#14

118K 8.7K 45
                                    

•BUDAYAKAN VOTE DAN COMMENT SETELAH MEMBACA•

TAP TO RECOMMENDATION•

"Tapi bukannya bos nggak ikut ya?" tanya Dino hingga membuat mereka yang disana menatap satu sama lain, bingung.

🍂🍂🍂

Bunyi ketukan terus mengiringi lamunan Dara. Cewek berambut lurus itu menatap ke depan dengan pikiran yang kosong. Celemek maroon masih melekat di tubuh mungilnya, tanda bahwa ia masih bekerja.

Suara bising caffe bagaikan lenyap di telinga Dara. Ia masih memikirkan perkataan dari Dino yang memaksanya untuk segera mendapat alasan tepat akan hal itu.

Sejam sudah berlalu, namun, kedua sahabatnya masih menemaninya di dalam caffe. Tidak sepenuhnya menemaninya, karena mereka seolah memiliki dunianya sendiri. Seperi Luna yang berada di meja lain bersama Doni dan Maya yang tetap di meja dekat kasir bersama Dino. Dara tau, mereka sama-sama membicarakan tentang event Bela Negara itu, namun Dara bersumpah mereka berempat akan mengalami cinta lokasi.

"Mikirin apa?" Riyan menepuk pundak Dara membuat cewek itu terkejut.

"Gak ada bos hehe" kekeh Dara.

Riyan memegang kedua pundak Dara. "Kalo ada masalah, bilang ke gue. Siapa tau gue bisa bantu,"

Dara mengangguk. Hatinya seolah sejuk mendengar ucapan dari Riyan. Entah mengapa, ketika Riyan perhatian kepadanya, ia merasa lebih baik.

Plup!

Ponsel Dara berbunyi, tanda ada notifikasi chat yang masuk. Riyan sudah pergi beberapa saat yang lalu. Cowok itu sedang memperhatikan pekerja lainnya yang sedang memasak di dapur. Dengan cepat, Dara menyambar ponselnya dan menemukan sebuah chat dari Keylan.

Keylan Batako
Ke rmh

Hanya dua kata. Ya, begitulah Keylan. Dara dulu awalnya mencak-mencak mendapat hal seperti itu, namun sekarang ia sudah terbiasa. Mungkin irit bicara adalah keturunannya dari lahir. Sempat Dara berpikir, Ibunya dulu mengidam apa hingga memiliki anak yang sangat judes, cuek, dan tak berperasaan itu?

Tepat hari ini, Dara sudah menjadi pembantu di rumah Keylan selama dua minggu. Pekerjaannya hanya mencuci piring, menyapu, dan juga memasak untuk cowok jakung itu. Benar-benar mirip seorang pembantu.

Langkah Dara terhenti di depan pintu rumah minimalis yang megah. Dengan naik ojek sepulang kerja, cewek berambut lurus itu memutuskan kesana.

Tok tok tok

Pintunya ia ketuk pelan. Menimbulkan gema di dalam rumah.

Pintu cokelat itu terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya dengan serbet di bahunya.
"Non cari siapa?" tanya wanita itu.

"Keylan, bu. Ada?" jawab Dara sopan.

"Jangan panggil bu, neng. Panggil bibi. Bi Lastri," terang bi Lastri disertai anggukan dari Dara.

Bi Lastri mempersilahkan Dara masuk ke dalam rumah. Lalu ia menghilang ke lantai dua untuk memanggil Keylan.

Tak lama kemuadian, Bi Lastri datang membawa jus mangga dan menaruhnya di atas meja.

"Bi Lastri baru ya disini?" tanya Dara sambil menyesap jus mangganya.

"Bibi mah udah lama, non. Dari den Keylan masih kecil bibi udah disini,"

"Tapi kemarin kok Dara nggak ngeliat bibi ya?"

"Tiga minggu yang lalu bibi minta cuti non. Anak bibi lagi kondangan di kampung,"

Pantesan aja dulu dia nerima tawaran gue, batin Dara.

Pintu depan rumah dibuka kasar hingga menimbulkan suara yang menyentak.

Bi Lastri tau apa yang harus ia lakukan, wanita paruh baya itu segera menarik Dara dari ruang tamu dan membawanya ke kamar yang terletak di dekat dapur.

Dara kebingungan. Sebuah suara teriakan masuk ke gendang telinganya.

"KEYLAN!" teriak pria itu.

Keylan yang malas meladeni pria itu hanya keluar dari kamar sambil menyangga kedua tangannya di pembatas besi.

"TURUN KAMU!"

Dengan ogah-ogahan, Keylan turun dari lantai dua sambil memasukkan tangannya di dalam saku. Ia tau jika membantah pria di hadapannya ini sangatlah percuma.

"HABIS KEMANA KAMU SEMALAM? KE CLUB LAGI?! SUDAH BERAPA KALI PAPA PERINGATKAN JANGAN KESANA!"

Papa?

Dara kaget ketika kata itu keluar dari suara baritonnya yang menggema di segala penjuru. Ia menatap Bi Lastri bingung. Seolah tau apa yang Dara pikirkan, Bi Lastri berbisik, "Nanti bibi ceritakan,"

"Papa? Cih, anda sangat tidak pantas disebut Papa. PAPA SAYA SUDAH MATI!" ucap Keylan dingin.

Gigi pria itu bergemelatuk. Tangannya mengepal kuat hingga memutih. Keylan benar-benar membuat emosinya memuncak.

"Kenapa? Anda mau memukul saya? Pukul saja! Saya tidak peduli!"

"ANAK DURHAKA!"

PLAK!

Tamparan keras mengenai pipi Keylan hingga menimbulkan bekas merah disana. Keylan yang ditampar tersenyum sinis. "Bagus, pukul saya terus hingga saya koma dan mati!"

Suara langkah kaki terdengar di telinga Dara. Matanya berkaca-kaca. Ia tak seharusnya mendengar percakapan ini. Dan ia juga tak seharusnya bertanya kepada bi Lastri.

"Lastri!" teriak pria itu.

Bi Lastri terkejut. Ia cepat-cepat menyuruh Dara keluar dari rumah lewat pintu belakang. Setelah Dara keluar, Bi Lastri segera menemui Tuan Besar dengan jantung yang berdegup kencang.

"Siapa yang barusan bertamu disini?" tanya Nugraha.

"Anu tuan, tidak ada." jawab Bi Lastri sambil menundukkan kepalanya, takut.

"Jangan berbohong! Saya tau ada tamu disini" Nugraha menatap meja, Bi Lastri mengikuti tatapan itu.

Wanita itu terkejut. Jantungnya tak mau berdetak normal. Ia melihat jus mangga yang tinggal separuh di atas meja.

Jus mangga milik Dara.

Keylan memukul setir mobilnya keras. Papanya sungguh menyulut api emosinya. Rasa egois masih tersirat di wajah pria itu, membuat Keylan kesal saja.

Matanya menatap jalanan yang ramai di depan salah satu caffe klasik. Ia tak sadar jika melupakan sesuatu. Sesuatu yang sangat penting.

Bahwa Dara mendengar semuanya.

DITUNGGU VOTE AND COMMENTNYA :)

KeylanDara [SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now