Part 18 - All of the Hidden

2.9K 140 2
                                    


"Fy..Fy..! Bangun sayang! Minum obat dulu.."

Tubuh Ify menggeliat menyambut panggilan yang tertuju padanya. Matanya mulai terbuka meski masih malu-malu. Perlahan cahaya mulai menyirami penglihatnya itu. Pagi ini, ia sudah diganggu dengan keharusannya minum obat. Ia masih demam. Meski panas tubuhnya tak setinggi kemarin.

Amanda, orang yang memanggilnya sekaligus alarmnya pagi ini, duduk di tepi kasur menunggunya bangun. Ditangannya tergenggam beberapa pil obat untuknya dan segelas air di tangan yang satu lagi.

Ify tak mengambil waktu banyak untuk rehat. Badannya lumayan terasa mudah ditegakkan. Lumayan segar juga. Ia sudah duduk menyandar pada bantal yang menjadi penopang tidurnya beberapa jam lalu.

Amanda kemudian menyodorkan obat padanya. Meski rasa mual menyergap, namun apa boleh buat, ia mau tidak mau harus menelan pil-pil berwarna menarik itu, yang sesungguhnya sangat tidak menarik untuk ditelan. Sama sekali tidak membuatnya tertarik untuk menempatkan mereka lama di dalam mulut. Dibuang saja boleh tidak? Pikirnya mungkin.

"Ayo diminum, Fy? Kok bengong?" Tegur Amanda halus. Menyadarkan Ify bahwa ia benar-benar harus menelan habis beberapa pil obat di tangannya.

Ify menyeringai kaku lalu dengan segera memasukkan sekaligus semua pil itu ke dalam mulut. Dalam sekejab, obat-obat itu menggelinding masuk melewati kerongkongan hingga terjun ke dalam perutnya.

Melihat air muka Ify yang mendadak aneh setelah meminum obat itu, Amanda memberikan salah satu apel yang ia bawa bersamaan dengan obat dan segelas air tadi. Ify mendesah lega dan menerimanya dengan senang hati. Ia langsung mencuil bagian paling luar dari buah yang bernama sama dengan merek ponselnya itu.

"Makasih, Ma!" Ujar Ify lemah. Baru dua hari tapi ia sudah terbiasa memanggil Amanda dengan sebutan Mama.

Amanda sendiri tak canggung dipanggil 'anak barunya' dengan sebutan mulia itu. "Udah enakan?" Tanyanya selembut sutra memastikan. Kedua tangannya bergerak mengusap-ngusap kepala dan wajah Ify tak kalah lembut.

Ify mengangguk cepat dan tersenyum sekaligus menenangkan Amanda. Menunjukkan pada Amanda bahwa ia sungguh sudah tidak apa-apa.

Amanda cukup lega melihat itu. Tapi, masih ada juga sedikit keyakinan bahwa Ify belum sepenuhnya dalam keadaan normal.

Ify menggigit apelnya sekali lagi, sekalian matanya berkeliling memeriksa satu-satu objek dalam kamarnya. Atau mungkin berusaha memusatkan pandangan pada satu objek yang diharapkannya berada di dalam kamar.

Rio.

Pemuda itu dimana ya? Tanyanya hati-hati. Hati-hati, jangan sampai Amanda sadar akan apa yang sedang ia lakukan dan pikirkan. Tapi, yang namanya ibu, walau baru sehari pun, pasti tahu arti dari setiap gelagat anaknya sendiri.

"Nyari Rio?" Tebak Amanda.

Nah! Kalau misalnya ada undian berhadiah, mungkin Amanda sudah memborong seluruh hadiah yang dijanjikan. Dugaannya tepat seratus persen.

Ify menyeringai malu diikuti dengan tangan yang lain menjentil-jentil daging tebal di pipi. "Dia masih tidur di bawah, hehe... Ya udah, Mama bangunin dia dulu, nyuruh beli bubur.." Katanya.

Kesempatan bagus! Pikir Ify. Ia tersenyum senang sesaat setelah Amanda selesai berbicara. "Mm..biar Ify aja yang bangunin, Ma. Boleh kan?" Tawarnya.

Amanda memandangnya sebentar lalu tersenyum mengerti. "Terserah kamu deh, kalo kamu udah kuat gak papa.." Lantas ia mengangguk dan beranjak keluar kamar.

***

Ify mengurai langkahnya satu-persatu menuju kamar tamu. Satu-persatu berirama, serentak dengan dentuman-dentuman tak wajar dalam dadanya. Ia gugup. Terbukti dengan jemarinya yang memelintir baju kuat-kuat. Berkali-kali hempasan nafas keluar dari mulutnya. Sungguh, ia gugup sekali.

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang