| Part 38: My Ride Or Die

29.7K 1.9K 1.7K
                                    

a/n: YUHUUU, HAPPY 100K votes!! 💗

Meluruskan perihal yang mungkin keliru atau abu-abu. Di part sebelumnya aku menjelaskan kalau skala berhubungan Gaska & Sea bertambah seiring waktu―"Dua bungkus pengaman setiap tiga hari sekali."

Kalimat itu merujuk pada 2 kemasan sachet alias untuk dua kali pakai. Bukan 2 bukus (@isi 12 x 2 = 24) bukan, yaa, teman-teman 🙂

Oh, ya! Tolong jangan berimajinasi berlebihan saat membaca cerita ini. Terutama perihal status Gaska & Sea yang sebagaimana memang berasal dari keluarga berada. Kalian bayanginnya jangan yang orang terkaya nomor 1 atau 2 se-Indonesia gitu―jangan, yaa, huhuu...

Okay, gitu aja.

Jangan lupa ramaikan VOTE & KOMENTAR di setiap linenya. Tolong tandai typo & happy reading as always 😋💗

🦋🦋🦋

"Positive."

Dunia seakan menggelap dalam pandangan Gaska, ketika Sea keluar dari toilet sembari membawa test pack digital di sebelah tangannya.

"Kita coba pake merk lain lagi."

Dan respon dingin Gaska itu semakin membuat Sea bergeming kaku, di atas pijakan kaki telanjangnya.

"Merk lain?" racau Sea dengan suara nyaris bergetar.

"Gue yakin hasilnya salah―"

Vokal milik Gaska masih tertahan di kerongkongan, begitu Sea melemparkan test pact ke wajahnya dengan kasar. "Kita udah coba pake 9 merk testpack dan hasilnya positive semua! Lo mau coba berapa kali lagi?"

Amarah Sea meledak. Gadis itu mulai bergerak gusar dan menjambak rambutnya sendiri.

"Let's just accept it, jerk! We fucked up. Gue hamil dan satu-satunya cara buat selesaiin ini cuma aborsi."

"Gue nggak mau ada drama dari lo yang nggak percaya gue hamil atau larang gue aborsi atas dasar kemanusiaan," desis gadis itu.

Sesuatu dalam diri Gaska remuk. Layaknya pengecut, cowok itu hanya membisu.

"Dari awal gue kasih tahu, kalau lo sama sekali nggak ada hak buat minta gue pertahanin janin yang bahkan nggak kita harapin."

Tatapan Gaska dan Sea terkunci untuk selama beberapa saat. Rasanya seperti tengah sama-sama tenggelam dalam dosa dan keputusasaan.

"Cuma gue yang berhak nentuin pilihan. My body's my choice."

"Di negara kita aborsi itu masih ilegal―"

Hanya itu yang bisa Gaska katakan saat kebingungan dan ketakutannya mulai surut.

"Kita juga sering ngelakuin hal ilegal. Kejadian ini ada juga karena kita suka ngelanggar batas aman."

"Aborsi ilegal itu bahaya, resiko terburuknya lo bisa mati."

"Gue nggak peduli!" sergah Sea keras kepala.

"Kalau otak lo masih jalan, lo nggak bakal ngelakuin aborsi secara ilegal. Gue udah nggak peduli soal kemanusiaan, gue cuma peduli sama lo―"

NAVILLERA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang