Bekerja🔨

3.9K 405 7
                                    

Ilyas mengelap meja dengan kain lap dan sesekali memercikkan air. Parsa yang masih setia di dekat Ilyas hanya melongo menatapnya.

"Rajin juga lo ya?"

Ilyas tersenyum sampai memperlihatkan deretan giginya.

"Iya dong. Kalo gak bersih, ntar pelanggan pada kabur."

"Lo belajar masak dari siapa sih?"

"Dulu sewaktu di pondok, gue sering belanja ke pasar, masak sama temen-temen. Yah gitu, seru!"

"Lo mondok di pesantren lo sendiri ngapain pake acara masak sama belanja? Gue bisa bayangin lo kek emak-emak deh. Gue aja gak tau rupa bumbu dapur. "

Ilyas kembali tertawa renyah. "Nggaklaah, gue kan mondoknya di luar. Abah yang kirim. Ada yang pake sistem kos alias makanan sudah diatur sama pihak pondok. Tapi ada yang masak sendiri. Gue pilih masak sendiri. Biar hemat biaya."

"Busyet dah, anak kiai masih mikiri hemat? Pelit kali lo."

"Uang kiriman abah, gue tabung. Lo liat kan sekarang kan usaha gue? Inilah yang namanya hasil tabungan," seru Ilyas.

"Trus kapan lo jadi fotografernya, kalo cuma nungguin celemek mulu?"

"Tiap hal ada waktunya masing-masing, Sa. Ada tahapannya."

"Lo sendiri udah masuk ke tahap itu belom?"

"Belum, tapi gue jamin semuanya bisa gue raih," yakinnya dengan senyum terbingkai di bibir, "Gue yakin dengan doa dan ikhtiyar."

"Gue aja bingung mesti ngapain. Bokap gue nyuruh gue gantiin nge-handle bengkelnya mulu. Auk dah, gue masih pengen bebas. Mumpung masih muda."

Parsa tertawa terbahak-bahak sementara Ilyas hanya tersenyum kecil seraya menggeleng-gelengkan kepala.

—★—

Acilia memijit pelipisnya perlahan. Hari ini adalah akhir pekan ditambah liburan panjang. Tak ayal, restoran tempatnya bekerja yang terletak tak jauh dari beberapa tempat wisata membuatnya kewalahan karena banyak pengunjung yang datang. Gadis itu kembali menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan kiri. Badannya berkeliat lelah.

"Nasib gue gak banget sih." Ia duduk dengan bertopang dagu.

Dulu saja sebelum diusir, liburan panjang seperti saat ini dimanfaatkannya untuk berkeliling wisata ke luar negeri. Papi mami yang mengajaknya jalan berwisata sekitar dalam negeri saja malah ia abaikan.

"Papi jahat!"

Seorang pemuda tengah tersenyum melihat tingkahnya, menghampiri Acilia sembari mengangkat kerah baju.

"Boleh gue temeni, Nona?" ujar pemuda itu merunduk menghadap Aci seraya menjulurkan tangannya ke hadapan wajah gadis itu.

Acilia merasa kesal dalam hati. Ia menggerutu sebisa mungkin. Tetap saja pemuda di depannya itu mencoba merayu Aci sekalipun gadis itu memasang wajah ditekuk. Tak berhenti, rupanya pemuda itu tetap tak putus asa untuk merayunya lagi. Kali ini darah di ubun-ubun Aci sudah benar-benar mendidih. Ia berdiri serentak membuat pemuda itu terkejut bukan main.

"Hei, Mas! Gue lagi gak mood! Jangan ganggu!" ucap Acilia dengan mengacungkan satu jarinya lurus ke depan hidung pemuda itu.

Tanpa menunggu respon sang pemuda, Aci beranjak meninggalkan pemuda itu.

"Gue bisa pecat lo atas kelancangan lo sebagai pegawai!" teriak pemuda yang tak lain pemilik resto tempat Acilia bekerja.

Acilia yang mendengar teriakan itu, langsung berbalik menghampiri sang pemuda.

Sinyal JodohWhere stories live. Discover now