Lima Belas : We Meet at Hello

2.1K 274 3
                                    


"Kau benar-benar akan menjual flat ini?"

Nate menyesap kopinya, dimatikannya rokok yang asapnya sedari tadi berbau mentol. "Ya," jawabnya singkat.

"Oke, dude. Aku hanya kaget."

"Setelah pemberitaan di berbagai media, rasa kagetmu baru muncul sekarang?"

"Setelah semua pemberitaan aku terkejut karena kau ingin memperjelas semuanya dengan menjual flat milikmu"

"Mempertahankannya tidak akan merubah apa pun."

Greg menatap sekeliling flat milik Nate yang sudah kosong. Kecuali dua stools coklat yang sedang mereka duduki.

It hurts to let go. Sometimes it seems the harder you try to hold on to something or someone the more it wants to get away. You feel like some kind of criminal for having felt, for having wanted. For having wanted to be wanted. It confuses you, because you think that your feelings were wrong and it makes you feel so small because it's so hard to keep it inside when you let it out and it doesn't coma back. You're left so alone that you can't explain. Itu adalah kutipan kata-kata Henry Rollins di bukunya The Portable Henry Rollins yang tidak sengaja Nate baca di toko buku beberapa hari yang lalu.

Bagaimana idolanya yang dulu bergabung dengan Black Flag bisa menulis kata-kata seperti apa yang sedang ia rasakan saat ini. Bagaimana hatinya seperti dicungkil berkali-kali dan ditambal dengan pekerjaan bertubi-tubi yang sebenarnya tidak bisa menjadi plester untuk menutupi hatinya yang berlubang. Meski sudah tiga bulan berlalu, namun Nate masih terbelenggu perasaan yang sama. Sama seprti Rollins yang selalu mengagungkan Madonna hingga ia membuat lagu atas nama queen of pop itu.

Bagaimana seseorang menjadikan dirinya sebagai porosmu dan kau kerap mengitarinya, menumpukan hidup padanya, dan menjadi gila karenanya.

Semenjak berbagai media menyorot usainya hubungan Nate dan Mischa, tak henti-hentinya ia menjadi objek pandang berbagai mata tiap kali ia melangkahkan kaki di tempat umum. Bahkan sampai kantor pun, pandangan itu selalu mengikutinya diam-diam. Di sela lirikan takut para pegawai lainnya, atau saat pandangannya beralih ke tempat lain. Itulah hidupnya sekarang ini. Dan dengan menjual flatnya, ia tahu, jika kini ia tengah menyulut api lebih besar.

Ia menenggak sisa Blue Moon di gelasnya dan memandang ruangan yang telah kosong dengan sisa debu yang mengeras sehingga meninggalkan jejak lokasi barang-barang yang dulu ada di atasnya. Jejak sofa yang dulu sering menampung dirinya atau Mischa yang sedang menonton, rak buku yang sebagian besar berisi majalah-majalah milik Mischa; kadang ia pun sering membacanya dan mengomentari isinya yang kebanyakan sangat sepele, jejak pot besar yang dulu berisi tanaman yang entah mantan istrinya itu beli di mana, jejak kulkas yang berada di dekat lorong, dan jejak-jejak lain yang dulu pernah menjadi tempat bagi sesuatu yang mungkin berarti.

"Ah, rasanya sudah lama sekali semenjak aku menginjakkan kaki ke tempat ini. Terakhir kali... ah, setahun lalu? Dua tahun lalu?"

"Barbecue dua tahun lalu? Kau salah membelikan saus dan Mischa marah karenanya."

"Oh, ya! Istrimu itu galak sekali. Maksudku... mantan istrimu."

Nate tertawa, matanya menyipit, dan banyak orang bisa menyimpulkan jika ia memiliki darah campuran ketika melihat pria satu ini tertawa. Setidaknya itu yang disampaikan oleh Mischa dipertemuan pertama mereka.

Bagaimana hanya satu tawa dapat berlanjut pada hubungan jangka panjang yang tidak ada satu pun dari mereka sadari. Bagaiman satu cerita dapat berlanjut ada cerita lain yang lebih intim, dan bagaimana satu pertemuan dapat berlanjut ke pertemuan lain. Dulu Nate hanya tertawa ketika Mischa mengatakan jika semua itu adalah takdir. Atau mungkin Jinx?

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Where stories live. Discover now