Part 21 - Move On, Lagi? (RiFy)

3K 129 1
                                    


ENGGAK!

Siapa bilang dirinya yang harus melepas?! Rio sudah memberinya kebebasan dan harapan agar pemuda itu jatuh hati padanya. Bukan Dea. Sekali lagi, bukan Dea! Tapi Ify. Tapi gue!

Dengan keyakinan yang berusaha dipenuhkan, Ify keluar dari persembunyian yang sudah ditempatinya beberapa menit lalu. Ia muncul dari balik rak buku menuju rak buku di depannya, tempat Dea dan Rio berada, tempat dimana Dea berusaha menyatakan cinta.

"Gak bisa!" Segera Ify menyahut.

2 orang di hadapannya sontak menoleh dan sedikit tersentak akan kehadirannya yang tiba-tiba. Rio mengernyit waspada. Gadis ini kembali berulah, menurutnya. Sementara Dea, air mukanya kelihatan syok dengan adanya Ify tersebut.

Nafas Ify sengal. Sebagian keningnya dicucuri keringat. Entah kenapa, berbicara tegas di hadapan Rio dan Dea seolah membutuhkan energi besar hingga dirinya tampak seperti orang kelelahan. Tapi, tidak masalah. Inilah yang namanya perjuangan, perjuangan cinta! Halah..

"Ka..kakFy?" Cicit Dea terbata. Sepertinya ia agak takut.

Ify tidak peduli. Justru ketakutan Dea yang ia butuhkan. Ketakutan yang dapat membantunya membuat Dea mengerti maksud dan tujuan dirinya muncul tiba-tiba di hadapan gadis itu, memperjuangkan Rio. "Rio gak suka sama kamu! Rio itu.."

Belum sempurna ia berbicara, tiba-tiba Rio memotong. "Fy!" Wajar pemuda hitam manis itu bersuara. Jika dibiarkan, mulut Ify dapat dengan terbuka mengatakan yang tidak tepat untuk diucapkan, menurutnya. Ify bisa saja memberi tahu Dea hubungan sebenarnya antara dirinya dengan gadis itu kalau mereka dijodohkan.

Seolah diberi sinyal pemberitahuan, Ify lantas mengatup mulut. Namun, tekadnya muncul kembali. Perjuangannya akan Rio belum selesai. Dea harus segera dijauhkan! Tekadnya.

"Rio ga suka sama kamu, meski dia pernah terlalu cinta sama kakak kamu, tapi itu bukan kamu, itu tetap kakak kamu. Gak ada yang namanya turun-temurun dalam suka-sukaan apalagi cinta-cintaan. Kak Rio sendiri udah ngaku kalau dia suka sama kakak, dia yang nyuruh kakak buat dia sayang sama kakak. Bukan kamu. Kamu gak bisa. Rio juga gak bisa. Gak akan bisa."

Semua ucapannya mengalir begitu saja. Dengan lancar Ify mengutarakan apa yang bahkan tidak ia pikirkan sama sekali. Ia sempat tertegun sebentar menekuri kehebatannya barusan. Kata-kata Ify mungkin bermaksud menyadarkan Dea. Namun tidak bisa dielakkan bahwa kata-kata itu terlalu kejam dan bahkan ikut menyadarkan Ify bahwa apa yang ia katakan adalah senjata mematikan bagi gadis lugu dan lembut seperti Dea. Terbukti dengan setetes air mata yang muncul ke permukaan pipi gadis itu. bibirnya pun bergetar. Ia menutup mulut dengan tangan sambil menoleh tidak percaya ke arah Rio maupun Ify.

"Permisi kak.." lirih Dea, suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Ia pergi begitu saja dari hadapan Rio dan Ify.

Melihat Dea yang pergi sambil menangis seperti itu, membuat Ify merasakan perasaan separuh-separuh. Separuh dari dirinya merasa lega karena bisa dijamin Dea tidak akan punya minat lagi mengejar Rio. Namun, separuh lagi merasa iba, merasa bersalah bahkan menyesal sekaligus. Menurut bagian itu, ia terlalu dini mengambil keputusan. Siapa tahu tadi Dea bukan berniat mengungkapkan rasa cinta. Melainkan hanya bergurau ringan dengan Rio disela-sela belajar.

Astaga! Benar juga! Kalo Dea sebenarnya cuma lagi becanda sama Rio gimana? Tadi kan gue lihat mereka berdua ketawa-ketawa?

Keringat Ify bercucuran lagi. Ketakutan itu berbalik kepadanya. Ia takut, ia telah salah langkah. Dan kesalahannya ini sepertinya akan menimbulkan efek yang tidak sembarangan. Tentu saja tidak baik dan sangat-sangat tidak baik untuknya.

Semua itu terlihat jelas ketika ia bergeser pandangan ke arah Rio yang menatapnya dengan tajam dan dingin, lebih dingin dan lebih menakutkan dari Rio yang biasanya. Lebih menyakitkan dari rasa sakit yang sudah biasa ditorehkan pemuda itu padanya. Ia menegut ludah dengan susah. Ia malah merasa tidak punya lidah lagi sekarang.

MatchmakingWhere stories live. Discover now