Chapter 32 part 1 - Ruang Rahasia

138 9 2
                                    

Mereka bertiga pergi ke suatu tempat yakni sekolah lama Nisa, Lisa, dan Isya’.
Di sana mereka bertiga mengecek seluruh ruangan yang ada di sana, dan berniat untuk segera melakukannya di malam itu juga.

“Energi mistis lebih kuat di daerah sana.” Ucap Kris seraya menunjuk kea rah perpustakaan.

“Kamu yakin di perpustakaan?” Tanya Neon pada Kris.

“Iya, saya yakin. Karena di sana, Lisa pernah berteriak ketakutan melihat sosok yang mengerikan. Dan tepat kejadian itu, mereka bertiga mulai dihantui.” Balas Kris.

“Kalau begitu, kita pulang ke rumah masing-masing dan kembali ke sini dengan membawa barang-barang yang kita perlukan, kita harus selesaikan masalah ini sekarang juga.” Ucap Neon.

Mereka bertiga mengangguk.

*

“Duh, kak Neon, Kris, dan bang Rian mana ya? Kok belum balik? Ini kan sudah selesai maghrib-an.” Ucap Nisa yang mondar-mandir karena khawatir, sementara tante Atik, om Parwan, tante Risa, dan om Riski sibuk merawat Lisa dan Isya’ yang sakit karena kejadian sebelumnya.

“Nisa, bisa ambilkan ummi air sama handuk kecil di dapur nak?” Ucap tante Risa pada Nisa, Nisa mengangguk.

Nisa melangkahkan kakinya menuju dapur, namun ia melihat tante Mona yang berjalan seperti mayat hidup menuju ke sebuah ruangan. Sebenarnya di dalam hati Nisa, ia kebingungan namun ia tidak menghiraukannya. Ia berfikir bahwa tante Mona mungkin sedang stress berat karena melihat anaknya yang sedang sakit.

Nisa segera membawa air dan handuk kecil dan memberikannya pada tante Risa. Rupanya tante Risa sedang mengompres tubuh Lisa yang sangat panas, sedangkan tante Atik sedang membersihkan luka-luka Isya’.

“Di mana Mona dan Edi? Di saat genting begini mereka berdua malah gak ada.” Ucap om Parwan yang memberikan perban pada tante Atik.

Nisa terdiam, ia baru saja melihat tante Mona di dapur.

“Bukannya mereka berdua pergi keluar cari makanan?” Balas om Edi.

Seketika Nisa membuka matanya lebar-lebar dan memandang kea rah om Parwan dan om Edi.

“Tadi barusan aja Nisa liat tante Mona di dapur.” Ucap Nisa dengan wajah yang benar-benar terkejut.

“Huh? Di dapur? Mereka berdua lagi keluar cari makanan dan sampai sekarang belum ada kembali.” Ucap tante Risa.

“Coba kamu cek kembali ke dapur, barangkali mereka sudah balik tapi lewat pintu belakang biar langsung ke dapurnya.” Ucap tante Atik pada Nisa.

Nisa meneguk air ludahnya sendiri, dengan perasaan takut ia memberanikan diri untuk memeriksa dapur seorang diri.

Ia meghembuskan nafasnya keluar, dan berjalan dengan perlahan menuju dapur. Ada rasa takut juga penasaran di dalam dirinya. Karena, sebelumnya ia dan Isya’ tidak pernah pergi ke ruang dapur selama mereka berdua bersahabat dengan Lisa. karena mereka berdua selalu di marahin oleh tante Mona atau om Edi jika mereka pergi ke dapur, entah apa alasannya.

Bahkan WC yang ada di dapur dihancur dan dipindah ke samping kamar Liani yang berada di depan, di sekitar ruang tamu. Sungguh aneh!

*

Neon, Rian, dan Kris sudah kembali dan berkumpul di depan perpustakaan.

Kris melakukan aksinya dengan mencoba membuka pintu perpustakaan itu dengan menggunakan kawat dan akhirnya pintu berhasil terbuka, mereka bertiga segera masuk.

“Kita bagi tugas! Aku yang akan tutup seluruh kaca di sini dengan gorden, Neon yang buat lingkaran, dan Kris! Kamu yang nyalakan semua lilin. Kalau sudah siap, kita segera matikan listriknya.” Ucap Rian, mereka berdua mengangguk.

5 menit kemudian …

“Oke semua beres, Yan! Matikan lampunya! Sudah siap!” Teriak Neon, Rian mengangguk dan …

PET!

Semua lampu yang ada telah mati, kini mereka bertiga berada di dalam kegelapan dan hanya diterangi oleh beberapa lilin. Mereka bertiga masuk ke dalam lingkaran, dan masing-masing dari mereka memegang sebuah lilin besar yang ditaruh di dalam tempat semacam toples.

“Ayo kita mulai!” Ucap Kris.

Mereka bertiga pun berkomat-kamit dengan mata tertutup juga tangan yang memegang lilin.

Suasana pun berubah, yang semulanya biasa saja kini menjadi luar biasa. Hembusan angin yang begitu derasnya pun hadir di sana, menghantam tubuh mereka bertiga, hawa di ruangan itu juga sudah mulai memanas hingga mereka bertiga meneteskan air keringat, suara-suara yang tak biasanya terdengar kini terdengar di telinga mereka.

*
Nisa sudah memasuki daerah dapur, ia berdiri tepat di depan pintu dapur. Di pandangannya sekarang ada meja makan lengkap dengan hiasannya, ia melihat ke arah kanannya dan di sana terpampang  beberapa meja dapur lengkap dengan peralatan masak dan wastafel.

Ia mulai ragu untuk menoleh ke arah kiri, bayi yang ada di kandungannya juga memberontak tak ingin ibunya pergi ke sana.

Lagi-lagi Nisa menghembuskan nafasnya dan bersiap untuk melihat apa yang akan terjadi pada dirinya nanti. Nisa membalikkan badannya ke samping kiri dan di sana masih ada lorong menuju pintu belakang, Nisa kembali melangkahkan kakinya menuju lorong tersebut.

Ia semakin dekat dengan pintu belakang dilihatnya dari kejauhan bahwa pintu belakang rumah Lisa masih terkunci sedia kala, tak ada tanda-tanda bahwa seseorang masuk ke dalam, lagipula pintu tersebut digembok dari dalam rumah bagaimana bisa orang lain masuk biar kata mereka telah membukanya dengan menggunakan kunci rumah? Logika.

Nisa telah berdiri tepat di depan pintu belakang dan ia juga memegang gembok tersebut memastikan bahwa gembok itu terbuka namun nyatanya tidak.

“Lho ini pintunya digembok? Kalau tante Mona dan om Edi buka juga gak bakalan bisa masuk, sedangkan ini digemboknya dari dalam rumah, kalau begitu, berarti mereka belum pulang. Terus tadi itu siapa?” Tanya Nisa dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba ada sesosok bayangan hitam yang melintas di belakang Nisa, sontak Nisa pun membalikkan badannya ke belakang, bulu kuduk Nisa juga ikut berdiri.

Ia memandangi ke arah sekitarnya namun tak melihat siapa-siapa, namun kali ini matanya menangkap sesuatu. Ia melihat ke arah kirinya sebuah dinding yang diberi rumbai-rumbai tebal bak gorden berwarna merah darah, Nisa memiringkan wajahnya ke kanan, heran.

Kenapa dinding bagian ini saja yang diberi rumbai-rumbai sedangkan yang lain tidak?

Bisikan MautWhere stories live. Discover now