Menjadi interpreuner

3.2K 278 58
                                    

Kaca mata bulat besar berwarna coklat terang itu masih setia membingkai kelopak bening seorang gadis. Gadis yang kini tengah sibuk dengan gawai yang ia elus kaca tipisnya sedari tadi. Sepertinya ia tengah mencari info terbaru di instagram seseorang. Acilia kini sibuk dengan es bubble tehnya yang lagi marak di jual di pasaran. Ia duduk di sebuah outlet di emperan sebuah mall. Memesan es tak lagi memakai uang, cukup dengan sebuah kartu ATM yang tinggal digesek. Selesai. Gaya hidup mewahnya kembali lagi. Sepatu dan tas branded sudah mulai bertandang dalam keseharian Aci.

Seorang pria berdiri di depannya dengan gagah. Penampilan rapi dengan rambut yang diberi pomade. Acilia hanya melirik sekilas. Karena jengah, Aci bangkit dan meninggalkan tempat duduknya begitu saja.

"Aci, lo di sini? Gue nyariin lo kek orang gila tau gak?" ujar pemuda itu.

Dengan gaya orang kaya kebangetan, Aci mengangkat tangan kirinya yang ia letakkan di pinggang. Sebelah tangannya lagi menurunkan kaca matanya sedikit seperti gaya genit yang dibuat-buat Marylin Monroe.

"Siapa ya? Gak kenal."

"Gue Revan, mantan lo, Ci. Masa lo gak inget?"

"Mantan gue banyak. Bisa lo kasi clue?"

Sepertinya pria bernama Revan ini mulai didera rasa bosan. Ternyata gadis cantik nan kaya yang pernah ia sukai itu tak mengubah sifat menyebalkannya sama sekali. Ia akui, Acilia makin menarik dengan tampilan yang lebih dewasa dan berkelas. Jadinya ia berpikir ulang untuk mengencani gadis itu lagi. Bukankah dulu Aci juga pernah menyukainya dan bahkan dengan polosnya mau membayar semua biaya kencan mereka?

"Yang pernah liat pelangi saat gerimis di Pantai Umbara. Yang pernah menikmati es susu kerbau di Lombok. Dan apa yaa? Kenangan kita banyak, Honey."

"Oh, Revan yang itu. Bekas pacar gue yang selingkuh sama sahabat karib gue. Yang suka morotin duit gue pas kita jalan-jalan dan yang apa yaa? Gue juga lupa. Oh iyaa yang pernah labrak gue gara-gara baju lo sobek pas kita ketemu sama mantan lo, ya kan? Kenangan indah," cengir Aci.

"Gue minta maaf soal itu, Ci. Gue nyesel. Ternyata lo satu-satunya cewek yang paling baik buat gue."

Sikap Acilia mulai meluruh. Gadis itu meletakkan kaca mata ke dalam tas hermesnya. Dengan mimik wajah simpati ia menangkupkan kedua tangan.

"Gue juga minta maaf ya, Van. Gue gak bisa jadi cewek kebanggaan lo. Sering buat masalah dulu."

Sikap Revan pun seolah melunak. Sembari ia mengatakan, "Sama-sama, Ci. Lupain masa lalu. Kita mulai dari awal lagi, yuk."

Dari balik bibir mungilnya, Aci menariknya ke samping, "Sayangnya gue gak punya waktu. Bisnis papi harus gue yang handle semuanya, sekarang. Sori ya."

Acilia berbalik pergi dan tak menghiraukan keberadaan makhluk berjenis kelamin laki-laki di belakangnya itu lagi. Ia sudah bosan dengan mereka semua. Terlalu membosankan. Gawai di genggamannya berbunyi yang langsung ia terima si pemanggil. Acilia mulai menaikmati karirnya sebagai pengusaha menggantikan sang papi.

Tak dipungkiri sepulang dari luar negeri mengikuti Rahagi, sang papi, Acilia juga mulai tertarik dengan bisnis property mengikuti jejak kedua orangtuanya. Baginya itu lebih menyenangkan dari pada menghambur-hamburkan uang tanpa menghasilkan. Gaya hedonis Aci memang masih kentara, tapi bedanya semua itu hasil dari jerih payahnya sendiri.

"Gue ngelupain sesuatu," gumam Aci.

Dengan setengah berlari, ia menuju parkiran untuk melesat bersama mobilnya menuju ke suatu tempat.

Musik klasik mengalun pelan dari dashboard mobil gadis yang kini rambutnya dicat warna pirang bergelombang itu. Acilia mengubah penampilannya total sejak memutuskan untuk hidup mandiri. Ia merasa lebih bebas dan lepas menikmati hasil jerih payahnya sendiri tanpa perlu menyusahkan papi dan maminya lagi.

Sinyal JodohWhere stories live. Discover now