#54

74.6K 5.3K 161
                                    

"Lo siapa?"

Itu hanya dua kata. Namun entah mengapa membuat sekujur tubuh Dara bergetar. Hatinya mencelos kala dua kata itu keluar dari bibir Maya. Dara tau, dokter sudah memperingatkan Dara akan hal itu. Namun walaupun ia sudah tau dan sudah mempersiapkan diri, rasanya tetaplah sakit. Seperti hatinya ditampar ratusan kali dengan tangan tak terlihat. Dadanya sesak. Dan tanpa ada yang menyuruh, air mata Dara meluruh seketika. Membasahi pipinya lagi.

"May lo lupa sama gue?" Dara mendekat, berusaha meraih tangan sahabatnya itu yang langsung ditampik keras oleh perempuan itu.

"Nggak usah deket-deket gue. Gue nggak kenal sama lo."

Dara menunduk. Hatinya sakit ketika uluran tangannya tak dibalas oleh Maya. Air matanya tak berhenti menbanjiri pipinya seolah tak pernah lelah untuk keluar.

Sebuah tawa menggema di seluruh ruangan berwarna putih itu. Tawa yang sudah lama sekali tak pernah di dengar oleh Dara. Tawa Maya.

"Ahahaha Ya ampun masa' gitu aja lo mewek sih Ra! Segitu kangennya lo sama gue?"

Mata Dara membelalak, menatap Maya dengan sorot mata tak terbaca. Tubuhnya membeku dan darahnya berdesir hebat. Sebuah senyuman mengembang di kedua sudut bibirnya. "Lo inget gue?"

Maya kembali tertawa. "Iyalah gue inget sama lo! Sama sahabat sendiri kok lupa."

"Ta-tapi kata dokter..."

"Hellow! Dokter kan cuma memprediksi doang. Yang nentuin kan Tuhan, Ra. Lagipula kepala gue terlalu keras buat amnesia cuma karena kebentur doang. Kecil Ra." kekeh Maya.

Dino yang hanya menonton sambil tersenyum melihat tingkah jahil kekasihnya segera maju. "Doang? Kayaknya lo bener-bener amnesia deh. Apa perlu gue perjelas kalo lo barusan ditabrak truk! Truk Maya! Truk! Bukan gerobak es mini! Dan lo masih bisa bilang kalo itu hal kecil? Oh My God! Lo hampir mati ya Allah!"

Maya tertawa lagi. "Hampir kan? Belum mati kan?"

Dino segera mengacak rambut Maya tak karuan. Heran dengan pemikiran perempuan itu yang begitu tak ambil pusing dan seolah meremehkan. Namun, Dino tau ia melakukan hal itu karena tak ingin membuat orang disekitarnya cemas.

Dara hanya tertawa melihat interaksi keduanya. Memang, benci dan cinta itu beda tipis. Dulu saja mereka berdua saling membenci bahkan mengejek satu sama lain. Tapi selang beberapa waktu cinta itu hadir sebagai tamu tak diundang. Menumbuhkan benih-benih di dalam hati. Bermekaran tanpa perlu diminta. Cinta hanya sesederhana itu. Melihat seseorang yang disayangi bahagia pasti kita akan ikut bahagia. Dan entah mengapa Dara kembali merindukan Keylan. Tamu tak diundangnya yang menyebarkan benih-benih cinta di hatinya.

"Ehem" suara deheman mengintrupsi keduanya untuk menghentikan kegiatan romantisnya tersebut. Dan Maya baru sadar jika sedari tadi hampir teman-teman sekelasnya menyaksikan adegan tersebut sehingga semburat merah mencul di pipinya.

"Kalo lagi pacaran mah gitu. Temen sendiri di lupain." sindir Sandy.

"Bilang aja kalo lo sirik!" balas Maya disertai sorak-sorak dari teman-teman lainnya.

"Eh gue nggak sirik kali. Gue udah punya Dara noh!"

"Gue tampol lu ya! Dara punya gue woy!" seru Vino menjitak kepala Sandy keras.

"Ngimpi! Dara maunya sama gue anjir!" Sandy membalas menjitak kepala Vino dengan keras. Lalu mereka berdua pun saling membalas untuk memperebutkan Dara. Jika tak ada Keylan saja mereka berani. Pasti kalau ada Keylan, Dara yakin mereka akan bungkam sejuta bahasa walau cuma ditatap sebentar.

"Ah Keylan... Bagaimana bisa aku berhenti merindukanmu jika apapun yang ku lakukan selalu mengingatkanku padamu?"

Pintu ruangan Maya terbuka. Menampilkan sosok lelaki dengan keringat yang membasahi dahi. Nafasnya juga ngos-ngosan tak beraturan. "Luna sadar!" ucapnya membuat seluruh orang disana mengucap syukur seketika.

KeylanDara [SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now