Tiga Puluh : If Only You Knew

10.9K 398 99
                                    

Biasanya di jam delapan pagi, Nate akan duduk di kursinya di Studio sambil menikmati kopi panas buatannya sendiri. Namun sekarang, ia tengah duduk di teras sembari memandang ke tanaman yang Mum rawat; dengan bed hair dan wajah kosong tanpa kopi yang selalu mengisi lambungnya setiap pagi. Udara pagi ini tidak terlalu buruk, fine dust hari ini tidak terlalu tinggi sehingga ia bisa duduk nyaman tanpa memedulikan ia akan terganggu dengan udara yang akan membuat hidunya jadi sedikit gatal.

Kini ia lebih sering berkunjung ke Korea. Ia merasa hidupnya lebih seimbang dengan keluarga setelah sekian lama ia lupa jika dulu ia selalu dekat dengan keluarganya sampai ia berkarir dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke Korea setelah Dad kembali bertugas ke sana. Hidup memang tidak bisa terprediksi, tak pernah terbayang olehnya jika kedua orang tuanya pindah ke Korea dan menghabiskan hari tuanya di sana.

"Kapan kamu ke bandara?" Dad duduk di sebelah Nate dengan Mong yang ikut dan duduk di pangkuan Dad.

"Nanti jam satu."

"Hmm..."

"Dad," Dad menoleh, "kenapa kau memilih untuk berkeluarga?"

"Karena aku bertemu dengan ibumu. Kami jatuh cinta, dan akhirnya menikah."

Terdengar sangat simpel. Nate tersenyum membayangkan Dad dan Mum saat pertama kali mereka bertemu di bandara. Dari satu pertemuan ke pertemuan lain, jatuh cinta dan akhirnya menikah. Satu siklus luar biasa yang terjadi sebegitu mudahnya pada semua orang bukan hanya pada Dad dan Mum. Meryl Streep dan Don Gummer, Hugh Jackman dan Deborra-Lee Furness, Victoria dan Beckham, Chris Hemsworth dan Elsa Pataky, dan sederet manusia-manusia lain yang berjejer di deretan panggung terdepan yang siap menerima penghargaan atas kisah romantis bak film-film laris di luar sana.

"Simpel dan klise." Dad tertawa ketika menjelaskan, "but that's it. Jawaban terbaikku, dan kau lahir dua tahun kemudian. Hanya dirimu sendiri setelah Mum, ya, kau tahu, kanker sehingga rahimnya harus diangkat. Tapi aku senang sekarang ia sehat dan lincah seperti White Rabbit di Alice in Wonderland sekarang."

"Mum wanita hebat."

"Nate... pada waktunya nanti, kau akan merasakannya juga. Mungkin tidak sekarang, bisa beberapa tahun yang akan datang. Kegagalan pertanda jika berhasil itu ada dan butuh usaha ekstra." Dad menepuk punggung Nate, satu gestur penyemangat yang mungkin dibutuhkan Nate saat ini.

"Ya."

"Sarapanlah dulu, sepertinya Mum memasak sesuatu yang enak, wanginya sampai tercium ke sini." Dan sudah berdiri setelah bersusah payah menyingkirkan Mong dari pangkuannya. Anjing itu kian terlihat gemuk saja setiap harinya.

Nate mengekor Dad menuju ruang makan. Tak banyak barang yang ia bawa, sehingga ia tak perlu terburu-buru membereskannya. Mum menaruh sepanci besar sup ke atas meja dan kembali membicarakan tentang para tetangga, dokter hewan yang mengatakan jika Mong harus diet, dan hal lainnya. Percakapan sehari-hari yang dulu sering ia dengar. Dan beginilah harusnya ia menjalani hari, tanpa kekhawatiran dan rasa bersalah.

***

"Hai, Mas! Dateng juga akhirnya, ini Mischa, kan, ya?" Adisti mengulurkan tangannya pada Mischa setelah melepas sarung tangannya, "saya Adisti." Adisti, wanita dengan sepatu heels iconic keluaran Giuseppe Zanotti, the snake heels, yang sudah bisa dipastikan darah artsy mengalir dalam dirinya. Mischa tau, Adisti bukan kurator biasa.

"Saya suka konsepnya, nyaman tapi asing." Mischa menjabat Adisti formal.

"Makasih, akhirnya setelah diundur karena pandemi, pameran ini bisa jalan juga."

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Where stories live. Discover now