23. Reda

4K 260 17
                                    

Menjadi pilihan kedua, tidak akan berakhir bahagia. Justru menorehkan luka juga perih yang takkan pernah reda.

●○○○●

Kepala Karen terasa berat, tangan kanannya berusaha memijit pelipis, berharap sebentar lagi rasa sakitnya akan reda.

Kemudian matanya terbuka, namun hanya disekitarnya hanya kegelapan. Tak ada sedikitpun cahaya yang bisa membantunya untuk melihat dengan sempurna. Matanya mengedarkan ke segala arah, namun tetap saja hanya satu yang ditemuinya. Kegelapan.

Kakinya berusaha melangkah, membiarkan kakinya menjadi tumpuan kemana ia akan bermuara. Tapi, setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang, ia tak kunjung menemukan titik terang. Karen berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kakinya yang begitu lelah. Di beberapa bagian terasa begitu ngilu akibat ia yang berjalan sedikit berlari.

Menarik napas panjang, ia bangkit ingin meneruskan tujuan awalnya. Mencari jalan keluar.

Tetapi, langkahnya terhenti saat mendengar suara isakan. Matanya mengedar ke segala arah, berusaha mencari sumber suara itu. Namun tak ada seseorang pun disini. Ia mendongak, tapi kegelapan yang lagi-lagi ia temui.

Suara isakan itu semakin jelas, namun Karen tidak dapat menemukan pelakunya.

Tapi sebentar...

Karen mengenal suara itu, suara itu adalah suara Mamanya. Karen pun tak menyia-nyiakan hal tersebut denga berteriak berharap Mamanya bisa mengetahui keberadaannya.

"MAMA!!!"

"MA!!!"

"MAMA DIMANA?!"

"KAREN DISINI MA! BANTU KAREN!"

Napas Karen terengah-engah usai berteriak, namun hasilnya.

Hening.

Tak ada tanggapan, hanya suara isakan yang masih terdengar. Kemudian disusul suara yang sangat dikenalinya, suara Kavi.

"Mama jangan kayak gini, nanti kak Karen sedih."

"KAVI! KAKAK DISINI!"

"KAVI!!!"

Dan tanpa sadar air mata mangalir di pipinya, ia bingung dengan keadaan ini. Ia tidak tahu dimana dirinya sekarang, tapi ia ingin segera pulang dan bertemu dengan keluarganya. Ia takut disini. Ia merasa sendiri.

"Hiks, Karen takut Ma. Karen mau pulang."

"Karen takut..."

Tangisnya semakin kuat, ia tak bisa meredakannya. Ia benar-benar ketakutan.

Hingga sebuah cahaya mengalihkan perhatian Karen. Tangannya mengusap pelan pipinya, menghapus jejak air mata disana. Kakinya kembali melangkah mengikuti cahaya tersebut. Dan selanjutnya yang Karen rasakan adalah kedamaian.

●○○○●

"Mama jangan kayak gini, nanti kak Karen sedih." Ujar Kavi seraya mengusap pelan bahu sang Mama.

Papanya masih menyelesaikan beberapa urusan administrasi perawatan Karen yang telah dirawat kurang lebih tiga hari lalu, sehingga saat ini Kavi yang menemani mamanya. Kavi sendiri terkejut waktu itu saat menerima telfon dari sang Mama jika sang kakak dirawat di rumah sakit. Dia yang saat itu baru saja akan pulang menuju rumahnya, mengurungkan dan langsung menuju rumah sakit yang ditunjukkan Kevita.

Kevita masih terisak melihat kondisi putrinya itu, ia tak tega jika melihat Karen yang lemah tak berdaya. Karen adalah anak perempuannya yang kuat, Kevita yakin jika anaknya itu akan segera sadar dari tidur nyenyaknya. Sudah tiga hari Karen belum sadar, dan itu membuat Kevita sangat khawatir.

K H I A N A TOù les histoires vivent. Découvrez maintenant