[xxii]

1.1K 111 14
                                    

Song for this chapter :

1. Christina Perri - Human

2. Christina Perri - Arms

[PLAY SONG ON MULTIMEDIA, PLEASE]

=====

Natalie terus menunduk dan memperhatikan surat undangan itu. Ia tak mengerti lagi tentang alur kehidupannya yang sekarang. Hatinya hancur berkeping-keping. Air matanya kembali jatuh untuk kesekian kalinya.

Ia menatap ke arah Liam dan tak pernah bisa memudarkan tatapan itu karena Liam satu-satunya orang yang masih mengerti tentang perasaannya.

Hati keras Liam terenyuh karena melihat kedua bola mata adiknya berkaca-kaca. Pun Ia segera memeluk sang adik dan mengecup keningnya.

"Liam." Natalie memanggil nama sang kakak dengan nada yang parau sembari tersedu-sedu.

Liam bisa merasakan kehancuran hati yang menjadi berkeping-keping itu. "Ada apa, Nat?"

"Semuanya sia-sia." Isakan tangis Natalie semakin lama semakin kencang. Undangan pernikahan yang dipegangnya pun menjadi basah.

Liam segera memastikan kepada Natalie bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Semuanya akan baik-baik saja jika kau bisa duduk di sofa dengan lelaki lain, lelaki yang bisa memberikan kepastian kepadamu. Move on, Natalie."

"I can't, Liam." Ia menaruh surat undangan itu di sampingnya. Kedua tangannya ditelungkupkan  di atas wajahnya.

"Ayolah, kamu pasti bisa."

Natalie menggeleng dengan cepat. "Biarkan aku menyiksa diriku sendiri." Ia melepaskan kedua tangannya dari atas wajahnya. "But I'm only human. And I bleed when I fall down. I'm only human."

Liam mendengarkan adiknya sedang bernyanyi. Suara bergetar dan terdengar parau dan lirih. Pun sebagai seorang kakak Ia merasakan perasaan adiknya. Liam melepaskan pelukannya dan ikut bernyanyi. "And I crash and I break down. Your words in my head, knives in my heart. You build me up and then I fall apart. Cause I'm only human."

Natalie tersenyum kecil ketika sang kakak ikut merasakan kesedihannya. Tetapi raut wajahnya menjadi datar ketika melihat kakaknya memasang wajah tidak biasa.

Natalie pun segera menoleh ke arah belakang. "Louis?" Ia terkejut melihat orang yang hilang selama enam bulan kembali lagi dan menginjakkan kaki di halaman rumahnya.

"Akan aku biarkan kalian berdua." Pun Liam beranjak dari tempatnya dan segera masuk ke dalam rumah.

Natalie yang melihat kakaknya pergi langsung memasang wajah kesal. "Untuk apa kau ke sini?"

"Untuk menemuimu." Louis segera duduk di samping Natalie.

Natalie tersenyum kecut. "Untuk membujukku datang ke pernikahanmu itu?"

"Pernikahan?" tanya Louis. "Oh, aku bisa menjelaskan semuanya."

"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Louis," ucap Natalie sembari beranjak dari tempatnya sembari membawa undangan yang diberikan oleh Louis.

"Natalie!"

Natalie memberhentikan langkahnya. Ia memberikan Louis kesempatan berbicara. "Apa lagi?"

"Kau tidak perlu dateng ke pernikahanku," ucap Louis, "Kaulah yang akan menemaniku mengucapkan janji sehidup semati, Natalie!"

Natalie memutarbalikkan tumitnya. Ia berjalan menghampiri Louis sembari memperlihatkan undangan pernikahan Louis. "Lalu bagaimana dengan ini, Louis?!" Ia menujuk-nunjuk ke arah undangan itu. "Kau pikir ini lucu?!"

Natalie memukul dada bidang Louis, tetapi dengan saat yang bersamaan Louis memeluk erat Natalie.

"Aku merindukanmu, Natalie."

Natalie kembali menangis. "Aku juga merindukanmu, Louis."

Pun Louis melepaskan pelukan hangatnya kepada Natalie. Ia segera merembut undangan pernikahan itu. Nama Stacie dirobeknya dari atas undangan itu, tetapi ternyata nama wanita yang tertulis dengan tinta permanent adalah nama Natalie.

Natalie menyerengitkan kedua dahinya dengan air mata yang masih berjatuhan.

Louis kembali melanjutkan aksinya. Ia membuka surat undangan itu dan bukan alamat sebuah gedung pernikahan melainkan sebuah tulisan besar dengan sebuah cincin emas putih bercampur biru yang menempel.

Louis memperlihatkan tulisan itu kepada Natalie dengan cara memegang tulisan itu di atas dada bidangnya dan menghadap Natalie.

Natalie kembali menangis. Ia menunggu Louis mengucapkan apa yang ada di dalam surat undangan itu.

"Will you marry me, Natalie?"

Natalie menghapus air matanya dan mengangguk dengan cepat. "Yes, I will."

Louis segera memasangkan cincin itu kepada Natalie. Mereka pun berpelukan.

"Tetapi bagaimana dengan Stacie?"

"Si jalang itu sekarang merana. Aku dan Pak Daniel sama-sama memilih perempuan yang lebih baik darinya."

Louis melepaskan pelukannya dan segera mengecup bibir Natalie.

Diam-diam Jane dan Liam sedang memperhatikan Louis dan Natalie.

"Kapan kau akan melamar seorang gadis, Liam?"

"Setelah aku benar-benar bisa memastikan adikku bahagia dengan si berengsek itu."

Jane pun terkekeh sembari merangkul anak sulungnya.

=====

A/N

Yeay! Selesai deh ceritanya:3 Gimana endingnya? Happy ending kan? Ada yang mau bonus chapter? Gimme your vote and comment!

Louis Tomlinson on Multimedia!

Sincerely,

Shafa xxx

Black // tomlinsonWhere stories live. Discover now