Part 9

14.9K 2.1K 254
                                    

I remember when we broke up the first time
Saying, "This is it, I've had enough," 'cause like
We hadn't seen each other in a month
(We Are Never Ever Getting Back Together, Taylor Swift)

Hampir enam hari Yudhistira memimpin audit di kantor cabang tempat Dita bekerja. Besok adalah hari terakhirnya melakukan audit dan ia akan berpindah ke cabang lainnya sesuai jadwal. Tidak ada temuan yang cukup signifikan, hanya sedikit yang menyalahi peraturan operasional dan hanya butuh koreksi sederhana serta surat pernyataan.

Yudhistira melihat jam dinding, telah memasuki jam istirahat dan waktu makan siang. Ia menarik vertical blind yang menutupi jendela kaca ruang rapat ke atas lalu melihat ke arah ruang kerja Dita. Hanya ada staf Dita bernama Annie, gadis muda yang selalu berkedip genit jika sengaja ataupun tidak sengaja mata mereka berdua saling memandang.

Sebuah cengiran lebar ia lemparkan pada Annie dan tanpa ia kira, sang gadis centil berjalan menuju ke ruang rapat.

Aduh!

Otak Yudhistira berputar, ia mencari cara untuk kabur dari Annie. Dari pengalaman terakhirnya, sang gadis lengket padanya seperti permen karet yang menempel di sepatu. Annie tak akan berhenti berbicara hingga jam istirahat berakhir dan itu berarti Yudhistira akan kehilangan waktu privasinya yang berharga.

"Pak Yudhistira..." sapa Annie tersenyum genit, ia melongokkan kepalanya dari balik pintu.

"Oh, Mbak Annie. Ada yang bisa saya bantu?" Yudhistira bersikap sok cool padahal ia sudah kepingin lari dari ruangan itu.

Dengan melenggokkan pinggulnya, Annie masuk ke ruangan, langsung pada meja Yudhistira. Laki-laki itu menyadari bahwa ia sendirian di ruang kerjanya, Raka sudah keluar dari tadi.

"Masih sakit perut, Pak? Kalau masih, saya bawain makanan buat Bapak. Nasi tim ayam Hainan. Cocok bagi yang baru sakit." Annie memberikan kotak plastik bening yang terasa sedikit hangat, mungkin baru dipanaskan di microwave.

Yudhistira mengangguk dan berterima kasih. Karena sudah terjebak bersama gadis centil ini, Yudhistira berpikir lebih baik ia menanyakan sesuatu mengenai Dita.

"Omong-omong, Mbak Dita ke mana?"

Seketika wajah Annie berubah, yang tadi sangat semringah menjadi mendung segelap awan hujan.

"Kayaknya lagi pacaran sama Pak Dokter."

Yudhistira tersenyum datar, sudah menduga jawaban Annie. Selama hanya makan siang bersama, ia merasa tidak khawatir karena hanya satu jam mereka berdua. Yudhistira berniat membuntuti pasangan itu kalau mereka kencan di luar jam kantor. Bagi sang auditor, walau terlihat ramah dan menyenangkan, instingnya merasakan sesuatu yang janggal pada diri Haikal.

"Omong-omong, dia benar-benar dokter rumah sakit sebelah ya?" tanyanya kembali, sementara wajah Annie semakin gelap.

"Iya, Pak. Dokter mata," jawab gadis bertubuh sintal itu singkat, sedikit ketus.

Dalam hati, Yudhistira tertawa melihat gelagat yang ditunjukkan Annie. Ia mengeluarkan sebatang cokelat dari lacinya. Sisa oleh-oleh seniornya dari kantor pusat yang baru berliburan dari Swiss.

"Mbak Annie. Ini tanda terima kasih dari saya karena memberikan obat sakit perut yang cukup manjur dan juga nasi tim ini." Ia meletakkan cokelat itu depan Annie. Saat ini, Yudhistira memang tulus mengucapkan rasa terima kasih atas kebaikan gadis itu.

Annie mengerjap... merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan Yudhistira.

"Pak Yudhistira..." ia tergagap dan seketika wajahnya memerah. Annie merasa GR dengan pemberian Yudhistira, ditambah sekarang adalah bulan februari walau telah melewati tanggal empat belas.

My Perfect Polar BearWhere stories live. Discover now