Tentang Langit dan Bumi🏞

2.2K 249 8
                                    


Sudah beberapa hari ini Acilia izin tak masuk kerja. Gadis itu sudah mencoba menghubungi Ilyas. Namun nomor Ilyas tak aktif. Jadilah ia menghubungi Koko. Aci izin untuk keluar kota dalam waktu yang tak bisa ditentukan. Koko memaklumi itu.

Ilyas sudah masuk kerja seperti biasa. Urusannya dengan keluarga sudah ia tangani. Masalah perjodohan yang diinginkan oleh kedua orangtuanya itu juga sudah ia luluskan. Pemuda itu sekarang hanya meminta orangtuanya memberi kebebasan di luar untuk menjalankan usaha yang sedang ia rintis itu. Dan lagi hobi fotografinya masih ia jalankan sambil lalu menjalankan bisnis kulinernya.

Sedikit atau banyak, Ilyas merasakan kesepian tak ada Acilia. Bagaimanapun menyebalkan sifat Acilia, ia tetap suka dan jauh dari kata bosan pada gadis itu. Ia tak punya rasa suka, tapi entahlah. Terkadang ia tak mengerti. Entah kenapa adanya Acilia memberikan warna dan suasana berbeda dalam keseharian Ilyas. Lihat saja bagaimana ketiadaan Acilia sekarang. Justru membuatnya tak bersemangat kerja di rumah makannya sendiri.

Koko datang menghidangkannya nasi goreng kesukaan Ilyas. Pemuda itu seolah tak bersemangat menyambut makanan itu.

"Tumben gak lahap?" tanya Koko heran.

"Gue kenyang," sahut Ilyas.

Koko memperhatikan gaya makan Ilyas kali ini. Aneh rasanya bagi Koko. Biasanya setiap saat santai, Ilyas meminta nasi goreng spesial itu pada Koko. Walaupun sudah makan, Ilyas tetap akan memakannya dengan lahap. Kali ini Koko malah jadi heran sendiri.

"Kemaren Aci makan nasi goreng itu juga. Dia malah makan dengan lahap. Bahkan muji-muji gue kalo masakan gue itu enak."

"Aci kemaren ke sini?"

"Bukan kemaren sih. Maksudnya beberapa waktu yang lalu. Dan dia juga suka sama makanan itu."

Ilyas tersenyum miring, "Aci pasti niru-niru gue aja."

"Dia gak tau kalo itu makanan favorit lo. Pas gue kebetulan masak menu itu, dia minta buat nyoba. Dan setelah itu, keesokannya dia minta lagi. Katanya enak. Ternyata kesukaan kalian sama ya."

"Makanan ini emang enak. Apalagi yang masak lo."

"Thanks, Bro. Aci juga ngomong gitu."

Ilyas terdiam cukup lama. Ia menyesap teh yang juga dihidangkan oleh Koko. Asistennya itu selain dikenal cakap dalam pertemanan juga cukup loyal dalam pekerjaan. Lihatlah pekerjaannya yang rapi dan bersih. Dan tanpa disuruh pun, ia tahu apa yang harus dilakukan saat ada sang majikan di depannya.

"Gue pengangguran akut kalo gak kerja sama lo, Bos Ilyas. Sementara lo tahu, lulusan SMA kek gue bisanya kerja apa. Mo kerja yang berat-berat otot gue gak mampu dan gue juga bukan orang kaya buat punya bisnis," ucap Koko suatu hari.

Ilyas meletakkan cangkir pada tatakannya dengan perlahan. Sepertinya ada suatu beban yang ada di pikiran pemuda itu.

"Ko, gue boleh nanya sesuatu gak?"

Koko yang melihat sekilas pada Ilyas, seperti menangkap sesuatu yang sedang merisaukan si empunya rumah makan itu.

"Ada apa?"

Saat itu juga Ilyas seperti ragu akan bertanya atau tidak.

"Tanyain aja," ujar Koko lagi kemudian.

Ilyas masih terlihat ragu, tapi kemudian ia buka suara juga.

"Ini soal Aci."

Koko seperti memahami sesuatu. Karena itu ia mengangguk kemudian.

"Aci itu sebenernya suka gak sama gue? Menurut elo. Gue yakin lo tau betul tipe cewek kek dia."

Sinyal JodohWhere stories live. Discover now