#52

76.3K 6K 598
                                    

"Dara?"

Merasa dipanggil Dara menoleh ke sumber suara. Ia dapat melihat laki-laki yang sudah sangat ia kenal tengah menghampirinya dengan sebuah boneka teddy bear yang sangat besar berwarna cokelat.

"Lo ngapain disini?"

Martha menatap anak sulungnya dengan tersenyum hangat. "Sekarang kamu bisa ngasih boneka ke orangnya sendiri, Yan."

Mata Riyan membelalak terkejut. "Apa maksud bunda?" tanyanya sambil melihat Martha dan Dara secara bergantian.

Martha memeluk Riyan. "Adik kamu sudah ketemu, Yan. Dia ada di hadapan kamu. Dia Dara." ucap Martha dengan senang.

Riyan membungkam mulutnya yang menganga akibat terkejut. Lelaki itu segera memeluk Dara dengan rasa rindu yang teramat sangat. Ia tak percaya jika Dara adalah adiknya yang selama ini hilang. Butiran-butiran air mata keluar dari ujung mata Riyan saking terharunya.

"Maafin gue, Ra. Maafin gue yang nggak bisa jaga lo selama ini."

Dara yang mendengar itu ikut terharu. Lagi-lagi pipinya basah dengan air mata bahagia. Sungguh ia sangat bahagia saat ini. Namun ketika ia mendapatkan kebahagiaan yang begitu indah, ia ingin Keylan hadir disini. Ikut memeluknya dan mengucapkan rasa bahagianya juga. Tapi Dara tau itu sangatlah mustahil. Apakah bisa orang yang sudah mati hidup kembali? Mungkin itu hanya ada di sebuah sinetron saja. Tak mungkin jika itu terjadi di kehidupan nyata seperti sekarang. Tapi, bolehkah ia berharap hidupnya layaknya sinetron agar hal-hal yang tidak mungkin itu bisa menjadi sebuah kenyataan?

Davon mengetuk pintu kamar sebelum masuk untuk menemui Dara, Riyan dan juga Martha.

"Ra, sekarang jadwal lo buat terapi." ucap Davon mengingatkan.

Riyan yang semula jongkok segera berdiri. "Dara pergi sama gue aja. Sekalian mau bawa barang-barang Dara kesini."

Davon mengangguk lalu ia berpamitan untuk pergi. Dara tersenyum seraya mengucapkan terima kasih kepada Davon yang senantiasa menemaninya walaupun ia tau Davon masih menyimpan rasa padanya. Dara tau hal itu. Ketara sekali cara Davon memandangnya dengan penuh harap. Tapi Dara tak bisa membalasnya. Itu akan membuat Davon merasa sakit hati karena seluruh cintanya sudah tercurah untuk Keylan yang sudah menghadap Tuhan saat ini.

"Dara istirahat dulu ya, nanti bunda kesini lagi bawain makanan."

Riyan segera menggendong Dara menuju kasur. Membaringkannya dengan pelan-pelan. "Kalo ada apa-apa panggil gue ya."

Dara tersenyum. "Siap bang!"

Riyan tersenyum. Sudah sangat lama ia ingin dipanggil abang oleh adiknya sendiri. Ia pikir itu hanya bisa dilakukan di dalam mimpinya saja tapi nyatanya itu terjadi. Betapa bersyukurnya lelaki itu kepada Tuhan yang sudah menjawab semua doa-doanya selama ini.

Martha terharu melihat keakraban antara kedua anaknya itu. Ia mengelus rambut Dara pelan dan mengecup keningnya. "Selamat tidur tuan puteri."

"Terima kasih Bunda. Terima kasih sudah melahirkan Dara dan mau menampung Dara lagi sebagai bagian dari keluarga bunda."

Martha menggeleng. "Hust! Ngomong apa sih! Kamu anak bunda dan wajar dong jadi bagian dari keluarga kita. Ya kan, Yan?"

Riyan mengangguk setuju. Lalu mereka berdua melenggang pergi dan membiarkan Dara untuk beristirahat.

Riyan menutup pintu kamar. Ia menatap bundanya dengan raut senang.

"Bunda kok bisa?" tanya Riyan tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Semua berkat Keylan, Riyan."

🍂🍂🍂

Dara menggerang kala dirinya sama sekali tak bisa tidur. Matanya tak mau terpejam walau sedetik. Ia belum terbiasa dengan kamar barunya yang tentu lebih nyaman daripada kasur reot di kontrakan. Tapi entah mengapa ia enggan sekali untuk tidur walaupun seluruh badannya lelah sekali sehabis terapi.

KeylanDara [SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang