Part 31 - Trust Me?

3.6K 126 1
                                    

Setelah berhari-hari libur, akhirnya hari ini Febby bisa kembali bersua dengan sekolahnya tercinta. Rindu juga rasanya melihat suasana di sekolahnya itu, berada di antara hiruk-pikuk murid-murid, berlelah-lelahan dengan tugas sekolah, merasakan makanan kantin, dan terutama bertemu dengan Goldi. Ia berjalan cepat menuju kelasnya. Setelah itu, ia keluar dan berjalan menuju kelas Goldi untuk bertemu pemuda itu. Pemuda itu pasti akan sangat senang melihatnya sudah kembali masuk sekolah.

Ketika sudah berada di depan pintu, Febby celingak-celinguk ke dalam kelas namun tak ada tanda-tanda keberadaan Goldi di sana. Tasnya pun tidak ada. Apa pemuda itu belum datang? Febby melihat jam tangannya dan mengetahui sekarang sudah pukul 06.48. Rasanya tidak mungkin kalau Goldi sampai sekarang belum datang. Goldi bukan tipe cowok yang susah bangun pagi. Dia spesies cowok paling rajin menurut Febby. Apalagi sekarang dia memegang jabatan sebagai ketua OSIS.

Mungkin Goldi masih otw. Akhirnya Febby memutuskan berpikiran seperti itu. Tidak ada pilihan lain. Ia tidak ingin beranggapan pemuda itu akan datang terlambat. Selain akan terkena hukuman, murid-murid di sekolah mereka pasti akan mencemooh Goldi karena berlaku tidak disiplin dimana pemuda itu sering menegur para murid yang berlaku tidak disiplin. Citra baik Goldi selama ini akan sedikit tercoreng. Itu tidak bagus untuk pemuda itu. Citra buruk akan sangat membahayakan nasib beasiswanya yang sudah dengan susah payah ia dapatkan.

Goldi bukanlah anak dari keluarga yang tidak mampu. Bahkan ayahnya adalah seorang konglomerat. Akan tetapi, konglomerat seribu selir. Dan ibu Goldi adalah satu dari sekian banyak selir itu. Namun ibunya sedikit lebih beruntung karena berhasil menjadi istri ketiga. Meski begitu, ayahnya sangat menyayangi ibunya dan juga dirinya. Karena hanya ibunya yang bisa memberikan anak laki-laki. Tapi, yang paling utama bukan itu. Klise, semuanya hanya karena cinta tulus ibunya.

Ibu Goldi hanyalah penjual kue di toko sederhana miliknya. Akan tetapi, di toko sederhananya itulah yang membuat ayah dan ibunya bertemu. Saat itu ayahnya mengaku sebagai seorang sales perusahaan. Sampai akhirnya ibunya jatuh cinta dan bersedia dinikahi. Setelah beberapa bulan menikah, barulah ibunya tau kalau ayahnya bukan seorang sales, melainkan bos dari para sales, bahkan owner perusahaan itu sendiri. Belum lagi usaha restoran dan hotel bintang limanya. Dan ibunya juga baru tau kalau ia dijadikan istri ketiga. Sempat ibunya marah dan meninggalkan ayahnya beberapa minggu karena sudah dibohongi. Namun pada akhirnya luluh dan memaafkan ayahnya ketika laki-laki itu jatuh sakit akibat mogok makan karena ditinggal olehnya.

Sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarganya dan tentunya paling dibenci oleh saudara-saudara tirinya, Goldi tidak ingin dianggap memanfaatkan posisi. Setiap fasilitas mewah apapun yang diberikan ayahnya, ia selalu menolak. Kecuali kalau dipaksa ibunya demi menjaga perasaan ayahnya. Meski sebenarnya ayahnya mengerti alasannya bersikap seperti itu.

Ia lebih memilih motor vespa jadul ketika ayahnya menawari motor ninja yang banyak dipakai para anak laki-laki lain. Ia lebih memilih hape harga dua ratus ribuan ketika ayahnya menawari smartphone jenis apple atau android lain. Dan yang paling mendasar, untuk soal pendidikan, ia tidak pernah mau meminta bantuan ayahnya. Itulah mengapa, ia selalu berusaha keras agar bisa terus mendapatkan beasiwa.

TIIN!

Suara klakson mobil seketika membuyarkan lamunan Febby tentang Goldi. Ia kini sudah berada di lapangan parkir sekolahnya. Kepalanya kemudian iseng menoleh pada mobil yang klaksonnya dibunyikan tadi. Mobil yang tidak pernah ia lihat selama ini. Ia tidak dapat melihat siapa pemiliknya karena posisinya ada di belakang mobil itu. Untuk beberapa saat, ia melihat mobil itu berhenti dan belum ada yang keluar dari sana.

Febby sempat mengalihkan pandangannya ke arah gerbang. Tapi ketika terdengar suara pintu mobil ditutup, ia kembali memandang ke arah sana. Seketika itu pula ia mematung di tempatnya. Gol—di? Dan...Oik?!

MatchmakingWhere stories live. Discover now