31. Bersama

8K 535 46
                                    

Entah harus kecewa atau bahagia, ketika aku melihatmu bersamanya.

●○○○●

Sepulangnya dari kampus untuk menyelesaikan beberapa urusan, Rafa bergegas menuju sebuah rumah sakit yang akhir-akhir ini sering dikunjunginya. Walau ia hanya bisa melihat dari jauh, tapi itu sangat cukup untuknya.

Pukulan, cacian dan banyak lagi telah ia terima dengan suka rela. Ia ikhlas, karena semua ini terjadi karena ulahnya sendiri. Ia bahkan belum sekali pun melihat orang yang sangat ingin ditemuinya secara langsung. Karena sebelum mencapai pintu, ia telah dihadang oleh dua orang yang menatapnya dengan pandangan benci. Bahkan tak segan melontarkan kata-kata kasar untuk Rafa.

Rafa menerima, tapi yang paling ia benci jika keadaan tersebut berlangsung adalah tatatapan iba dari orang-orang yang berlalu di sekitarnya. Ia merasa tak suka jika dikasihani seperti itu, lebih baik ia dianggap angin lalu.

Langkah Rafa terhenti saat berada tak jauh dari kaca transparan yang menunjukkan sebuah ruangan. Udara disekitarnya seakan lenyap begitu saja saat melihat pemandangan yang tersaji di depannya. Di dalam ruangan itu, nampak seorang perempuan yang masih memejamkan matanya, tapi bukan itu yang membuat dada Rafa sesak. Karena ia terpaku pada seseorang laki-laki yang duduk tepat di sebelah perempuan itu sambil menggenggam tangan perempuan yang sampai saat ini menjadi pengisi di hatinya.

Seharusnya, dirinya yang menempati tempat itu.

Seharusnya, dirinya yang menemani perempuan itu.

Seharusnya dan seharusnya. Karena nyatanya, Rafa sulit bahkan takkan pernah bisa menempati tempat itu.

Berulang kali si laki-laki mengecup tangan seorang yang berbaring lemah, dengan pandangan...rindu? Dada Rafa bergejolak, tak terima jika ada laki-laki selain dirinya menatap sang perempuan seperti itu. Namun ia bisa apa? Ia sendiri yang membuat ulah, dan sekarang dirinya pula yang harus menanggung risikonya.

Bukan hanya itu saja, laki-laki itu juga nampak berbicara yang tentu saja tak dapat didengar oleh Rafa.

Perlahan, Rafa mendekat pintu ruangan itu yang terlihat terbuka walau dengan celah yang sempit. Ingin mengetahui, apa yang sedari tadi laki-laki dalam ruangan itu ucapkan. Dan Rafa terdiam saat mendengar kalimat yang diucapkan laki-laki dalam ruangan itu.

"Kamu harus sadar, Ren! Karena aku janji dengan diriku sendiri, kalau aku akan kembali memperjuangkanmu. Persetan dengan hubunganmu dengan lelaki brengsek itu! Karena aku gak akan bodoh lagi dengan menyia-nyiakanmu."

Tangan Rafa terkepal saat mengerti siapa yang dimaksud brengsek itu. Yakni, dirinya sendiri.

"Karena dengan sadarnya kamu, aku bisa memperoleh jawaban darimu. Melanjutkan tekadku atau mundur demi kebahagiaanmu. Karena prioritasku bukan saja hanya memilikimu, tapi juga kebahagiaanmu!"

Tatapan Rafa berubah sendu saat mendengar kalimat terakhir itu, ia sadar jika belakangan ini justru menciptakan luka untuk perempuan yang dicintainya. Bukannya memberikan kebahagiaan yang dulu pernah ia janjikan, dan ia merasa jika kata brengsek pantas disandangnya.

Dengan pelan, ia membalikkan tubuhnya, meninggalkan lorong rumah sakit itu dengan sejuta luka yang telah ia ciptakan sendiri.

Aku adalah penawar luka masa lalumu, sekaligus sakit paling perih untuk ketulusanmu. Maaf atas semua kesalahanku, aku mencintaimu Saras. Batin Rafa

●○○○●

Remorse.

Sebuah kata yang tepat untuk seorang laki-laki yang lebih memilih orang yang pernah menyia-nyiakannya dibanding dengan orang yang tulus mencintainya. Maka dari itu, kita harus memikirkan matang-matang keputusan apa yang akan diambil sebelum penyesalan datang tanpa peringatan.

K H I A N A TWhere stories live. Discover now