Delapan : As If

3.2K 395 14
                                    

Ada satu hal di dunia ini yang bisa membuat Mischa merasa jika ia adalah seseorang yang gagal. A perfect failure. Yakni, ketika seseorang yang sudah mengaduk pikirannya mengatakan jika ia mencintai Mischa dan ingin hidup dengannya sebagai seorang pria yang memilih seorang perempuan untuk menjadi bagian hidup si pria seutuhnya.

Shit!

Kejadian seperti itu harusnya tidak pernah terjadi. Ia sudah nyaman dengan keadaan hidupnya yang seperti ini, yang settle tanpa perlu urusan percintaan menjadi salah satu hal yang nantinya menjadi beban tak kasat mata. Cinta bukan hanya sekadar kontak tubuh, yang mana saat kau tak ingin maka kau tak perlu melakukannya, dan saat kau bosan kau bisa pergi mencari pasangan lain. Bukan berarti ia tidak ingin dicintai, namun ia belum siap. Jatuh cinta butuh banyak pengorbanan, butuh waktu, usaha, emosi, dan kesetiaan. Dan yang terakhir itu, ia tak yakin jika ia bisa melakukannya. Tidak untuk saat ini.

Ia bukan tipe orang yang bisa setia. Coba saja tanyakan padanya, mana yang lebih click dengan penampilannya, Max Mara atau Burberry? Sama-sama chick and casual. Pasti ia akan berkata, "oke, Burberry!" tapi besok ia akan mengatakan, "Max Mara, oh, God!"

Jangankan hubungan jangka panjang, pakaian saja sudah plin-plan seperti itu.

Tapi ada satu hal yang membuatnya sukses menarik diri selain kesetiaan. Dan itu sudah dalam tahap untouchable.

Dan kini, ia sudah duduk di lantai sambil membelakangi pintu yang terkunci rapat. Dan di balik pintu itu, ada Nate yang tengah duduk di kursi pantry sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ini sekenario terburuk yang bisa ia bayangkan. Ia tidak menyangka jika jatuh cinta butuh waktu yang sangat singkat, di saat ia belum siap.

Setidaknya tidak sekarang.

Jangan salah, Mischa memang menyayangi Nate. Namun hanya seperti partner kerja, as if. Tidak ada attachment lebih. Mungkin ia sedikit kesal saat melihat Jenna bersama Mika Lyod-belakangan ia tahu pria itu dari berita saat ia ditangkap karena masalah DUI dengan dua prostitusi dan bermasalah dengan obat-obatan terlarang, atau ia merasa jika Nate perlu seseorang yang harus selalu mengurusnya karena ia bisa berantakan jika dibiarkan hidup sendirian. Namun hanya sekadar itu, tidak ada perasaan lebih sampai... cinta?

Mischa membentur-benturkan kepalanya ke dengkul.

"Shit!" Geramnya.

Mischa merutuki keputusannya untuk masuk ke kamar dan mengunci pintu, sekarang ia tidak bisa apa-apa. Harusnya ia segera mengambil tas tangannya dan pergi keluar, entah kemana yang penting tidak di ruangan yang sama dengan Nate. Jika sudah seperti ini, ia jadi tidak bisa keluar untuk minum, makan, mengambil palet cat, tanpa bertemu dengan Nate. Ia hanya bisa berharap jika Nate akan pergi meninggalkan rumah, setidaknya sampai kepala dan hatinya bisa berfungsi kembali seperti sedia kala. Sekarang hanya ada benang kusut yang mencekik, yang membuatnya kesulitan bernapas.

Namun selama apa pun ia menunggu, ia tidak mendengar ada suara pintu terbuka dan tertutup kemudian. Nate masih di sana, menunggu jawaban.

Tadi, ketika ia baru sampai ke ke flat mereka, ia melihat sosok Nate yang tengah duduk tegak di sofa. Biasanya, jika Nate yang pulang terlebih dahulu, ia akan menonton televisi atau sibuk dengan gitarnya. Tapi tadi, jangankan televisi, lampu saja tidak ia nyalakan sehingga apartemen gelap gulita. Saat ia menyalakan lampu, malah si tegang itu yang didapatinya. Ia terlihat tegang, dan serius dengan wajah kaku yang tak nyaman untuk dilihat. Mischa tahu ada yang salah.

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Where stories live. Discover now