25. Sandaran

4.8K 344 48
                                    

Bukan sandaran melainkan pelarian.

●○○○●

Karen memeluk kedua lututnya, bahunya bergetar menunjukkan jika ia tengah menangis.

Ia tak mempercayai apa yang kemarin ia lihat, Rafa tengah bersama Amanda. Membuat dirinya penasaran, siapa sebenarnya Amanda bagi Rafa? Karena jika melihat sikap Rafa sedikit gugup saat perjumpaan mereka waktu itu.

Bukan sekali ini Karen melihatnya, bahkan sudah berulang kali ia bertemu, namun Rafa tak menyadari keberadaannya. Ia berpikir, jika Rafa ingin melepaskan rindu bersama teman masa kecilnya, namun sebagian hatinya merasa sesak. Sesak karena Rafa sama sekali tak bercerita padanya, seakan Karen bukanlah seseorang yang patut dipercaya.

Dan, Karen memutuskan untuk meminta Alena ke rumahnya untuk menceritakan apa yang ia ketahui.

Fakta yang Alena ungkapkan, membuat benak Karen sedikit terguncang. Ada ketidak percayaan atas cerita itu.

"Ceritain semua tentang Rafa, termasuk Amanda, Len."

Alena nampak terkesiap saat Karen mengucapkan nama Amanda, "lo tahu dari mana?"

"Amanda maksud lo?"

Alena mengangguk.

"Gue pernah ketemu dan Rafa bilang kalau mereka teman masa kecil."

"Ren, fakta ini bakal nyakitin elo. Jadi mendingan g---"

"Gue mau tahu, Len! Gue gak mau terlihat seperti orang bodoh karena gak tau sama sekali tentang Rafa!"

Alena menghembuskan napas kasar seraya mengusap wajahnya, "Amanda..." dengan susah payah Alena meneguk ludahnya, "cinta pertama kak Rafa."

Tubuh Karen membeku, dunia seakan runtuh saat itu juga.

"Dulu mereka memang deket banget, dimana ada Manda pasti ada kak Rafa, begitu pula sebaliknya. Bahkan dulu sempat ada rencana pertunangan untuk mereka, namun mereka menolak karena terlalu dini untuk hal semacam itu. Ya, mereka sempat berpacaran dulu, tapi Manda memilih untuk putus karena ingin melanjutkan pendidikannya. Kak Rafa sempat menawarkan hubungan LDR, tapi Manda menolaknya dengan alasan jika hubungan seperti itu tidak akan pernah berhasil. Dan yah, mereka putus." Alena memandang Karen yang sedari tadi diam, "kalo lo mau gue berhenti, gue ba---"

"Lanjutkan!" Potong Karen.

"Dan sejak saat itu, gue gak pernah liat kak Rafa deket sama perempuan lain, dan saat gue tahu kalo dia sama lo. Gue seneng banget! Tapi..." dengusan kesal dilayangkan Alena, "perempuan ular itu balik lagi. Kesel gue!"

"Kemarin gue ngeliat mereka jalan berdua."

Alena yang tengah meminum minuman yang disediakan mama Karen, langsung tersedak. Kemudian, matanya melotot tanda bahwa ia tak percaya.

"Serius?!"

Karen mengangguk.

"Gimana perasaan lo?"

Senyum kecil ditampilkan Karen di tengah rasa sesak yang mendekapnya, "disitu gue berpikir mungkin mereka lagi melepas rindu, Len. Gue gak munafik kalau enggak merasa sakit, tapi gue gak boleh egois 'kan?" Senyum kembali tersungging di wajah Karen dengan mata yang berkaca-kaca, "gue tahu kalau Rafa bisa jaga kepercayaan gue, jadi gue berusaha mikir positif aja."

Secara tak sadar, air mata menitik dari mata Karen, dan Alena melihat itu semua. Alena langsung menarik Karen dan mendekapnya dengan erat.

"Keadaan sebenarnya nyuruh gue untuk nyerah, Len. Tapi hati gue nolak dengan keras atas hal itu. Dan gue mencoba mengikuti kata hati gue, meski harus nahan gimana rasa sakitnya dikecewakan."

K H I A N A TTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon