasurnya. Pun Ia segera meninggalkan rumah sakit ketika Liam terbangun dan menatapnya dengan sinis.

Tumitnya terasa lemas. Diraihnya kunci mobil miliknya dan ditancapkannya gas menuju gedung apartment. Lalu lintas masih terlampau renggang mengingat sekarang masih pukul enam pagi. Mobilnya menepi di depan gedung apartment. Dipakainya lift untuk mempercepat waktu. Pintu apartment masih tertutup dengan baik dengan secarik kertas yang menempel di punggungnya.

Dear, Louis

Aku pulang ya, sampai bertemu di kantor. Loves, Stacie x

Bola mata itu kini tak memancarkan kehangatan dan rasa cinta terhadap sekelilingnya. Wajah kusutnya itu menandakan bahwa Ia sedang tidak ingin berhubungan dengan siapapun. Dirobeknya kertas itu dan dilemparkannya ke dalam tempat sampah. Handle pintu itu memutar dan masuklah sesosok pria yang sedang kehilangan jati dirinya.

Dengan langkah yang sangat lunglai, Ia mengambil handuk yang terlipat rapi di atas meja kayu. Tumitnya melangkah masuk menuju kamar mandi. Diputarnya shower itu. Air dingin mengalir deras menghujani sosok yang sedang kehilangan jati dirinya. Pikirannya terasa ringan ketika buliran-buliran air dingin itu terus menghujam kepalanya. Dipakainya sabun cair dan dioleskannya dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Dibersihkannya tubuh itu dari kotoran-kotoran yang menempel di tubuhnya. Merasa sudah bersih, Ia mengambil handuk yang menggantung tenang di pintu. Dibalutkannya handuk itu ke tubuhnya.

Kemeja kerja yang tersusun rapi di lemari itu melambai-lambai ke arah Louis, begitu pula dengan kaus santai miliknya. Ia termenung memikirkan masa depannya.

"Pekerjaanku menunggu. Kemalasanku menjadi. Kepedihan menghujam. Kegundahan menanti."

Diambilnya salah satu kemeja dan dipasangkannya kancing-kancing itu dengan pasangannya masing-masing. Dipakainya celana jeans dan sepasang kaus kaki hitam. Disisirnya rambut kusutnya itu. Dipakainya parfum beraroma cokelat. Ditaruhnya kedua tumit kesayangannya di atas sepatu berpoles warna hitam yang mengkilat. Di gantungnya handuk itu di handle pintu.

Sosok Louis yang bersemangat itu kembali, tetapi tidak dengan keceriaannya. Ia melangkah menuju dapur, tangannya menggapai susu kotak yang berada di lemari pendingin. Diminumnya susu itu sebagai penyemangat dan nutrisi pagi untuknya. Merasa sudah segar, Ia segera keluar dari apartment dan menancap gas ke gedung perkantoran.

Lalu lintas sudah mulai merayap. Suara sirine ambulance melatari keadaan di pagi ini. Louis menyalakan tape-nya untuk mencari tahu keadaan lalu lintas di kota London. Rupanya terjadi kecelakaan beruntun. Dengan sangat berat hati, Ia harus memutar balik dengan jalur yang lebih jauh untuk menuju kantornya.

Louis menancapkan gasnya dengan kencang–membuat warga kota London yang berada di sekitarnya menoleh ke arah mobilnya. Berputar sebanyak tujuh blok membuatnya frustasi. Bagaimana tidak? Jarum panjang di jam tangannya sudah hampir menggapai pukul delapan pagi.

Black // tomlinsonOnde histórias criam vida. Descubra agora