50.

156K 10.2K 953
                                    

"Turun." Vania melepaskan tangannya dari pinggang Ethan lalu turun dari motor.

"Thanks ya, mau mampir dulu?" Ethan menggelengkan kepalanya.

"Ayolah Than, please temenin gue. Gue sendirian di rumah, ya ya???" Vania menarik -narik tangannya.

"Hm." Ethan mematikan motornya dan melepaskan helm.

Vania tersenyum kemenangan melihat Ethan yang luluh kepadanya. Vania menarik tangan Ethan memasuki rumahnya, yang memang tidak ada satu orang pun di rumahnya. Ia hanya alibi saja, memang orang tuanya tidak ada di negara ini. Jadi ia bebas melakukan apapun.

"Mau minum?" tanya Vania dibalas gelengan kepala oleh Ethan.

"AAAA!!" Tiba-tiba lampu padam. Vania yang terkejut, memeluk tubuh Ethan erat sembari menutup matanya. Sedangkan Ethan terkejut dengan kelakuan Vania.

"Lepas!" Ethan berusaha melepaskan tangan Vania.

"Gak, gak mau gue takut kegelapan Ethan!" Tubuh Ethan seketika menegang saat mendengar kata-kata yang sangat familiar baginya. Buru-buru ia mengambil ponsel dari saku celananya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan setengah enam sore dan Ethan melupakan janji kepada Riva akan membawanya ke rumah pohon saat sunset.

Seketika ia keluar dari rumah Vania yang masih gelap gulita itu. Tidak memperdulikan Vania yang berteriak memanggil namanya dari dalam rumah.

Ethan memakai helmnya terburu-buru dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli dengan hujan deras, yang sudah mengguyur tubuh.

***

Hujan rintik-rintik mewakili kesedihannya kali ini, Riva menatap ke luar jendela sembari memandangi hujan.  Terkadang ia kagum dengan hujan, sudah beberapa kali dijatuhkan tetap saja ia masih bertahan.

Riva menghela nafas kasar dan memetik gitar dipangkuannya. Mengiringi setiap rintik yang jatuh dengan melodi indah.

Satu tetes air mata luruh begitu saja. Lagi-lagi ingatan dimana saat di supermarket tetus saja terngiang di kepala.

"RIVA ADA ETHAN TUH DIBAWAH," teriak Zahra dari luar kamar. Riva segera menghapus jejak air mata di pipinya kasar lalu beranjak pergi menemui Ethan.


Ethan datang dengan keadaan basah kuyup dan masih mengenakan seragam. Lelaki itu mendongak ketika melihat sosok Riva mendekat.

"Ngapain?" ketus Riva, sembari menatap Ethan dengan tatapan dingin.

"Riva ma---"

"Basi Than basi!!" Ethan terperangah mendengar nada Riva yang sedikit meninggi.

"Maksud lo apa Riva?"

"Maksud gue apa? Lo nanya maksud gue apa?"

"Riva gue nggak ngerti."

"Oh iya gue pernah ngeliat loh, cowok yang sama ceweknya dipeluk erat banget di motor. Romantiss banget tau dan cowok itu udah punya pacar. Pas dipeluk sama yang lebih cantil dianya diem aja. Keren nggak tuh?" Tubuh Ethan menegang saat Rivamenyindir secara tidak langsung.

"Riva lo salah paham." Ethan ingin mengenggam tangan Riva, namun segera ditepis.

"Salah paham apanya sih? Gue kan cuman cerita doang. Lagian gue ngeliat pake mata gue sendiri ko, salut gue sama cowoknya." Ethan saat ini merasa sangat bersalah.

"Riva, kita baru aja damai ko lo gini lagi? Setidaknya dengerin penjelasan gue."

"Nggak ada yang perlu dijelasin lagi!"

"Riva gue mohon."

"Udah ya Than? Gue cape." Riva berniat kembali ke kamarnya. Air matanya bahkan sudah turun kembali. Ethan menarik tangan Riva dan membawa tubuh itu ke dalam dekapannya.

Ethan semakin mempererat seakan-akan enggan membiarkan perempuan itu pergi. Riva berusaha meronta, namun tenaga Ethan jauh lebih kuat. Riva semakin menumpahkan tangisan.

"Dan cowok itu rela ngebatalin janji sama pacarnya demi cewek lain," gumam Riva di sela-sela tangis.

"Maaf, maaf, maaf." Riva melepaskan pelukannya dan menatap Ethan sendu.

"Masih pentingkah gue dihidup lo Than?"

"Ngomong apa sih Riv?" Ethan mengenggam kedua bahu Riva dan menatap mata Riva dalam.

"Apa aja yang dilakuin lo sama dia Than?"

"Gue nggak ngelakuin apa-apa Riv. Percaya sama gue!" Ethan menghapus jejak air mata di pipi Riva. Riva mengenggam tangan yang berada di pipinya, ia menutup matanya sekilas setelah itu membuka matanya kembali menatap Ethan dalam dan melepaskan genggaman.

"Gimana gue mau percaya, di baju lo udah membuktikan semuanya." Riva tersenyum miris.

"Apa maksudnya?"

"Coba cium seragam kamu." Ethan menuruti perkataan Riva. Ia mengendus bau di seragam miliknya yang belum sepenuhnya kering.

"Itu wangi Vania kan? Nggak perlu kamu jelasin lagi, itu udah membuktikan semuanya ko Than."

"Riva itu nggak seperti yang lo pikirin." Riva menghela nafas berat.


"Kita masing-masing dulu ya Than? Kita harus mengetahui kesalahan masing-masing."

"Riva..." Tatapan Ethan terlihat sendu.

"Kita break dulu."

AribellWhere stories live. Discover now