29. Hampa

7.1K 480 21
                                    

Ketika kamu memutuskan untuk pergi, kehampaan selalu hadir di dalam hati. Bahkan sampai saat ini.

●○○○●

"Masuk."

Vidi membuka pintu kamar rawat dengan hati-hati. Kemudian, seorang wanita paruh baya menyunggingkan senyum kecil ke arah Vidi.

"Siang tante!" Seru Vidi.

Renata--mama Alena mengangguk, "duduk dulu Vid. Mau bicara sama Alena yah?"

"Iya tante."

"Kalau begitu, tante keluar dulu ya." Renata menoleh ke arah Alena, "Mama ke kantin dulu ya, Len."

Renata tak kaget dengan kedatangan Vidi, karena sering kali Vidi dan Karen mengunjungi rumah Alena untuk sekedar berkumpul.

Alena mengangguk pelan, "iya Ma."

Setelah Renata keluar, Vidi mengambil posisi duduk di samping Alena, begitu pun Alena yang mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk dengan bersandar.

"Tentang Karen 'kan?" Alena membuka suara setelah hening beberapa saat.

Vidi menghela napas pelan kemudian mengangguk, "iya, gue rasa ini berhubungan erat dengan kakak sepupu lo itu."

"Iya, ini memang berkaitan dengannya."

"Ceritakan semuanya ke gue, Len."

Alena mulai menceritakan semuanya, mulai dari kedatangan Amanda, perhatian Rafa yang mulai teralih. Dan puncaknya adalah ketika Karen ingin Alena menemaninya. Peristiwa yang menyebabkan Karen dan Alena mengalami sebuah kecelakaan, yang mengakibatkan kondisi Karen kritis hingga saat ini.

Tangan Vidi terkepal erat, emosi tak lagi bisa dibendungnya. Cukup sekali dirinya dulu menyakiti Karen, dan ia tak akan tinggal diam jika Karen akan merasakan sakit untuk kedua kalinya.

Matanya terpejam dengan posisi kepala mendongak ke atas, berusaha meredakan emosi yang berkecamuk dipikirannya.

"BRENGSEK! GUE GAK BAKAL BIARIN DIA BERTEMU KAREN! GAK AKAN PERNAH!" Ucap Vidi dengan suara yang begitu keras.

Tatapan Vidi beralih ke arah Alena, "Gue gak mau Karen tersakiti lagi Len, gue gak mau..."

Alena juga tengah terisak setelah menceritakan semua kejadian yang membuatnya benci setengah mati kepada kakak sepupunya itu.

"Lo pikir gue juga, hah?! Cukup sekali dulu Karen kecewa karena gue, dan g-gue gak mau dia kecewa lagi." Suara Alena terdengar parau saat mengingat peristiwa yang paling disesalinya.

"Dimana dia sekarang, Len?"

"Gue gak tau, karena sejak hari itu, gue gak pernah ngasih izin untuk masuk kesini! Persetan dengan kesopanan, gue kecewa ngeliat dia!"

Tak lama, ponsel Vidi berdering nyaring, dan nama Kavi tertera disana.

"Halo, ada apa Kav?"

"Kak Karen..."

"Karen kenapa Kav?" Rasa panik langsung melanda Vidi, begitu pun Alena yang berusaha mendekat ke arah ponsel Vidi.

"APA??! Gue bakal segera kesana." Vidi langsung memutus panggilan setelah mendengar penuturan Kavi, diikuti tatapan penasaran dari Alena.

"Karen kenapa Vid?"

"Dia kejang-kejang, Len."

●○○○●

Melihat kondisi putrinya yang sedang ditangani dokter, membuat Kevita menangis histeris.

Di dalam kamar rawatnya, Karen masih mengalami kejang-kejang. Beberapa dokter dan suster berlalu lalang, masuk secara bergantian ke dalam kamar Karen.

Semuanya berawal ketika Karen sadar dengan kelopak mata yang perlahan terbuka, Kevita yang saat itu berada di sisinya, sangat senang. Namun rasa senang itu sirna saat melihat tubuh Karen bergerak tak tentu, napas tersenggal-senggal hingga membuat Kevita panik dan lang menekan tombol agar dokter segera datang.

"Karen Pa, Karen..."

Kevin berusaha menenangkan istrinya, merangkul bahunya dan mengusap pelan lenganya.

"Doa, Ma. Bantu Karen dengan doa, biar dia bisa melewati semuanya."

"Tapi Mama ngga tega ngeliat kondisinya, Pa. Mama ngga bisa..."

Suara derap langkah mengalihkan atensi sepasang suami istri tersebut, dan menemukan Vidi dengan langkah lebar menghampiri mereka. Napas pemuda tersebut nampak memburu karena tadi sempat berlarian.

"Keadaan Karen gimana, Tan?"

Kevita memandang Vidi sendu, kemudian menggeleng lemah, "Tante ngga tau."

Perhatian mereka teralih saat seorang dokter keluar dari ruang rawat Karen. Kedua orang tua Karen langsung berdiri tepat di hadapan dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?"

Dokter menggeleng lemah, "Karen masih belum melewati masa kritisnya, ditambah kondisi tubuhnya semakin melemah karena penyakit yang dideritanya. Kejang-kejang merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan penyakit itu. Hanya doa yang bisa kita lakukan, berharap Tuhan memberikan sebuah keajaiban."

Tangis Kevita kembali terdengar, membuat siapapun yang mendengarnya pasti merasakan kepiluan. Kavi yang berada tak jauh dari sana, tak sadar jika matanya berkabut dan setelah itu air matanya meluncur bebas di pipi.

Tangan Kevin merengkuh badan Kevita, berusaha menenangkan sang istri. Walau sebenarnya, ia juga terpukul mendengar kondisi putrinya.

"Kak..."

Vidi menatap Kavi yang wajahnya dalam keadaan kacau, laki-laki yang masih memendam perasaan pada Karen itu tau, jika Kavi sangat terpukul mendengar bagaimana kondisi Kakak yang paling disayanginya. Vidi berjalan ke arah Kavi, dan merengkuh remaja yang masih berstatus pelajar sekolah menengah atas itu. Dan itu membuat tangis yang Kavi tahan, akhirnya pecah. Meski tak meraung-raung seperti Kevita, tapi ini merupakan tangis yang hebat untuk ukuran seorang lelaki.

"Sekarang gue tahu kenapa Karen bisa kecelakaan." Ucap Vidi lirih, berusaha agar hanya Kavi yang mendengarnya.

Kavi langsung melepaska pelukan tersebut, dan menatap Vidi dengan pandangan penasaran.

●○○○●

Kaki seorang pemuda melangkah pelan menuju sebuah kamar rawat. Langkah kakinya terlihat ragu-ragu, namun ia memantapkan hati untuk masuk.

Tangannya telah bergerak untuk menarik knop pintu, namun terhenti saat pintu lebih dulu tertarik dari arah dalam.

Rafa menghela napas panjang saat melihat siapa yang membuka pintu. Saat akan berbicara, ucapannya terhenti karena seseorang yang lebih dulu membuka pintu tersebut.

"Ada perlu apa anda datang kemari?"

Rafa tersentak saat mendengar kata 'anda' dari mulut Kavi. Ya, orang tersebut adalah Kavi. Rafa juga semakin terkejut saat mendengar nada sinis yang dilontarkan Kavi.

"Gu---saya mau bertemu Saras." Kedua tangan Rafa mengepal dengan sendirinya, berusaha untuk mengendalikan diri.

Kavi tertawa pelan, namun sarat akan kesinisan, "Saras? Siapa dia? Tidak ada orang yang bernama Saras disini." Tangan Kavi terangkat menuju lorong yang menghubungkan dengan pintu keluar rumah sakit, "jadi silahkan anda pergi dari sini!"

"Kav..."

"PERGI!!!"

●○○○●

Kyaaa, updet kan?

Ada yang kangen?

Fany Faradila,
06 Juni 2018

K H I A N A TWhere stories live. Discover now