Impian Ilyas📷

3.4K 379 12
                                    


Jam dinding di tembok bercat putih itu sudah berdentang sepuluh kali malam itu. Menunjukkan waktu sudah menunjukkan larut malam. Gelap dan suara alam sudah menyapa, namun seorang pemuda masih sibuk dengan kalkulator dan beberapa buku kas di atas meja.

Ilyas membagi beberapa lembar uang menjadi tiga bagian. Satu tumpuk uang untuk tabungan. Dua tumpuk lainnya untuk biaya hidup dan pembagian hibah bagi yang berhak menerimanya.

Tangannya kembali lincah menghitung setumpuk uang yang ia niatkan sebagai tabungan. Memang sudah jadi rencana, ia akan membeli kamera. Sebenarnya bisa saja Ilyas meminta uang pada abahnya jika hanya untuk membeli benda itu. Namun, bukan Ilyas namanya jika ia tidak merasa malu sudah sedewasa itu masih menengadah uang pada orangtuanya.

Ponselnya berdering di atas meja. Ilyas segera menekan tombol berwarna hijau.

"Ya, Sa?"

"Lo di mana sekarang?"

"Kosan."

"Gawat, Yas. Budu busyet dah, bokap lo tu neror gue mulu. Dia ngancem kalo gue gak ngasitau keberadaan lo, gue mo dilaporin ke polisi atas tuduhan penculikan."

Ilyas tergelak. Ia hanya tak bisa membayangkan jika Parsa masuk penjara karenanya dengan alasan penculikan. Memangnya dia anak kecil yang tengah diculik sahabat sepermainan. Ilyas tertawa geli membuat Parsa semakin berang mendengarnya.

"Eh Ilyas kunyuk, lo malah ketawa. Kasi gue solusi, gue mesti apa!"

Ilyas terdiam sejenak. Jari telunjuknya ia ketuk-ketukkan pada meja sembari berpikir.

"Lo bilang aja ke abah. Nanti gue, Ilyas, mo ngubungin abah langsung. Jadi lo bisa lepas dari kejaran pesuruh abah. Tapi gue cuma bisa bilang thanks ya, Bro. Lo udah seting bantuin gue," tukas Ilyas.

"Lo serius mo ngomong sama abah lo?"

"Iya."

"Trus lo mo pulang, gitu? Impian lo gimana? Kan udah tanggung, Bro?"

"Lo liat aja nanti."

"Oke deh, gue tunggu kabar lo."

Ilyas hanya mengangguk dan meletakkan ponselnya lagi ke atas meja. Ia kembali disibukkan dengan lembaran demi lembaran uang di atas meja dengan beberapa perhitungan dan rencananya.

-★-

Senyum tak lepas lepas dari binir Ilyas saat kamera yang ia idamkan itu sudah ada dalam genggamannya. Walaupun bukan alumni fotografi, setifaknya ia bisa belajar otodidak. Bukankah sekarang media sudah ada jika hanya ingin belajar sesuatu. Walaupun belum bisa totalitas seperti di sekolah formal.

Hari itu saking senangnya, Ilyas meminta asisten koki untuk menggantikannya bekerja. Ia ingin menikmati suasana alam sembari mengambil gambar alam.

Ilyas sengaja menyewa sebuah mobil jeep sebagai kendaraan pendakiannya. Ia berencana untuk menjepret suasana alam pegunungan. Targetnya kali ini adalah sunrise dan sunset yang muncul dan tenggelam dari balik perbukitan. Setelah menitipkan mobil sewaannya itu pada warga yang memang sudah disediakan di areal objek wisata, ia memilih berjalan kaki dan menikmati suasana sejuk pegunungan. Sesekali ia mengarahkan bidikan kameranya pada objek di depannya. Ia tersenyum sendiri. Hasilnya masih amatiran, namun ia pastikan seiring seringnya latihan, ia akan bisa.

Gue pasti bisa seiring berjalannya waktu, bismillah.

Pemuda itu kembali membidikkan lensa kameranya ke objek di depannya. Hape di tas kecilnya menjerit minta diusap. Segera Ilyas menghentikan aktivitasnya dan meraih ponsel.

Sinyal JodohWhere stories live. Discover now