[viii]

1.1K 135 20
                                    

Song for this chapter :

1. Ms. Jade - Why You Tell Me That

2. Monkees - Laugh

=====

"Begini, Nat", Daniel menghentikan percakapannya dan meneguk seteguk kopi hitam hangat yang sudah disediakan oleh Jane, lalu Ia melanjutkan percakapannya, "Kau yakin ingin mendekatinya?"

Natalie membelalakan kedua matanya, "Mengapa bapak bertanya seperti itu kepada saya?–maksudku, kau yang menyuruhku untuk melakukan hal seperti itu, tetapi kau juga yang bertanya-tanya apakah aku bersungguh-sungguh atau tidak."

"Ya, saya tahu perasaanmu pada saat saya bertanya seperti itu kepadamu", Ucap Daniel seraya menebarkan senyuman tipis khasnya. "Saya cemas jika akan ada hal-hal yang tidak baik yang akan menimpamu dan itu semua berhubungan dengan Pak Efron."

"Saya yakin jika itu memang yang terbaik", Ucap Natalie sembari memainkan kuku jari-jari tangan bersinar miliknya.

Daniel memberikan tatapan akan adanya tidak keyakinan, Ia meneguk seteguk kopi hangat itu kembali sebelum memulai perkataannya. "Apa yang membuatmu ingin benar-benar mendekatinya? Apa itu hanya untuk menyelamatkan perusahaan kita?"

Natalie mengangguk, "Ya, saya tidak akan membiarkan Ia menghancurkan perusahaan tempat saya bekerja, karena hal yang tidak masuk akal. Apa jadinya karena patah hati, lalu menghancurkan bisnis perusahaan lain? Itu sungguh sangat tidak masuk akal dan memalukan, pak."

"Ya, saya tahu akan hal itu. Itu memanglah tidak masuk akal, Nat", Ucap Daniel. "Itu siapa?" Daniel menunjuk ke arah Liam yang sembari tadi mengintip Natalie dan Daniel yang sedang berbincang-bincang.

Natalie menahan tawanya dan melototi Liam pertanda Liam harus masuk ke dalam kamarnya–karena itu sangatlah tidak sopan, "Liam, kakak saya."

Daniel terkekeh melihat tingkah laku kakak beradik itu, "Pasti kalian sangat tidak akur."

"Biasanya sih seperti itu pak, tetapi sekarang kami sedang akur karena–", Natalie memberhentikan ucapannya, Ia baru menyadari bahwa setelah kata 'karena', Ia akan membicarakan hal tentang misinya dengan Louis, Ia pun mencari akal agar Daniel tidak curiga kepadanya. "Karena saya kebingungan tentang mata kuliah yang sedang saya ambil, pak."

Daniel memangut-mangut, "Oh, seperti itu."

"Ya, lalu apa tujuan bapak kemari?", Tanya Natalie seraya menebarkan jurus senyuman menawannya agar orang lain yang ingin berbicara kepadanya langsung memasuki inti pembicaraan dan tidak bertele-tele.

"Oh, ya". Daniel membenarkan posisi duduknya sebelum Ia menjelaskan tujuannya datang kemari, "Aku hanya ingin kau berhati-hati, Nat."

"Berhati-hati untuk apa?", Tanya Natalie sembari mengangkat sebelah alisnya dan menyerengitkan dahinya–pertanda Ia sangat penasaran dan sangat antusias untuk mendengarnya.

Daniel menatap Natalie dalam-dalam, "Ia seorang duda."

Natalie membelalakan kedua bola matanya, "Jadi maksudmu aku harus berhubungan dengan orang yang sebelumnya sudah memiliki istri?"

Daniel mengangguk, "Dan juga sudah memiliki dua orang anak."

"PARDON?!". Natalie terkejut, pun bernafas tak beraturan, dadanya menjadi lebih sakit daripada biasanya.

"Maafkan saya, Nat. Saya hanya ingin memberitahumu", Ucap Daniel sembari menundukkan kepalanya, tak kuasa melihat wajah Natalie.

"Saya permisi, asthma saya kambuh, pak". Natalie segera beranjak dari kursi dan meninggalkan Daniel yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran sendirian. Ia segera masuk ke dalam kamarnya.

Black // tomlinsonWhere stories live. Discover now