Part 21a

15.1K 2.6K 393
                                    

I'm not going to wait until you're done
Pretending you don't need anyone
(Naked, James Arthur)

Setelah sampai di Bandara Changi, Yudhistira memutuskan lebih baik menggunakan MRT menuju hotel yang telah dipesan oleh Nakula di daerah Bugis Street. Yudhistira sedikit was-was karena memikirkan jebakan apa lagi yang akan dirancang oleh duo rusuh, apalagi mengingat Nakula adalah biang jahil di keluarga besar mereka. Tapi sejauh ini semuanya terlihat baik-baik saja, Nakula bahkan memesan kamar dengan waktu check in pagi hari walau memang sejumlah biaya tambahan di depan dikenakan untuk itu.

Sebenarnya pilihan Nakula tidaklah jelek, hotel itu tepat berada di depan stasiun MRT Bugis Street dan banyak restoran muslim di daerah Bugis. Tetapi yang membuat mereka terperangah adalah mereka berdua ditempatkan dalam satu kamar.

"Is there any room left? I'd like to book another room for her." tanya Yudhistira pada resepsionis.

Wanita berkulit putih oriental itu menggeleng, meminta maaf karena semua kamar di hotel tersebut sudah penuh karena high season.

"Jadi bagaimana, Chloe, apa kita pindah hotel saja?" Yudhistira meminta pendapat pada Dita. Ia akan mengikuti kemauan gadis itu.

Dita menggeleng. "Sayang, Mas... kan udah dibayar oleh kamu. Lagian, emang kita bisa dapat hotel sebagus ini lagi? Ingat ini high season lho, libur tiga hari bagi orang Indonesia. Bisa dipastikan Singapura penuh oleh orang-orang kita yang liburan di sini."

Yudhistira hanya nyengir, membenarkan dalam hati apa yang dikatakan oleh Dita. Toh juga tak apa mereka tidur dalam satu kamar, bukankah selama ini mereka sudah terbiasa berdua. Yudhistira mengingat beberapa tahun yang lalu, ketika ia ingin mengetahui asal-usul dirinya, dia dan Dita juga pernah berada dalam keadaan yang sama.

***

Begitu mereka sampai di dalam kamar, segera Yudhistira menyesali keputusannya. Kamar yang disewa Nakula ternyata sangat sempit, tapi wajar saja karena memang konsep liburan mereka berempat adalah liburan low budget. Malah bisa dibilang kamar ini lumayan lebih bagus dan lebih luas dari standar hotel di harga yang sama.

Yudhistira dan Dita saling melemparkan pandangan ketika menyadari bahwa mereka dijebak oleh si kembar.

"Jadi bagaimana, Mas?" Dita menyeringai, tentu di dalam kamar seluas empat kali lima meter ini akan sulit bagi mereka membagi ruangan bagi privasi mereka masing-masing. Plus juga, hanya ada satu ranjang ukuran queen, bukan double bed.

"Gampang. Aku tidur di bawah aja." Yudhistira berkata santai, padahal di dalam hatinya ia ingin mengatakan tidak masalah mereka tidur berdua di atas ranjang yang sama. Tapi pesan whatssapp dari Sadewa yang masuk ke dalam gawainya ketika mereka sampai di Changi mengingatkannya untuk bertindak lebih hati-hati.

Dita hanya diam, ia menahan senyumnya. padahal ia sama sekali tidak keberatan jika Yudhistira meminta berbagi tempat tidur dengannya.

Setelah meletakkan tas mereka dan menunggu Dita mencuci mukanya, Yudhistira merenung. Menatap lalu lalang kendaraan di jalan Bugis yang sangat teratur, ia memikirkan Dita, Citra, dan bagaimana perasaannya terhadap dua gadis itu. Ia menyukai Citra, gadis itu adalah wujud idealismenya tentang seorang perempuan yang menurut standar masyarakat layak dijadikan istri. Lalu Dita... entah apa yang ia rasakan terhadap Dita. Yang jelas, gadis tomboy itu selalu bisa membuat dunianya terasa cerah dan ia tidak pernah merasa keberatan dengan pertengkaran-pertengkaran konyol yang selalu terjadi di antara mereka. Dita adalah orang yang mengerti dirinya dan membuatnya bahagia. Tapi Yudhistira masih tidak berani mengartikan perasaannya sendiri saat ini karena mungkin bagi Dita, ia hanyalah seorang kakak sepupunya... kakak sepupu yang pernah membuatnya terluka selama bertahun-tahun. Yudhistira merasa tidak pantas sama sekali untuk mengharapkan perasaan Dita karena rasa pedih yang pernah ia tinggalkan pada gadis itu.

My Perfect Polar BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang