| Part 28: Love Her More Than Ever

34.3K 2.5K 3.2K
                                    

a/n: 15+ trigger warning | Ramaikan vote, komen, & sticker di setiap line. Tolong, tandai typo juga yaa ⚠️

Agak sedih cz part sebelumnya nggak sampai target, tapi lagi mood nulis. Sow here we go! Happy reading, y'll <3

🦋🦋🦋

Kalian tahu, apa problematik utama bagi murid dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang memaksa bersekolah di SMA swasta?

Jawabannya adalah tagihan SPP.

Ketika murid normal lainnya tengah pusing memikirkan ujian, tak sama hal yang dengan murid dari kalangan ekonomi menengah ke bawah-seperti Cello, justru terjebak dengan nominal biaya agar bisa menjadi peserta ujian seperti teman-temannya yang lain.

"Biaya harus segera dilunasi, pihak sekolah nggak bisa kasih toleransi waktu lebih lama dari besok."

Wali kelas Cello, namanya Bu Widya. Suara khas dari wanita bersanggul itu menguapkan hening.

"Tolong sampaikan ini kepada orang tuamu. Kalau kamu ada kendala menyampaikan ini ke mereka, minta mereka datang ke sekolah. Biar ibu yang kasih rincian tagihannya secara langsung."

Ah! Omong-omong soal surat tagihan dan panggilan wali murid telah dilayangkan pihak sekolah sejak dua minggu lalu itu, secara sengaja tidak Cello sampaikan kepada ibunya.

Alasannya simple! Ia tak ingin membuat Agnia merasa terbebani. Biaya sekolah dan anggaran kelas renang milik adiknya-Cassie saja, sudah cukup membuat ibunya mati-matian banting tulang.

Apa lagi, selama satu semester terakhir ini Cello memberi kebohongan besar kepada ibunya, Agnia-perihal dirinya yang masih mendapatkan beasiswa rutin seperti semester tahun lalu.

Faktanya-semua kloter beasiswa itu sudah lama ditarik donatur, sejak skandal besar dari insiden yang mengakibatkan seorang siswi unggulan SMA Candrawana meregang nyawa. Tepatnya sembilan bulan silam.

"Pihak sekolah beruntungnya mengizinkan kamu mengikuti ujian sesuai dengan jadwal. Tetapi ingat, tagihan harus segera di lunasi. Cello, kamu paham maksud ibu?"

Cello yang sejak awal menyimak, sambil memainkan kulit kering yang hampir mengelupas di ujung kuku ibu jarinya, pun mengangguk samar.

"Paham," bisiknya pelan. Terkesan ogah-ogahan dan malas.

Bu Widya menghela nafas singkat lalu menyodorkan kartu ujian dan sebuah surat kepada Cello. "Ibu harap surat ini sampai ke orang tua kamu."

Kali ini, Cello hanya mengangguk paksa tanpa berniat membalas. Menerima kartu berserta surat tersebut dengan tangan kanan, memasukkannya ke saku. Cello pun bergegas keluar ruangan, tanpa menyalami wali kelasnya.

Ugh! Cello memang berandal, tidak heran mengapa nilai sikap di raportnya selalu kurang dari -B.

Kendati di luar sana, setelah melewati lorong sekolah yang tak cukup ramai---Cello dihadang oleh sosok gadis mungil dengan bandana di kepala. Tengah tersenyum manis dan menyambut kedatangannya di depan ruang ujian.

"Selamat pagi menjelang siang, Kak Cello!"

Ansel Delia. Nama gadis itu secara mendadak memenuhi ruang di ingatan Cello.

NAVILLERA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang