Chapter 28 - Celurit

190 6 0
                                    

Nisa duduk di atas sofa, dan mengeluarkan buku-buku kuliahnya di atas meja. Ia membuka satu per satu bukunya.

*Lantunan musik Harris J* tanda bahwa ada panggilan masuk.

'Isya' ku'

Itulah yang terpampang di layar HP Nisa, Nisa terbelalak dan dengan segera mengangkatnya.

"Halo!" Teriak Nisa.

"Szztt .. Szztt .."

Aneh, hanya terdengar suara gelombang telefon. Tidak tersambung.

"Isya'?!" Teriak Nisa.

"Nis .. Szztt .. Ku .. Szztt .. "

Suara Isya' juga terdengar samar-samar.

Nisa kembali bangkit dari duduknya dan pergi menuju luar rumah untuk mencari signal, barangkali Isya' sedang berada di sebuah tempat yang jauh dari jaringan seluler.

"Isya'?!" Teriak Nisa berulang kali.

Tutt .. Tutt .. Tutt ..

Telefon pun terputus. Nisa mencoba menghubungi kembali namun tak ada hasil, tidak bisa menyambung ke seluler milik Isya'.

Nisa kembali menelefon Kris, Kris pun mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum Nis!" Ucap Kris.

"Wa'alaikumussalam. Kris, barusan Isya' nelfon aku." Ucap Nisa.

"Iya kah?! Terus gimana?" Tanya Kris dengan suara yang panik.

"Gak tau, jaringannya gak bagus. Tiba-tiba terputus." Balas Nisa.

"Oh ya sudah, biar aku coba telefon dulu ya! Jangan dimatikan! Kita paralel aja." Ucap Kris.

Terdengar suara tombol yang ditekan oleh Kris, namun hasilnya sama.

Nomor yang Anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, Silahkan hubungi untuk beberapa saat lagi.

"Kok gak aktif Nis?!" Ucap Kris panik.

"Gak tau! Tadi aku juga begitu!" Ucap Nisa.

"Duh, ke mana sih dia?!" Ucap Kris dengan nada bicaranya yang agak tinggi.

"Ya sudah, nanti aku telefon lagi. Biar aku coba hubungi dia terus." Ucap kris.

"Iya Ris." Balasku.

"Makasih banyak Nis!" Ucapnya.

Kami pun menghentikan percakapan di telefon.

Nisa terdiam termenung memandang Handphone-nya, berharap barangkali ada kabar dari Isya'. Saking khawatirnya, ia sampai lupa untuk masak makan malam padahal jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam.

Nisa menghela nafasnya, dan bangkit dari duduknya lalu membuka pintu rumahnya.

Dipandangnya jalanan yang cukup ramai dilalu lalangi oleh beberapa warga di sana. Nisa duduk di depan terasnya sambil memandangi bunga-bunga yang ada di depan rumahnya.

Tiba-tiba terdengar suara kucing yang sedang berkelahi, dan itu membuat Nisa terkejut setengah mati. Suaranya tepat berada di belakang rumahnya. Dengan segera ia mengaktifkan senter di HP-nya lalu melangkah menuju halaman belakang dengan niat melerai kucing berkelahi tersebut.

Ketika ia tengah hampir menuju halaman belakang, ia dikagetkan dengan kucing yang melompat di pagarnya, sepertinya kucing berkelahi itu sudah pergi, pikirnya.

Ia pun membalikkan badan namun . . .

Buzzzz . . .

Angin berhembus sangat kencang yang tak tahu dari mana asalnya. Nisa membalikkan badannya, ia terus memusuti perutnya sambil membaca shalawat nabi. Ia melangkahkan kakinya menuju halaman belakang, namun tak tahu mengapa hatinya terus memaksanya untuk memeriksa ruangan yang ada di sana.

Ia pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam sana dengan bekal senter HP. Bodoh bukan?

Ia membuka gembok itu dengan kunci lalu masuk ke dalam.

Buzzzz . . .

Angin kembali menghembus, bulu kuduknya juga berdiri. Ia terus membaca shalawat nabi dan tidak berniat untuk melihat ke belakang. Karena angin itu, pintu pun tertutup sendiri dengan kerasnya.

Nisa tetap tidak mau melihat ke belakang, ia memang penasaran akan ruangan ini. Ia tidak perduli apa yang akan terjadi nanti, dipikirannya ia hanya ingin mengetahui hal apa yang ada di dalam ruangan ini sehingga menimbulkan bau amis nan busuk yang sangat tajam.

Ia melangkahkan kaki di antara tumpukkan kotak-kotak dan kardus-kardus itu, disenterinya setiap sudut ruangan itu, ia terus melangkah di ruangan yang sangat luas itu. Langkahnya terhenti di suatu titik, di mana di titik ini bau amis nan busuk itu semakin tajam, tajam, dan tajam.

Nafasnya mulai tersengal-sengal, jantungnya berdebar-debar.

Ia membelokkan badannya ke sebelah kanan dan terus menelusuri jalan yang semakin sempit karena banyak sekali tumpukan kotak dan kardus berserakkan di sana.

SENG!

Tiba-tiba ada benda terjatuh, Nisa langsung mengarahkan senternya ke arah sumber suara tersebut, dan ia melihat ada sebuah celurit yang lumayan besar terjatuh ke atas lantai yang beralaskan tanah.

Ia mengerutkan dahinya dan tak henti-hentinya mengelus perut sambil membaca shalawat nabi. Ia membungkuk dan melihat secara seksama celurit itu, celurit itu sudah berkarat dan banyak bercak-bercak merah di sana. Ketika ia ingin memegang celurit itu . . .

"Sayanggg . . . Abang pulang!" Teriak suaminya yang sedang memarkirkan motornya.

Nisa terkejut dan langsung pergi keluar dari ruangan itu, dengan segera ia gembok pintu itu dan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju depan rumah.

"Lho kok kamu di sini? Ngapain malam-malam begini keluar? Aduh, bahaya tau." Ucap Rian yang langsung merangkul istrinya itu.

"Maaf yang, tadi ada kucing kelahi, jadi ade keluar rumah buat ngelerai kucingnya." Ucap Nisa.

"Ya kenapa gak buka pintu belakang terus diusir langsung, gak perlu sampai keluar rumah kan?" Ucap Rian.

"Iya iya, maaf. Soalnya di dalam panas." Ucap Nisa.

Rian terus menasihati istrinya itu, Nisa hanya terdiam dan sesekali melihat ke arah belakang.

Bulu kuduknya masih berdiri, jantungnya juga masih berdebar-debar, rasa penasarannya masih membara di dalam dadanya.

Sebenarnya ada apa di ruangan itu?

Bisikan MautWhere stories live. Discover now