Part 18

15.4K 2.4K 498
                                    

So don't call me baby
Unless you mean it
(Dive, Ed Sheeran)

"Kamu mau main ke mana hari ini?" tanya Yudhistira, matanya sesekali melirik Dita yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Gadis itu terlihat seperti Dita yang ia kenal empat atau lima tahun yang lalu, berpenampilan apa adanya dengan t-shirt longgar dan celana jeans panjang. Dita bahkan mengangkat kakinya sebelah dan menumpukan dagunya di atas lututnya, ia tampak merenung sambil menatap pemandangan jalan dari jendela mobil.

"Terserah Mas. Aku ngikut aja, kan Mas Dhisti yang bayarin," jawab Dita. Ia menoleh dan memberikan senyum yang bisa membuat suasana Yudhistira cerah hingga berhari-hari.

Mereka baru pulang dari kantor, tadi Yudhistira menghubungi Dita untuk mengajaknya jalan-jalam seusai jam kerja. Ia dan Dita mengendarai mobilnya masing-masing ke apartemen, lalu Dita meninggalkan mobilnya di sana dan menumpang mobil Yudhistira. Yudhistira memaksa Dita untuk dalam satu mobil dengan alasan Dita terlihat lelah. Yudhistira tahu alasan yang menyebabkan hal itu, karena hari ini adalah hari pertama ia ke kantor dengan penampilan yang menunjukkan jati dirinya sesungguhnya.

"Kita makan di luar saja kalau begitu." Yudhistira melihat Dita kembali, meminta persetujuannya. Dita hanya mengangguk, pikirannya dipenuhi dengan apa yang terjadi siang tadi. Dari kejadian ia menghajar mulut nyinyir Fuad hingga Annie yang meminta maaf padanya sebelum ia pulang. Akhirnya Dita memberanikan diri membuka whattsap dan grup kantor berbagai macam reaksi ia baca. Ada yang mendukungnya dan mempercayainya tetapi ada juga yang menyindirnya habis-habisan sebagai perempuan yang suka pacaran dengan suami orang, walau jumlah orang yang tidak menyukainya tidak sebanyak orang yang mendukungnya, tapi kata-kata jahat mereka cukup mempengaruhi Dita.

"Hey, what's wrong, Chloe?" tanya Yudhistira, menyadari wajah Dita yang semakin murung.

Dita menggeleng, tersenyum samar lalu melamun memandang jendela kembali. Ia juga memikirkan kata-kata Haikal mengenai Yudhistira yang mencintainya. Apa ia harus percaya dengan pendapat laki-laki itu? Sedikit banyak hal itu juga menjadi beban pikiran Dita dan akibatnya ia mulai menjaga jarak dengan kakak sepupunya setelah kejadian curhat di tengah taman mall yang cukupmemalukan. Dita berusaha meminimalkan sentuhan fisik di antara mereka. Sejujurnya, Dita takut dan juga bingung dengan semua yang terjadi

***

Tawa pelan keluar dari mulut Yudhistira ketika ia mulai membaca percakapan yang terjadi di grup whattsap kantor Dita dan beberapa private message yang ditujukan pada gadis itu. Karena wajah Dita yang sangat murung, Yudhistira membawanya ke restoran steak favorit Dita dan memesankan wagyu terbaik untuk gadis itu. Seperti biasa, Dita yang memang lemah jika dibujuk dengan makanan favoritnya, gadis itu pelan-pelan melunak dan mulai mengaburkan jarak di antara mereka. Dita mulai bercerita tentang kegundahan hatinya dan pada akhinya Yudhistira bisa mengorek semua yang ada di benak Dita plus gawai gadis itu berada di tangannya dan ia bebas melihat apa saja di dalam benda itu.

"Jadi, ini yang membuat wajahmu cemberut dari tadi." Yudhistira menatap dari balik gawai Dita, sinar mata Yudhistira menyiratkan tawa.

"Iya, Mas. Coba lihat apa yang mereka bicarakan, ujung-ujungnya menyindirku dan bahkan menghinaku." Dita memotong steak dan memasukkan potongan yang juicy itu ke dalam mulutnya. Ia berbicara dengan mulut penuh, semua norma sopan santun mengenai table manner yang diajarkan ketika training di tempat kerjanya terlupakan.

Yudhistira menarik napasnya pelan, ia menunggu Dita hingga selesai mengunyah.

"Chloe, boleh saja sih kita memikirkan pendapat, saran, bahkan kritik dan juga cacian orang lain pada kita. Tapi tidak harus semuanya ditanggapi. Kamu bisa gila kalau ingin menyenangkan semua orang. Jadikan kritik yang membangun sebagai cambuk dan dukungan sebagai penyemangatmu, itu saja."

My Perfect Polar BearOnde histórias criam vida. Descubra agora