20. Senyum

3.6K 236 4
                                    

Senyum darimu, adalah semangat untukku.

●○○○●

Helaan napas lelah keluar dari bibir seorang gadis yang saat ini harus berkutat dengan tugas-tugas yang diberikan oleh dosennya. Matanya telah lelah membaca buku setebal 10 cm untuk mencari materi yang harus dipresentasikan lusa ini.

Meskipun dosen dalam mata kuliah ini sudah tua, namun usia tak menghalanginya untuk memberi siksaan bagi seluruh mahasiswanya. Memberikan tugas yang begitu banyak, dengan tempo waktu yang singkat. Sungguh membuat seluruh mahasiswa yang diajarnya kelimpungan.

Untuk kedua kalinya, Karen menghela napas. Ya, gadis itu adalah Karen.

Karen sengaja datang lebih pagi walau hari ini ia memiliki jadwal mata kuliah siang hari, karena ia ingin mengunjungi perpustakaan kampus mencari materi-materi yang dicarinya. Dengan begitu, apa yang diinginkannya telah di dapatkan, dan ia bisa langsung melanjutkan kuliahnya.

Semenjak Rafa memundurkan diri menjadi asisten dosen karena ingin menyelesaikan tugas akhir, pak Burhan kembali aktif mengajar. Dan yah, bayangan tugas menumpuk sudah di depan mata.

Tangan kirinya kembali membuka lembaran buku tebal tersebut, sedangkan tangan kanannya menulis inti bacaan yang didapatnya.

Ada kalanya, kepalanya terasa pening melihat tulisan di buku tersebut yang berukuran kecil. Beberapa kali mengerjapkan matanya saat merasakan perih di sudut matanya. Ditambah suasana sejuk di ruangan membuat beberapa kali menguap dan matanya sedikit berair.

Karen lupa untuk membawa kacamata bacanya, karena sangat terburu-buru untuk segera sampai di kampusnya. Setelah menghembuskan napas pelan, ia mengembalikan semangatnya untuk menyelesaikan pekerjaannya ini.

Saat akan menuliskan kalimat penting yang ditemukannya, suara kursi berderit di depannya membuat atensi Karen teralihkan. Disana, sosok laki-laki tengah menampilkan senyum dengan lesung pipi menyertainya sambil mengulurkan sekotak susu dan roti.

"Nih habisin, kamu belum sarapan 'kan?"

Tangan Karen terulur untuk mengambil roti dan susu tersebut, "makasih." Karen menaruh makanan tersebut di meja dan kembali menatap laki-laki di hadapannya, "kok kamu bisa tahu aku ada disini? Dan juga kalau aku belum sarapan?"

Rafa, laki-laki tersebut terkekeh pelan melihat kebingungan di raut wajah kekasihnya, "tadi aku sempet mampir ke rumah kamu, Mama kamu bilang kalau kamu udah berangkat dari pagi. Dan aku tebak kalau kamu pasti belum sarapan, ternyata bener 'kan?" Rafa bisa melihat Karen mengangguk, "dan kenapa aku bisa tau kamu disini, lagi-lagi karena aku nebak. Tugasnya banyak banget ya?"

Mata Rafa memandangi buku-buku tebal di hadapan Karen, kemudian menggeleng pelan.

Dengan senyum tipis Karen menjawab, "ya, kamu tahu sendiri lah kalau pak Burhan ngasih tugas. Mau gak mau, aku harus pagi-pagi kesini."

"Sebelum lanjut, kamu makan dulu rotinya. Pasti udah laper banget, aku gak mau kalau kamu malah sakit nantinya."

Pipi perempuan tersebut langsung merona mendengar perhatian Rafa dan lebih memilih mengangguk, kemudian mulai membuka kemasan roti tersebut. Setelah menghabiskannya, ia beralih untuk meminum susu. Itu semua tak luput dari pandangan Rafa, seakan semua pergerakan Karen wajib untuk ia lihat tak boleh sedikitpun terlewatkan. Karen yang sadar jika sedari tadi Rafa memperhatikannya, mulai salah tingkah.

"Kenapa sih Raf, ada yang salah ya sama penampilanku?" Karen yang sudah tak kuat, akhirnya angkat bicara karena ingin tahu apa alasan Rafa yang terus memperhatikannya.

"Aku baru sadar."

Kernyitan muncul di dahi Karen, bingung atas ucapan ambigu Rafa.

"Aku baru sadar kalau perempuan di depanku ini cantik. Bahkan sangat cantik."

Rona merah muncul di pipi Karen, "berarti selama ini jelek dong?"

"Enggaklah! Kamu cantik dengan caramu sendiri. Cantik dalam hal fisik bisa pudar karena waktu, tapi kamu memiliki kecantikan yang tak lekang oleh waktu." Senyum simpul ditunjukkan Rafa kepada perempuan yang sekarang berstatus menjadi kekasihnya itu.

Degub jantung Karen semakin cepat, ia berusaha mengatur napasnya yang berubah tak beraturan. Ia memilih membuang muka daripada harus menatap Rafa yang membuat degub jantungnya tak dapat dikendalikan.

Dan mereka tidak pernah tau, bahwa kedekatan mereka menimbulkan luka pada orang yang tak mereka sadari kehadirannya.

●○○○●

Tarikan napas lelah terdengar dari seorang pemuda yang saat ini bersandar di sebuah rak buku. Dia merasa bahwa kali ini ia benar-benar kalah untuk mendapatkan hati seorang perempuan yang amat dicintainya. Matanya memejam, berusaha meredam teriakan yang ingin disuarakannya.

Kemudian, laki-laki tersebut merogoh saku celananya, lalu melihat pesan yang dikirim temannya menanyakan keberadaan laki-laki itu. Setelah membalasnya, ia langsung menekan tombol home. Seketika, napasnya tercekat melihat walpaper yang ia pasang di ponselnya.

Disana terdapat dirinya dengan seorang gadis yang masih berpakaian seragam SMA. Tangan laki-laki tersebut merangkul bahu yang sekarang bertatus mantan kekasihnya, kemudian mengarahkan pandangannya pada perempuan yang dirangkulnya. Sedangkan si perempuan tersenyum lebar ke arah kamera. Di dalam hatinya, si lelaki berandai-andai jika saja hubungan itu sampai saat ini masih berlanjut, ia tentunya akan bahagia. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan, berandai pun percuma. Karena yang sekarang terjadi, ia harus melihat jika perempuan yang dicintainya tengah tertawa dengan laki-laki lain.

"Gue sekarang lebih suka foto, Ren. Karena gue tau, meski waktu telah merubah segalanya, tapi kenangan kita masih tetap ada."

Tangan laki-laki itu terus men-scroll foto-foto yang masih tersimpan dengan baik di ponselnya, tanpa ada niatan untuk menghapusnya. Foto-foto tersebut sangat penting, karena ketika rindu datang tanpa diundang, ia bisa melihat gambar tersebut. Yah, hanya sebatas gambar, karena untuk menjadikannya nyata adalah sebuah kemustahilan.

Adalah Vidi, laki-laki yang saat ini masih bersandar pada sebuah rak, matanya masih memperhatikan lekat-lekat pada sebuah pasangan yang saat ini yang saat ini tengah tertawa, tapi atensinya masih terpaku pada si perempuan. Karen, dia saat ini sedang tertawa setelah mendegarkan ucapan Rafa yang Vidi tak tahu tentang apa.

Vidi menarik napas pelan, kemudian memghembuskannya. Berusaha untuk tetap meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baiknya.

Walau ia tahu, hatinya benar-benar terluka atas semua kenyataan yang ada.

"Vid..."

Vidi menoleh, menemukan Andre yang menatapnya iba. Dan Vidi benci tatapan seperti itu.

Setelah mendapatkan balasan dari Vidi, Andre langsung menuju perpustakaan kampus sesuai dengan yang dijelaskan Vidi. Dan hatinya langsung teremas saat melihat Vidi dengan pandangan nanar memperhatikan dua orang yang tengah terlibat obrolan.

"Lo harus bisa tegas pada diri lo sendiri Vid."

"Maksud lo?"

"Lo harus bisa tegas dalam pilihan yang ada. Dan lo ada dua pilihan, berjuang mulai awal yang berakhir dengan penolakan, atau berusaha melepaskan kemudian belajar melupakan. Walau gue tau, kalau keduanya sama-sama menyakitkan."

●○○○●

Maap baru bisa update:((

Semoga masih ada yang baca dan gak bosen sama cerita ini.

Part ini kebayakan narasi yak😄

Oh ya, kalau mau post quotes dalam cerita ini, jangan lupa tag ig diriku.

fany_far4 (sama kayak username wattpad)

Bolehlah di follow juga:v

Fany Faradila,
22 Maret 2018

K H I A N A TWhere stories live. Discover now