10. Pergi

8.1K 454 9
                                    

Jika pergi itu pilihan, lantas untuk apa kita jadikan bertahan sebagai alasan?

●○○○●

"Raf!"

"RAFA!!!"

Rafa langsung terlonjak kaget saat mendengarkan teriakan tersebut, ia menolehkan kepalanya dan menemukan sahabatnya itu berkacak pinggang.

"Lo itu kenapa sih, Raf?"

Menghembuskan napas secara kasar, wajah Rafa nampak letih. Ia telah melakukan sebuah kesalahan atas sesuatu yang bahkan belum dimulainya. Ia terlalu terburu-buru karena belum bisa mengontrol perasaannya. Dengan harapan Karen memiliki perasaan yang sama dengannya, justru malah berakhir harus berpisah sementara. Harusnya ia lebih bisa bersabar untuk semua ini, namun sepertinya takdir sedang tak berbaik hati padanya.

"Ada masalah?" Tanya Angga--sahabat Rafa.

Rafa menganggukkan kepalanya, dan mengalirlah seluruh ceritanya. Angga mendengarkannya dengan seksama, hingga akhirnya hanya menunjukkan senyum simpul ke arah Rafa.

"Lo gak salah kok Raf," jeda Angga, "lo punya perasaan kayak gitu bukan berarti salah."

Angga mengalihkan pandangannya ke arah lapangan bola, "itu semua fitrah, Raf. Manusia diberikan kemampuan seperti itu oleh Tuhan, untuk mengetahui seberapa besar ciptaannya mencintai Tuhannya. Jika sesama ciptaannya saja bisa saling mencintai, kenapa tidak dengan Tuhannya?"

"Dan untuk kasus lo ini, gue katakan sekali lagi, kalau perasaan lo gak salah. Hanya timing nya yang belum pas, lo bilang kan kalau Karen trauma atas sebuah hubungan?" Angga melirik Rafa yang tampak mengangguk lemah, "kalau gitu, ambil hatinya secara perlahan, pupuk kembali kepercayaannya atas sebuah komitmen, dan lo bakal bisa ungkapin perasaan lo secara jelas. Beres."

"Kalau dia masih belum percaya?" Ujar Rafa setelah larut dalam keterdiamannya.

"Jika pergi adalah pilihan, lantas untuk apa menjadikan bertahan sebagai alasan?"

Rafa tersenyum ke arah Angga, inilah yang paling ia sukai jika bercerita pada sahabat seperjuangannya. Angga selalu mendegarkannya tanpa berniat memotongnya, tak peduli seberapa panjang kalimat yang akan dilontarkannya. Dan jangan lupakan, Angga tak pernah lupa menyisipkan kata-kata mutiara dalam perkataannya.

"Makasih, ngga."

"Anything Raf, lo itu sahabat gue. Jadi jangan pernah sungkan untuk berbagi ke gue." Balas angga dengan senyum kecilnya.

●○○○●

"Ma..."

"Mama..."

"Apaan sih?"

"Pengen pulang," rengek Karen bak anak kecil karena keinginannya tak terpenuhi.

"3 hari lagi."

"Lama banget sih Ma, Karen gak betah." Ujar Karen memelas, berharap mamanya akan mengabulkan keinginannya.

Saat Kevita akan menjawab protes Karen, suara ketukan mengurungkannya. Lalu muncul lah seorang suster dengan se bucket bunga lily, Karen mengernyit bingung. Bertanya-tanya dari siapa bunga itu berasal.

"Saya mau memeriksa infus ya bu, dan tadi di depan pintu ada bunga ini." Ucap sang suster seraya mengangsurkan bunga di tangannya.

Karen mengambil alih bunga itu, ternyata bunga lily. Bunga kesukaannya. Tapi siapakah pengirimnya? Karena yang mengetahui bahwa ia dirawat disini hanya keluarganya dan...

K H I A N A TWhere stories live. Discover now