Sembilan Belas : Cartier And Tiffany

1.8K 190 18
                                    

Tiap orang punya playlist-nya sendiri-sendiri. Ketika senang, sedih, fokus, atau bahkan sedang bersantai melepas penat setelah bekerja dari senin sampai jumat, terkadang pun sabtu. Seperti saat Mischa memeriksa lagu apa saja yang ada di Sportify milik Abde yang biasa ia dengarkan, kebanyakan didominasi Kodeline, Coldplay, dan Muse, ada beberapa Sara Bareilles dan John Mayer yang Mischa sukai, dan sisanya benar-benar random. Bahkan Mischa sampai mengernyitkan kening ketika ada beberapa yang tidak pernah ia dengar namanya. Isaac Gracie, who?

Ia lantas menaruh kembali ponsel Abde di meja sembari menunggui pemiliknya selesai meeting lewat Skype. Mereka sedang ada di Sofia at The Gunawarman, rencananya makan malam di akhir pekan bersama, tapi kenyataannya Abde kembali harus mengurusi pekerjaannya dulu sebelum mereka benar-benar makan malam secara harfiah. Mischa yang sudah lapar tadi telah memesan terlebih dahulu, namun pada akhirnya nafsu itu hilang. Kini ia menikmati barramundinya dengan setengah hati.

"Sori, Cha." Abde menutup laptopnya dan melihat piring Mischa yang sudah setengah habis porsinya. "Enak?"

"Kayak nggak pernah nyobain aja."

"Wow, now I know I made a mistake."

"Kerja itu ada jamnya, lo udah balik ngantor jam segini masih meeting sih gila namanya."

"Pusatnya kan nggak di sini, Cha. Jam segini di New York jam kerja. Lo tau banget, kan."

Mischa menaruh napkin yang ada dipangkuannya ke meja, tanda ingin berdebat.

"Kalo ujung-ujungnya lo bakalan kerja pas kita makan malem, mending di-pending aja ketemuannya jadi besok-besok."

"Oke, oke." Kini Abde melipat tangannya di atas meja.

"Pesen dulu, gue kan ngajakin lo makan ada hal yang mau gue ceritain ke elo."

Abde menurut, ia memesan menu yang sama dengan apa yang Mischa pesan.

"Oke, lo mau cerita apa? Naik pangkat?"

Mischa sedikit tersentak, tidak menyangka jika Abde dapat menebak secepat itu. Padahal, awalnya ia ingin Tarik ulur terlebih dahulu, bukan langsung disambar begini umpannya.

"Nggak seru, sensitif dikit dong, pura-pura nggak tau."

"Sori, sori. Otak gue masih di setel ke logika."

"Resek, ah."

Abde tertawa melihat wajah Micha yang kini cemberut, "jelas, lo pasti udah denger akuisisinya. Orang saham, kupingnya di mana-mana emang."

"Iyalah, kalo nggak gitu gimana gue bisa jadi analis kan. Trus kursi lo empukan dong sekarang?"

Pesanan Abde datang menemari tawa Mischa yang kini sudah mulai tidak bete lagi. Matanya kini mulai berbinar, napkin-nya kini sudah ada dipangkuannya lagi.

"Sekarang gue punya ruangan sendiri, kursi gue lebih empuk, dan ada asisten. Lo kenal Meri?"

"Nggak." Jawabnya cepat.

"Kapan-kapan gue kenalin, partner yang sekarang jadi asisten."

"Akuisi ini ide siapa sebenernya?"

"Dua belah pihak." Kata Mischa disela ia menikmati potato salad-nya.

"Maksud gue—"

"Gue cuma ngajuin proposal mentahnya, Arnelita menyambut, dan here we go, sailing on the sea." Mischa mengatakannya dengan penuh kebanggaan dibalik senyum tipisnya.

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora