22. Harap

3K 231 13
                                    

Perasaan tak akan berkembang jika kamu tak memberi sebuah harapan yang berujung pada hal yang menyakitkan.

●○○○●

Seorang perempuan dengan langkah anggunnya mulai memasuki sebuah café untuk membeli cake yang disukainya.

Pandangannya mengedar ke segala penjuru untuk mencari kursi kosong, namun pandangannya terhenti pada dua orang yang tengah tertawa bersama. Tapi yang menjadi perhatiannya adalah sosok lelaki yang tak asing baginya.

Matanya menyipit untuk memastikan jika dugaannya benar. Kakinya berjalan mendekat ke arah dua orang itu, dan benar saja laki-laki itu adalah sosok yang sangat dikenalnya.

"Rafa?" Panggil perempuan tersebut.

Perempuan itu merasa jika tubuh laki-laki yang dipanggilnya membeku. Namun, ia tak mau berhenti di tengah jalan. Ia yakin, jika laki-laki tersebut adalah Rafa.

"Kamu beneran Rafa?" Ulang perempuan itu.

Karen mengerutkan keningnya saat mendengar kata 'aku', ia merasa jika perempuan ini begitu dekat dengan Rafa hingga menggunakan 'ak-kamu'. Karena setahunya, jika dengan orang lain kecuali dirinya dan keluaraga, laki-laki itu akan menggunakan kata 'saya-kamu' atau 'gue-lo'.

Walau Rafa tak menjawabnya, ia yakin jika sosok itu adalah Rafa. Dan langsung saja perempuan itu memeluk tubuh Rafa tak mempedulikan sosok lain yang berada disekitarnya.

"I miss you so bad," ucap sang perempuan dengan pelan meski masih bisa didengar orang lain.

Tangan perempuan tersebut mulai melepas pelukan itu, dan mengalihkan pandangannya ke arah seseorang yang sedari tadi hanya memperhatikannya.

"Dia siapa, Raf?" Perempuan itu tak mendapat jawaban dari Rafa jadi ia berinisiatif untuk memperkenalkan diri. Perempuan itu mengulurkan tangannya, sebagai tanda perkenalan.

"Kenalin, gue Manda. Gue---"

"Teman kecil aku," potong Rafa cepat dengan mimik wajah gugup, "dia teman masa kecil aku Ras."

Eh? Kenapa Rafa gugup gitu? Batin Manda.

Karen menganggukkan kepalanya dan membalas uluran itu dengan senyum kecil, "Karenina, panggil aja Karen."

"Eh? Tapi kok tadi Rafa panggil 'Ras'?"

"Biar beda," sahut Rafa dengan tenang.

Manda manggut-manggut tanda mengerti dan kembali menoleh ke arah Rafa, "kalau gitu aku pesen dulu ya Raf."

Sedang Karen tampak familiar dengan wajah perempuan tadi, otak bekerj keras untuk mengingat dimana ia pernah bertemu dengan perempuan itu.

Perempuan itu adalah perempuan yang menabraknya beberapa waktu lalu yang menyebabkan bajunya kotor. Pantas saja ia tak asing dengan wajah itu.

"Kamu kayaknya deket banget ya Raf sama dia?" Tanya Karen setelah hening beberapa saat.

"Aku sama Manda udah kenal sejak umurku lima tahun karena rumahnya kebetulan pas di sebelah rumahku. Jadi, kita deket karena memang saat itu jarang ada anak seusiaku," tangan Rafa bergerak mengaduk sedotan minumannya, "tapi setelah lulus SMA dia pindah karena pekerjaan orang tuanya. Sejak saat itu kita lost contact."

Menganggukkan kepalanya adalah hal yang menurut Karen lebih baik untuk dilakukan saat ini, walau dalam benaknya banyak sekali pertanyaan yang ingin ditanyakan. Karena jika Rafa mempercayainya, tanpa diminta Rafa akan bercerita dengan sendirinya. Ia tak mau dikira terlalu mengekang karena rasa ingin tahunya yang tinggi.

K H I A N A TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang