Perputaran Nasib

16K 802 58
                                    


Ghayda Ilyas Fattana——pemuda itu meloncat dari mobil jeap milik temannya.

"Thank's, Bro atas bantuannya," ucapnya dengan telapak tangan membelakangi kening sembari tertunduk menatap wajah kawannya di dalam mobil.

"Lo yakin gak butuh bantuan gue lagi?" tanya Parsa, kawannya.

"Entar kalo gue butuh apa-apa, gue pasti ngubungin lo."

"Oke! Met berjuang, Bro!"

Ilyas, nama panggilan pemuda itu, hanya mengacungkan dua jempolnya. Parsa melambaikan tangan saat mobilnya mulai berjalan perlahan menjauhi Ilyas yang masih berdiri. Ilyas membalas lambaian tangan kawannya sejenak. Setelah itu ia berbalik melangkahkan kakinya mantap. Tujuannya sekarang mencari kost atau apartemen. Tatapannya seperti mata elang lurus melangkah sambil mengawasi setiap tempat bernama penginapan. Ia butuh istirahat.

Saat sebuat tulisan bernama kost untuk putra terpampang di depan pagar sebuah bangunan, ia tersenyum mengucap syukur pada Sang Kuasa. Ia mempercepat langkahnya karena letih badan rasanya sudah mulai menggerogoti.

"Woii!!" teriak seorang gadis itu dengan segala kekuatan.

Pemuda dengan tas ransel setia di punggungnya itu menoleh dan menautkan pasangan alisnya.

"Punya mata gak sih?! Lo nginjek sepatu mahal gue tauk!" hardik gadis itu lagi dengan jari telunjuk yang lurus mengarah pada sepatu kirinya yang penuh lumpur. Bukan penuh, hanya seulas lumpur yang menempel sempurna di kulit sepatu berwarna merah menyala itu.

Pemuda itu berbalik. Ia tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. Ia merasa lucu dengan gadis yang baru ditemuinya itu dan bonus buat Ilyas, langsung menerima hardikan.

Ilyas menunduk dan menatap sepatu si gadis. Ilyas duduk dan mengeluarkan sapu tangan dari balik saku dan langsung membersihkan sepatu si gadis.

Putri Acilia Mutiara——nama gadis itu, melipat kedua tangannya di dada dengan tatapan sinis menatap sang pemuda.

"Udah, udah, entar serbet butut lo itu malah nambah kotor sepatu gue lagi. Minggir, minggir," ucapnya seraya mengusir dengan mengibaskan kelima jarinya pada Ilyas.

Ilyas berdiri dan memberi jalan pada si gadis. Ia menggelengkan kepalanya. Niat hidup di luar adalah pilihan yang tidak mudah. Namun keinginannya menjadi seorang pengusaha yang mengantarkannya pada dunia yang berbeda dari dunianya sendiri.

—★—

"ATM gue diblokir?!" kasir itu mengangguk. Acilia, panggilan gadis itu memijat keningnya menahan nyeri di kepala.

"Sumpah ni papi mo bunuh gue pelan-pelan," gerutunya.

"Gimana, Mbak? Ada uang cash?"

"Ah gak jadi deh, Mbak kasir. Makasih." Acilia segera melangkahkan diri keluar dari minimarket itu.

Ia berjalan perlahan di tepi jalan sembari memegangi perutnya dengan erat, "Mana laper lagi, cius gue bisa mati," omelnya sepanjang jalan. Ia meraba dompetnya. Kosong. Tak satu lembar pun uang tersusun rapi dalam dompetnya.

Sampai di dalam kos, Acilia segera menukar sepatu merah menyalanya dengan sandal jepit. Kaki jenjangnya kembali melangkah keluar kos menuju sebuah toko sepatu.

"LIMA RATUS RIBU!?? serius, Mbak?" Pelayan toko itu mengangguk.

"Eh Mbak, ini tu sepatu mahal, sepatu import. Dari Paris, gue belinya dulu lima puluh juta, Mbak! Masa sekarang jadi lima ratus rebu?" omel Acilia lagi sampai pengunjung toko sepatu itu banyak yang menoleh.

Pemilik toko segera menghampiri keributan, "Kalo Mbak gak setuju, sebaiknya Mbak bawa pulang aja sepatu ini," sarkas si pemilik toko. Acili memberengut kesal. Itu sepatu kesayangan yang harus ia jual. Terpaksa~

"Ya dah, gue jadi jual, BERAPAPUN!" sahutnya masih dengan nada kasar.

"Dasar, perempuan gak tahu diri, udah miskin, sombong," celetuk pembeli di samping Acilia menatapnya sinis.

Acilia mengabaikan cemoohan itu, setelah menerima uang dari pelayan toko dan menghitung semuanya dengan benar, ia menoleh pada pembeli tadi.

"Sotoy banget sih lo ngurusi orang! Urus aja diri lo sendiri!" hardiknya sambil berlalu keluar toko.

"Huuuu ...," sorak beberapa pengunjung toko yang tak Acilia pedulikan lagi.

Acilia setengah berlari menuju warung nasi di pinggir jalan. Ia sebenarnya enggan makan di tempat seperti itu, tapi apalah daya, hanya warung seperti itu yang membuatnya kenyang dengan tak terlalu menguras isi dompetnya.

"Bang, nasi goreng sama telor ceploknya satu!" teriaknya pada abang jualan nasi goreng. Ia duduk di sebuah meja.

"Suka makan di tempat seperti ini juga, Mbak?" Acilia menoleh saat seseorang mengajaknya berbicara.

"Kita kenal?" tanya Acilia ketus.

"Bukan kenal, tapi kemaren kan kita ketemu," sahut pemuda yang tak lain Ilyas.

Beberapa menit berlalu, nasi goreng spesial tersaji di depan Acilia. Ia makan dengan rakus saking laparnya.

"Baca bismillah dulu," ujar Ilyas mengingatkan.

"Diem lo, gue laper," sahut Acilia sejenak. Setelah itu Acilia kembali menyuapkan nasi ke mulutnya dengan beberapa kali sendok. Tak lama kemudian, gadis itu malah tersedak karena menyuapi mulutnya tanpa jeda.

Ilyas tertawa terbahak-bahak yang awalnya ia tahan. Acilia merah padam karena marah. Ia segera meminum air putih yang tersedia. Setelah membayar nasi goreng pada abang penjual, ia berhambur keluar dari warung itu. Ilyas menyusulnya dari belakang. Acilia yang tahu pemuda itu membuntuti di belakangnya, berbalik badan.

"Apes mulu gue ketemu lo!"

"Gue malah bahagia ketemu lo, habis lo lucu, konyol." Ilyas kembali tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

=======::=======

Aiii ... maapkeun ....
Sum belum kelar, ane buat cerita lagi🙈🙈

Mumpung lagi lewat ide buat tokoh uniq2 ini, jadi yaa apalah daya punya coretan2 lagi,, hehee ....

Kalo ada yang kasi vote n komen, ane lanjut. Kalo gak ada yaa, ane stagnan dah😞

Sinyal JodohWhere stories live. Discover now