Mission 18 = Become a Princess?

64 7 7
                                    

Dalam tidur lelapnya, kedua mata itu akhirnya bergerak perlahan. Masih dalam keadaan tertutup, bola matanya nampak bergerak-gerak sampai akhirnya bulu mata halusnya bergetar, kelopaknya mulai membuka.

Kembali melihat cahaya, otomatis membuatnya mengernyit. Cahaya matahari pagi menyambutnya langsung membuatnya lantas menegakan badan dalam sikap duduk.

Tangannya meraba rerumputan segar, segera dia menundukan pandangan hanya untuk mendapati tempatnya ia berbaring. Hanya beralaskan rumput hijau nan subur serta bunga-bunga beraneka macam dan warna di sekitarnya.

Menengadah dan memperhatikan sekitar lebih seksama, dia takjub. Pepohonan tumbuh subur, buah-buah menghiasinya. Sungai mengalir tak jauh dari posisinya, dengan air yang sangat jernih. Kupu-kupu berterbangan di atas kepalanya, tupai-tupai meloncat tak mau diam di beberapa dahan pohon, bahkan kelinci-kelinci pun berlarian melintas di depan matanya.

Perempuan itu tertawa kecil, menikmati mimpi indahnya atau mungkin kehidupan keduanya di surga. Melihat betapa hidupnya alam di sekitarnya membuat hatinya damai.

Kembali dia rebahkan badannya di rumput hijau lalu tertawa lebih keras lagi. Katakanlah ia gila, tapi sudah lama rasanya dia bisa tertawa selepas itu. Kedua tangan dan kakinya terlentang dan bergerak-gerak menarikannya, embun pagi terasa di kulitnya yang lalu ia hembus dengan mata tertutup. Wangi tanah basah menyambut indera penciumnya. Tapi ia sangat menyukainya.

"Kau sudah sadar?"

Seseorang bertanya padanya, membuka mata kembali sesaat dia mendapati seekor kupu-kupu yang terbang rendah di hadapannya.

"Kau bertanya padaku?" Tanyanya dengan kerut samar karena tidak menyangka bahwa kupu-kupu bisa berbicara.

"Payah, memang aku bertanya pada siapa lagi disini?"

Buyar, itu bukan kupu-kupu melainkan fairy berbaju merah dengan tatapan sinisnya. Bangkit, dia menatap tidak percaya pada pandangannya saat ini.

"Kenapa kau ada disini juga?"

"Bodoh. Ya karena aku tinggal disini."

Membulatkan mata, perempuan itu berdiri lalu menatap sekeliling lebih seksama lagi. Sudah ia duga, tak jauh dari tempatnya berdiri ia bisa melihat jajaran pohon sakura dengan warnanya yang khas itu. Ia meraba dadanya, tulang selangka lalu lehernya.

"Gue belum mati.." Bisiknya tak percaya.

"Jadi kau ingin mati?" Ujar peri merah itu lagi.

"Jadi gue bukan di surga?!"

"Ini greeny land. Bodoh."

***
"

Kau terselamatkan berkat kalungmu. Bandulnya melindungimu dari peluru itu namun tetap saja hentakan kuatnya mampu membuatmu tak sadarkan diri"

Meraba lehernya, Janit terhenyak karena tidak menemukan kalung itu berada disana. "Lalu dimana kalungku?"

"Terjatuh saat kau dibawa kesini"

Janit memejamkan matanya sesaat. Itu kalung pemberian ibunya saat ia hendak pergi ke Aulus. Janit sangat bersyukur, dia serasa dapat perlindungan dari ibunya. Tapi ia tidak mau kalau sampai benda berharga itu hilang begitu saja.

"Siapa yang mengantarkanku kesini?"

Peri merah terlihat berpikir lalu menatap Janit dengan sedikit keraguan.

"Patra"

"Kenapa?? Kenapa dia membawaku kesini? Apa alasan kalian mengasingkan ku tempat ini?"

"Karena kamu memang berasal dari sini. Kau Puteri tanah kami. Sudah seharusnya kau pulang kan!"

Save The Prince (Remake)Where stories live. Discover now