Kujatuh Cinta

2.1K 258 39
                                    

Mata bening itu terus saja mengawasi tanpa permisi dan tanpa satu kedipan pun. Menerawang tanpa bahasa dengan mimik wajah kaku tak tertebak. Yah, di sanalah Acilia kini berdiri sambil melipat kedua tangan di dada.

Ballroom hotel itu sudah dikerubuti entah berapa manusia yang hadir dengan dandanan mewah nan islami mereka. Maklum si empunya hajatan adalah dua keluarga priyayi yang sudah memiliki nama dan pesantren besar. Dan tentunya tamu undangan pun tentu saja orang-orang berkelas yang mereka kenal.

Dan pemuda itu di altar itu hanya bisa menatap sang gadis dari kejauhan dengan bisu. Tak tahu apa yang harus ia ucapkan. Ucapan sah dari para saksi sudah dilontarkan. Cincin berlian sudah melingkar rapi di jari manis sang wanita di sampingnya. Apalagi yang bisa ia lakukan? Selain memasrahkan bidadari manja itu beringsut dari tempatnya berdiri setelah sebelumnya menyalami Aisyah di sampingnya.

Yang tak luput dari Ilyas adalah tatapan nanar dari Acilia. Ia baru menyadari, Acilia pergi dari acara pernikahannya meninggalkan tangis. Bahkan bahu gadis itu naik turun. Ilyas gelagapan dan malah tak menghiraukan jabatan tangan para tamu undangan terhadapnya. Ia sibuk mengamati Acilia yang sudah mulai keluar ruangan. Ilyas menganga lebar. Otak kanannya mulai bekerja maksimal. Ada sesuatu, yah, ada sesuatu yang terjadi pada Acilia. Ia pun pamit sejenak dengan alasan ke toilet pada si pengantin perempuan.

Ilyas berlari mengejar Acilia dan mengikutinya keluar ruangan. Ia mulai tak mempedulikan tatapan orang-orang padanya.

"Aci? Di mana dia?" gumam Ilyas.

Acilia menghilang. Ilyas sudah berusaha menyapu pandangannya ke seluruh pelataran hotel. Tetap saja tak ada. Ilyas seolah menyesal. Kenapa acara sakral ini harus ia setujui sementara hatinya tak sama sekali terpaut pada Aisyah, wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya. Jujur ia akui, ia telat menyadari bahwa hatinya hanya berdegup saat di dekat satu nama, Acilia. Namun apalah dayanya, janjinya dulu untuk menuruti permintaan kedua orangtuanya tak bisa ia elakkan. Demi janji. Janji pada dirinya sendiri. Bagi seorang Ilyas. Menyalahi janjinya sendiri sama saja dengan mengkhianati dirinya pula. Ia tak mau disebut sebagai pecundang. Terdengar idealis memang, tapi prinsip Ilyas terlalu kuat. Dan sayangnya, kini ia diuji dengan sebuah perasaan yang bisa jadi akan mengkhianati dirinya sendiri.

"Acilia!" Ia mencoba memanggil gadia itu.

Tetap tak ada sahutan dan suara.

Ilyas mencoba memanggil sekali lagi. Dan seperti sebelumnya, tetap sepi. Karena tak puas, ia mencoba berteriak dan memanggil nama gadis itu. Bahkan sampai berulang-ulang sampai air matanya luruh.

"Acilia! Aku mencintaimu!"

"Acilia! Kumohon kembalilah!"

Seseorang dari belakang menggoyangkan bahunya. Ia tak peduli. Ia kini benar-benar kehilangan Acilia. Gadis itu, gadis manja, gadis bawel, suka mengatur apapun, ditambah aneh, tapi ia berbeda. Gadis itu manis, baik pada semua orang, mudah menolong, lalu bla bla bla. Sesuatu yang unik yang tak ia temukan dalam diri Aisyah yang lemah lembut, agamis, alim dan penuh sopan santun. Yang tak ia temukan dalam diri uminya yang baik dan keibuan. Yang tak ia temukan dalam diri adiknya yang juga manja dan terkadang bersikap dewasa. Acilia berbeda dalam pandangan Ilyas. Ia gadis langka yang jika perlu harus ia balsem dan dimuseumkan di hatinya. Bahkan menjadi milik pemuda itu seutuhnya.

Goyangan di bahu Ilyas bertambah. Ilyas semakin tak peduli. Baginya adalah Acilia kini hadir di depannya.

"Acilia! Jangan lari! Gue cintanya sama lo bukan sama Aisyah! Dia cuma pelampiasan janji gue sama abah umi waktu gue kabur dari rumah."

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya yang sudah basah oleh air mata.

"Setan alas! Pergi lo!"

Sinyal JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang