Part 23b

15.9K 2.7K 347
                                    

Don't give me this feeling
I'll only believe it
Make it real or take it all away
(Don't Say You Love Me, The Corrs)

Alis mata Salman terangkat tinggi-tinggi ketika membaca surat pengunduran diri dari Dita dan ia melihat Dita tersenyum padanya.

"Resign? Kamu dibajak perusahaan lain?" tanya Salman tanpa basa-basi. Ia tahu memang kemampuan dan kecerdasan supervisornya ini di atas rata-rata, wajar kalau ada perusahaan lain yang menawarkan gaji yang lebih tinggi.

"Nggak, Pak." Dita masih nyengir.

"Terus cuti saya masih lima belas hari, Pak. Saya minta tiga minggu sebelum tanggal resmi pengunduran saya keluar, saya mau cuti menghabiskan sisa cuti saya."

"Ha? Kok resign dan cuti dalam keadaan bersamaan? Kamu mau kawin eh nikah... sama head auditor yang kemarin meriksa ke sini?" Sebenarnya Salman merasa keberatan dengan pengunduran diri Dita dan juga cuti yang cukup panjang, tetapi apa boleh buat... itu adalah hak semua pegawai. Tapi kekesalan Salman terobati ketika perubahan wajah Dita dan cengiran Salman makin lebar melihar wajah terkejut Dita.

"Pak Salman sembarangan ngomongnya, deh. Saya diterima beasiswa di Korea dan nggak sampe 6 minggu lagi saya akan berangkat ke sana. Jadi saya minta cuti untuk mempersiapkan semuanya termasuk berkas dan dokumen resmi saya." Dita menjelaskan dengan wajah yang masih merah padam,

"Oh, selamat kalau begitu. Semoga sukses ya, Dita. Untungnya banyak supervisor baru hasil bajakan juga semester ini, jadi aku bisa minta ke pusat secepatnya supervisor baru untuk gantiin kamu."

"Pak, kenapa Pak Salman bisa ngirain aku mau nikah, sih... sama head auditor yang itu lagi." Dita pura-pura tidak mengenali Yudhistira tetapi ia penasaran mengapa Salman bisa membuat kesimpulan seperti itu.

"Kelihatan kok, dia suka ngeliatin kamu dan ruangan kamu. Bolak-balik jalan di depan ruangan kamu cuma karena pengen tau kamu ada atau nggak, dia sering nanyain kamu ke saya. Saya juga pernah melihat kalian pulang bersama, janjiannya selalu di minimarket ujung. Wajar saja dong, saya ngirain kamu pacaran sama dia." Salman nyengir dan membuat wajah Dita makin merah.

"Oh, begitu. Saya permisi dulu, ya, Pak." Dita tersenyum kaku lalu cepat-cepat melarikan diri dari ruangan Salman, tidak ingin kedoknya terbuka lebih lanjut.

"Dita, kalau kamu ketemu Yudhistira... salam ya untukku dari dia." Salman meledek kembali sebelum Dita keluar dari ruangannya. Dita hanya menoleh, tersenyum kikuk dan segera mengambi langkah lebar . Ternyata walau mereka menutupinya selama ini, Salman mengamati semua tingkah dirinya dan Yudhistira.

***

Perubahan sikap Dita pada Yudhistira sangat dirasakan laki-laki itu. Padahal sebenarnya ia sudah berusaha membuat semua kembali seperti semua, tetapi Dita memberi jarak pada hubungan mereka. Gadis itu meminimalkan interaksi di antara mereka, ia hanya berkomunikasi dengannya jika memang sangat diperlukan, selebihnya Dita lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Kalau hal ini terjadi kemarin, bisa ia maklumi karena faktor lelah sepulang liburan dan setelah lebih dari tiga hari tidak bisa ditoleransi Yudhistira sama sekali.

Yudhistira pulang sedikit lebih cepat dari biasanya dan hanya ada Sadewa di apartemen, Nakula masih bekerja dan begitu juga dengan Dita. Ia segera menelpon Salman, pimpinan cabang kantor Dita. Penuh basa-basi ia berbicara sebelum ke menu utama yaitu menanyakan keberadaan Dita, tetapi jawabannya membuatnya gelisah, Salman mengatakan tidak ada lembur di kantor dan semua pegawai telah pulang jam 5.30 sore.

Hari sudah menunjukkan pukul Sembilan dan keberadaan Dita masih belum terilhat. Ponsel gadis itu juga tidak bisa dihubungi. Yudhistira menonton televisi di ruang tengah, walau terlihat menonton dengan santai padahal sama sekali tidak, perhatiannya sama sekali tidak tertuju dengan acara yang sedang ditayangkan. Sadewa yang sedang memasak mie di pantry, menahan senyumnya. Ia tahu Yudhistira sedang gelisah karena Dita belum pulang.

My Perfect Polar BearWhere stories live. Discover now